BAB 14

4.5K 602 112
                                    

"Kamu bisa saja menceritakan kebohongan ke semua orang, tapi terkadang ada seseorang yang tak kamu duga yang bisa membaca isi hatimu yang sebenarnya."

^*^

Floriska berjalan menyusuri tepian lapangan basket sore itu setelah menghabiskan waktu sekitar satu jam di perpustakaan sendirian sembari menunggu waktu latihan drum band Bio berakhir.

Sekolah sudah nyaris sepi, yang terdengar hanyalah bunyi berisik bola yang memantul di semen, dan teriakan-teriakan cowok-cowok yang meredam bunyi langkah kaki Floriska.

Lima cowok terlihat sedang bermain basket di sana. Dua cowok berasal dari kelas IPS dan tiga cowok berasal dari kelas Floriska. Salah satu di antara mereka adalah Marco, yang sudah menanggalkan kemeja batiknya dan menyisahkan kaus hitam membalut kulitnya.

“Kalau main yang bener dong, Lang, lemes amat deh,” tegur Marco sambil mengumpani bola ke cowok yang tampak tak bergairah untuk bermain basket.

“Habis diputusin ceweknya tuh, Ko. Si Bella, adik kelas,” cengir Ibram.

“Beneran? Yang lo tembak pas MOS dulu?” Marco ingin diyakinkan.

“Yoi, yang dulu itu loh. Yang cara nembaknya bikin heboh guru-guru.” sahut Ibram lagi dengan terbahak.

“Lo sedih amat sih, cari yang lain lah, Sob! Kayak cewek di dunia ini cuma satu aja,” sambung Haris anak IPS dengan geli. “Lo mau gue kenali sama temen adik gue? Banyak tuh biasanya ngumpul di rumah.”

Galang yang kisah cintanya sedang dibuat bahan bullying hanya menggeleng pasrah dan kentara sekali bahwa cowok itu sedang kehilangan selera humor parah.

Marco menghampirinya, lalu menepuk pelan punggung Galang.

“Kalau lo suntuk, entar malam gue temenin jalan deh. Mau ke mana terserah lo,” ujarnya menghibur tanpa ikutan mem-bully. “Gue juga mau bantu kalau lo butuh bantuan buat baikan sama cewek lo,” lanjutnya membuat Galang akhirnya tersenyum.

Floriska mengamati semua itu. Seulas senyum timbul di bibirnya. Meskipun hobi menonjok orang, Marco sebenarnya adalah cowok baik. Seketika dia merasa kehangatan menjalari sekujur tubuhnya.

Kehangatan yang selalu muncul ketika dia mendapati Marco bercanda dengan Bio. Atau…  kadang-kadang, ketika cowok itu mendadak berpaling padanya lalu tersenyum lebar seperti saat ini.

“Flo!” sapa Marco ceria membuat Floriska kaget. Karena dia pikir, Marco pasti marah dengannya karena siang tadi sudah mengusirnya dari perpustakaan. Memang dasar Marco manusia aneh, atau mungkin dia memang sudah menyadari kesalahannya. Mungkin juga masalah percintaan Galang mendongkrak mood-nya.

Entahlah.

Floriska melambaikan tangan. Marco berlari ringan menghampirinya.

“Kok masih di sini? Jam berapa Bio pulang dari latihan drum band? Kirain kamu udah pulang dari tadi,” lanjut Marco.

“Nih, mau balik. Setengah jam lagi Bio selesai latihan.”

“Oh oke, aku juga mau balik kok,” jawab Marco. “Tunggu bentar, aku ambil tas dulu.” Marco berbalik lalu memungut tas dan seragamnya. “Gue duluan ya?” pamitnya pada teman-temannya yang balik melambai.
Mereka berdua pun berjalan beriringan menyusuri jalan setapak menuju tempat parkir sekolah.

“Ko, kamu beneran nanti malam mau ke luar sama Galang?” tanya Floriska.

“Belum tahu. Entar Galang ngechat aku kalau jadi ngajak ke luar. Kenapa?”

“Nggak apa-apa sih. Cuma, aku nanti mau ke luar sama Bio ke toko buku. Peralatan tulis dia kan udah banyak yang habis. Jadi, mungkin aku bakal sekalian makan di luar sama Bio.”

KAIROSDär berättelser lever. Upptäck nu