BAB 19

4K 629 72
                                    

“Burung bersayap lebar tidak akan selamanya kerasan di dalam sangkar yang sempit. Suatu saat mereka akan diam-diam mendobrak sangkar itu dan terbang bebas di antara awan-awan.”

^*^

“Ke mana sih Marco?” celutuk Vanesa, menatap bangku kosong Marco dan mejanya yang berantakan. Cowok itu tidak muncul sejak bel tanda istirahat kedua berakhir berbunyi sampai jam kelas berakhir.

“Palingan di laborat biologi. Udah kebiasaan, suka bolos sejarah tuh anak.” Sahut santai Ibram sembari mengemasi barangnya.

Sahabat Floriska itu memang tidak berminat dengan sejarah. Katanya mempelajari masa lalu adalah hal yang berat baginya. Ya, dia saja yang terlalu mendramatisir karena tidak tahan kantuk mendengar suara Pak Gani yang terdengar seperti sedang meninabobokkan seisi kelas.

Daripada dia tertidur di kelas dan akhirnya dikeluarkan juga oleh Pak Gani, mendingan sekalian saja tidak masuk.

“Seharusnya selain IPA, IPS dan Bahasa, ada jurusan Biologi yang khusus buat makhluk kayak Marco di SMA ini,” komentar Vanesa diikuti tawa ringan Floriska dan Ibram. “Ya udah, gue balik dulu ya?” pamitnya, kemudian beranjak meninggalkan kelas.

“Gue juga ya Flo, duluan, mau latihan basket nih,” sambung Ibram. “Sekalian titip barangnya Marco,” lanjutnya sebelum meninggalkan Floriska sendiri untuk merapikan barang-barang Marco.

Floriska berbalik menghadap ke meja Marco lalu menghembuskan napas pelan. Mejanya berantakan. Seakan di setiap pergantian pelajaran dia tidak memasukkan buku-buku dari jam pelajaran sebelumnya. Sehingga pensil, pulpen, stipo, dan buku-buku itu menumpuk dan berserakan.
Heran kenapa Ibram bisa tahan duduk di sampingnya.

Tanpa berlama-lama lagi, Floriska mulai membereskannya. Dibukanya tas Marco dan tampaklah isi tas yang sama berantakannya dengan meja di hadapannya. Ada toples kaca dengan tutup berlubang-lubang berisi seekor kumbang bersungut yang Floriska tak tahu jenisnya, beberapa karet gelang, Tupperware milik Floriska yang lupa dia kembalikan, tumpukan kertas-kertas kusut yang terlipat di dasar tas bercampur remah-remah berwarna kelabu yang  asalnya sulit dijelaskan.

Floriska paling anti dengan kondisi kotor seperti itu, sehingga dengan gemas, dia pun membongkar semua isi tas Marco, menuang remah-remah itu ke tempat sampah dan menata kembali  satu persatu barang-barang sahabatnya itu ke dalam tas hitamnya.

Buku-buku, peralatan tulis dan toples belalang sudah tersusun rapi. Tumpukan kertas-kertas kusut yang terlipat itu dilicinkan Floriska di meja sebelum dimasukkan kembali ke tas. Kertas-kertas itu terdiri dari potongan-potongan kopian materi dan hasil print out daftar Universitas di luar negeri. Mendadak Floriska terhenyak, di daftar kampus-kampus bergengsi tersebut, Marco melingkari salah satu Universitas, menggambar bendera Inggris dan menulis dengan huruf cakar ayam di sampingnya, ‘45% loading, see you soon Portsmouth!!

Melihat semua itu, seketika telapak tangan Floriska berkeringat. Sensasi panas menjalari leher menuju ke pipinya. Dadanya berdetak cepat. Sahabatnya itu diam-diam akan menyeberang jauh ke benua lain untuk mengejar impiannya.

Ada sesuatu di tenggorokannya yang mendadak muncul dan sulit ditelan. Tubuhnya pias. Selama ini dengan bodohnya dia tak pernah berpikir ke arah sana.

Marco dan otaknya yang cerdas, buku-buku referensi entomologi tebal berbahasa Inggris milik Om Dewa yang selalu dia baca, berlembar-lembar hasil pengamatannya dari tahun ketahun itu, Marco siap membentangkan sayapnya untuk terbang bebas di negara yang jauh.
Meninggalkannya.

Suatu hari Marco akan menjejakkan kaki panjangnya di atas repihan dedaunan musim gugur di Inggris. Menerpa angin musim dingin dengan tubuhnya yang jangkung dan selalu ingin tahu itu. Sementara dia akan menetap di sini. Di kota yang sama. Memperjuangkan hidupnya sendiri dan menjaga adiknya seorang diri.

KAIROSWhere stories live. Discover now