Bab 29

3.5K 489 57
                                    

Update 2 bab. Jangan kelewatan bab sebelumnya ya ^^

“Bukan hidup dalam sebuah kebohongan yang terasa menyakitkan. Melainkan saat menyadari bahwa kenyataan tak seindah yang dibayangkan.”

^*^


“Aku tadi nyariin kamu pas istirahat. Kamu ke mana kok mendadak ngilang?” Marco bertanya setelah menjawab semua celotehan Bio tentang hal-hal yang hanya mereka berdua mengerti. Dia sedang mencuci perlatan makan dan Bio berdiri di sebelahnya, membantunya. Sementara Floriska membersihkan meja.

“Oh, aku tadi mules. Jadi lama di toilet.” Dustanya. Semakin sulit baginya menjaga jarak dari Marco. Cowok itu seolah merengkuhnya semakin erat sampai dia sulit bernapas.

Betapa jatuh cinta itu aneh, ketika dia begitu merasakannya tapi tidak bisa menikmatinya.

Marco menoleh sebentar. “Sekarang nggak apa-apa?”

Floriska hanya menggeleng ringan lalu Marco kembali meneruskan pekerjaannya.

Diam-diam cewek itu mengamati, apakah hanya dia yang merasakan perasaan tak nyaman ini? Karena Marco sepertinya mudah saja menjalaninya. Tapi Marco selama ini memang sudah menyukainya. Cowok itu sudah terbiasa dengan perasaannya, terbiasa dengan kehadiran dirinya dengan perasaan yang lebih dari sebatas sahabat. Sementara Floriska berbeda.

Marco pun memiliki pikiran sederhana, dia melakukan semua hal yang dia sukai tanpa perlu susah-susah memikirkan hal lain. Pikirannya tidak serumit dirinya. Dan Marco tidak memiliki pengalaman pahit tentang kegagalan sebuah hubungan. Sementara Floriska mengalaminya. Dia adalah penonton setia pertengkaran kedua orangtuanya dan korban dari kegagalan hubungan mereka. Dia tak bisa membayangkan dirinya dan Marco seperti itu suatu hari nanti.

“Kak Flo, pakan ikanku habis. Selesai bantu Kak Marco, aku mau beli ya?” Bio berkata sambil melap sendok. Membuyarkan lamunan Floriska.

“Oke. Ambil uangnya di toples di atas kulkas. Langsung pulang, jangan mampir ke mana-mana.” Pesan Floriska.

Bio pun akhirnya pergi. Meninggalkan Floriska dan Marco berdua. Membuat Floriska berdebar dan cemas. Mungkin saat inilah kesempatannya untuk berbicara. Karena jika mereka nanti bertengkar, Bio tidak akan melihatnya.

Tapi bagaimana cara memulainya?

Floriska menghampiri bak cuci, membasahi serbet di bawah pancuran air sementara Marco masih mencuci panci dan wajan. Sesaat Floriska menyadari, bahwa kegiatan yang paling disukai Marco di rumah ini adalah mencuci piring. Dia tak perlu diminta untuk mengerjakannya. Pun seringkali Floriska mendapati Marco bernyayi dan bersiul ketika sedang mengerjakan hal itu. Cowok itu begitu menikmatinya.

Sayangnya sekarang bukan waktu yang tepat untuk memikirkan hal itu.

“Ko, boleh aku ngomong sesuatu?” Floriska memulai.

“Boleh dong,” jawabnya sambil tersenyum. Dan senyum itu indah.

“Kamu masih pengin aku ngejawab pertanyaan kamu yang kemarin?”
Marco membalas santai. “Kalau kamu nggak pengin ngejawab  juga nggak apa-apa kok.”

Seketika Floriska lega mendengarnya. Mungkin semua akan berjalan lebih lancar daripada perkiraannya.

“Lalu bagaimana perasaanmu ke aku sekarang?”

Marco menghentikan kegiatannya. Memandang Floriska sambil tertawa kecil. “Aku selalu menyukaimu, Flo.”

“Masih menganggapku sebagai pacar?”

“Tentu.”

“Bagaimana kalau aku tiba-tiba pacaran dengan Arga?”
Floriska menahan napas. Marco tertegun sesaat, lalu menutup kran. Dan suasana menjadi hening total.

KAIROSTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon