BAB 2

8.9K 1K 140
                                    

“Hanya karena seseorang itu tampak tak bercakar dan tak bertaring, bukan berarti dia tidak bisa melakukan manuver yang bikin kamu malu seumur hidup.”

^*^

Banyak yang beranggapan bahwa seorang kutu buku biasanya pribadi yang lugu, murung, lemah, dan sasaran empuk pelaku bullying. Sayangnya semua anggapan itu tidak berlaku bagi Floriska.

Dia memang pendiam. Anti mengurusi urusan orang lain. Namun, dia sama sekali bukan cewek lemah yang mau-mau saja ditindas kanan kiri dan diperintah oleh orang lain. Malah, hampir seluruh sekolah tahu, dia adalah satu-satunya cewek yang berhasil membuat si mantan singa betina sekolah jera untuk berurusan dengannya.

Floriska memang siswi yang disiplin, cerdas dan berprestasi di sekolah. Namun, jika dibilang dia tidak pernah bermasalah di sekolah, itu salah besar.

Semua ini bermula sejak MOS dua tahun lalu. Saat itu dia dan Marco siap menjadi bulan-bulanan senior di hari pertama mereka menginjak SMA. Masalah awal sebenarnya bukan berasal dari Floriska, melainkan dari Marco.

Pada dasarnya, cowok itu memang susah untuk tidak mendapatkan perhatian dari siapa pun. Gayanya yang supel, wajahnya yang ceria, kadang cenderung humoris, kelakuannya yang ajaib. Dia memakai topi kerucut yang terbuat dari penanak nasi anyaman bambu yang dicat putih sebagai pengganti kertas manila.

“Ini musim hujan Kak, kalau basah dan lecek kan saya harus bikin lagi, dan saya nggak mau buang-buang kertas cuma buat topi yang nggak ada nilai fungsinya,” ujarnya saat itu.

Dan wajahnya yang dilihat dari mana pun tampak begitu manis.

Tubuh Marco tinggi semampai, pandangan matanya ramah meskipun bisa berubah mendadak setajam mata elang. Sepasang alisnya lebat, hidungnya tinggi dan ketika dia tersenyum, tampaklah deretan giginya yang rapi. Dan dia mudah sekali tersenyum jika berada di sekitar Floriska.

Marco memang memiliki aura yang seringkali membuat cewek-cewek di sekitarnya tak perlu berpaling dua kali untuk menyadari keelokannya.

Segalanya yang dimiliki Marco membuatnya tampak begitu menonjol dibanding dengan siswa yang lain, sekaligus begitu menarik bagi para senior OSIS cewek. Salah satunya adalah Talia, si singa betina yang maha kuasa di SMA Gaprama.

Talia yang saat itu masih kelas sebelas, sekarang sudah lulus, begitu menyukai Marco. Marco yang dasarnya iseng, mudah saja membalas semua godaan-godaan cewek berambut cepak itu. Namun, lama kelamaan Talia menyadari, Marco hanya bercanda dan tak pernah berniat serius dengannya.

Kebanyakan anak sudah tahu, bahwa kebiasan Marco sehari-hari adalah mengekori Floriska. Ke mana pun cewek itu pergi, Marco seringkali terlihat bersamanya. Banyak anak berasumsi, bahwa mereka pacaran. Beberapa yang lain berasumsi dengan benar, bahwa mereka hanya bersahabat.

Sayangnya yang terdengar dan terlihat di mata Talia adalah asumsi yang pertama. Bahwa Floriska adalah pacar Marco. Sehingga suatu hari, Floriska mendapati dirinya berdiri di tengah koridor kelas dua belas, berhadapan langsung dengan Talia. Dikepung dan dijadikan tontonan oleh senior-seniornya.

“Kalau nggak ada yang perlu diomongin, aku permisi kembali ke perpustakaan,” celetuk Floriska waktu itu sembari menengok arlojinya. Lima belas menit dia habiskan sia-sia hanya untuk berdiri tanpa tujuan dan ditonton banyak orang. Baginya sangat merugikan.

KAIROSWhere stories live. Discover now