BAB 9

5.1K 668 120
                                    

“Apa yang lebih menderita daripada patah hati? Adalah saat saling berhenti berkomunikasi dan saling menjauhkan diri.”

^*^

Mereka berdua berjalan bersisihan di koridor menuju ke perpustakaan. Floriska melangkah sambil memperhatikan catatan-catatan kecil di selembar kertas. Isi catatan itu berupa daftar buku-buku referensi yang dia perlukan untuk persiapan olimpiade, sementara Arga meliriknya sesekali.

Kenapa dia jadi suka mengamati Floriska diam-diam, sih?

“Jadi, bekal cumi asam manis?” Arga tiba-tiba menyelutuk. Kejadian di kelas tadi masih sulit dia abaikan.

“Bekal? Oh, yang tadi? Itu lauk semalam. Marco suka banget sama cumi asam manis. Aku nggak terlalu suka. Sekali makan aja cukup. Adikku tadi pagi sarapan pakai dadar telur. Jadi aku bungkus aja buat Marco.” Terang Floriska selancar air. Sekilas dia menatap Arga lalu kembali menekunii catatannya sambil berjalan.

“Em, sisa makan malam, ya,” ulang Arga. Ada nada kecewa dalam kalimat itu. Namun, Floriska sama sekali tak menyadarinya. “Jadi, kemarin belanja buat makan malam bersama bareng Marco?”

“Yups,”

“Kalian benar-benar teman dekat ya?”

“Kami punya hubungan yang benar-benar baik,”

“Seperti pacar?” Pancing Arga sekali lagi.

Floriska mengangkat wajah. “Aku kan udah bilang. Aku nggak pacaran sama Marco. Kami dekat karena kami bersahabat baik. Gitu aja.”

“Seringkali sahabat bisa jadi pacar lo,” Arga mengamati Floriska. Ingin tahu bagaimana reaksianya. Tidak ada. Cewek itu malah kembali ke catatannya. Membuat Arga berpikir, mungkin Floriska tidak mendengarnya. Namun, setelah jeda agak lama, cewek itu menjawab.

“Aku berharap kami nggak sampai sejauh itu. Karena ketika rasa cinta itu berakhir, berakhirlah semuanya. Dan aku nggak mau kehilangan Marco.”

Arga terdiam. Entah dia harus girang atau kecewa setelah mendengar kalimat Floriska barusan.

“Lalu gimana kalau ternyata Marco suka sama lo?”

Floriska melipat catatannya. Lalu menatap Arga. “Aku menyukai Marco. Kurasa aku udah tahu kalau dia juga suka aku. Jadi, nggak ada yang perlu dipermasalahkan.”

Dibalas seperti itu membuat Arga mengutuk dalam hati. Sebenarnya nih cewek ngerti nggak sih apa yang dia omongin? Dan gimana bisa dia berkata sesantai itu mengenai perasaan?

“Suka seperti apa?”

“Sahabat, pastinya.” Floriska menjawab singkat.

“Kalau tiba-tiba Marco nembak kamu dan pengin kamu jadi pacarnya?” Kejar Arga tak sabar. Dan jawaban itu datang lebih cepat dari perkiraannnya.

“Aku nggak tahu. Aku cuma sama sekali nggak pengin jika suatu saat nanti aku bakalan berhenti bicara sama Marco.”

Dan kalimat Floriska yang menggantung itu jelas itu membuat Arga gagal mengerti mengenai perasaan Floriska. Sehingga dia tidak bertanya apa-apa lagi sampai mereka tiba di perpustakaan.

Mbak Alma si petugas perpustakaan sedang sembunyi-sembunyi menusuk potongan buah melon dari balik mejanya ketika Floriska dan Arga menghampirinya. Wanita tiga puluh tahunan bertubuh tambun itu berjengit ketika melihat wajah Floriska menyembul di hadapannya.
Melihat reaksi Mbak Alma dan wajah serius Floriska membuat Arga sedikit terkejut. Kenapa dengan kedua orang di hadapannya itu?

Wanita itu memang selalu terganggu dengan kehadiran Floriska di Perpustakaan. Bagaimana tidak, cewek yang satu itu selalu membuatnya banyak bergerak. Membuatnya tidak bisa santai, ngemil dan menonton drama Korea dari laptopnya dengan damai. Selalu saja Floriska menghampirinya, dan membuatnya mencari-cari buku-buku dan arsip lama yang sudah menumpuk di gudang arsip.

“Saya butuh berkas contoh soal-soal olimpiade dari tahun ke tahun,” pinta Floriska langsung. Tak peduli pelototan petugas perpustakaan itu padanya. “Seharusnya berkas masih ada di rak arsip karena setiap tahun selalu ada update contoh soal. Tapi sejak kemarin saya nggak bisa nemu.”

“Saya nggak minta Mbak Alma yang nyari,” tekan Floriska sekali lagi dengan cepat dan tegas ketika wanita itu membuka mulut untuk berkilah.

Arga yang berdiri tepat di belakang Floruska hanya membelalakkan mata takjub melihat cewek di hadapannya.

“Saya cuma perlu pinjam kunci gudang arsip. Pak Tamam udah ngijinin saya. Biar saya cari sendiri berkasnya,” tandas Floriska.

Dengan wajah kesal, Mbak Alma mengambil kunci dari laci lalu melemparkan kunci tersebut ke meja kaca. Sekumpulan logam itu berselancar menuju Floriska, cewek itu memungutnya.

“Terima kasih,” ucap Floriska kaku, lalu berbalik “Ayo Arga!”

Suara Floriska yang memanggil namanya membuat cowok itu tersadar dari ketercengangannya. Diayunkan kakinya mengekori Floriska menuju bagian belakang perpustakaan. Ke tempat pintu biru ruang arsip yang tertutup rapat.

“Flo, tadi itu... benar-benar luar biasa.” Arga berkata dengan matanya berbinar-binar kagum. Dia jadi yakin kalau cewek ini memang benar-benar menakhlukkan si mantan senior, Talia, dua tahun lalu seperti desas-desus. “Sebenarnya kalian berdua itu musuhan atau bagaimana?”

“Oh, Mbak Alma benci aku. Aku juga nggak terlalu suka dia. Jadi kami cukup impas,” jawab Floriska santai sambil memasukkan kunci berwarna emas ke lubang kunci. “Makin hari aku lihat buku-buku makin berkurang di perpustakaan. Sepertinya banyak siswa yang nggak ngembalikan buku. Dan wanita itu nggak sadar. Seharusnya dia lebih tegas, tapi kegiatan sehari-harinya cuma nonton drama Korea sambil ngemil. Benar-benar buang-buang waktu.”

“Tapi cewek-cewek emang biasanya suka drama Korea loh, Flo. Lo nggak suka?”

“Suka?” Floriska balik bertanya. “Aku pernah nonton. Tapi nggak pernah lebih dari tiga puluh menit. Pas aku nonton sesuatu seperti itu, aku selalu kepikiran tentang pelajaran dan buku-buku yang seharusnya selesai aku baca.” Sesaat Floriska terdiam. Lalu dia memandang Arga dengan serius. “Ga, apa menurutmu aku aneh? Banyak yang bilang aku aneh.”

Arga cukup terkejut mendapatkan pertanyaan itu. Perlu beberapa untuk dia menguasai diri sebelum menggeleng dan tersenyum.

“Nggak aneh kok, cuma unik.”


---------
---------

Hai-hai ketemu lagi dengan Kairos
Happy Monday
Next ke bab berikutnya ya^^

KAIROSWhere stories live. Discover now