51. Membuka Mata

72 8 0
                                    

Jangan pernah mencoba menjadi orang lain. Jadi dirimu saja, itu sudah cukup untuk membuatmu menemukan bahagia.

♡♡♡

Dia benar-benar datang.

Untungnya ia tidak perlu melihatku menangis, karena pasti wajahku akan sangat memalukan sehabis menangis.

Mama juga sudah keluar dari ruang operasi, sekarang beliau masih di ruang observasi sebelum dipindahkan di ruang inap biasa. Operasinya berjalan lancar.

Aku tidak bisa untuk tidak bersyukur untuk itu.

Sekarang, aku sedang duduk di ruang tunggu dengan dia. Kami hanya beberapa kali membuka percakapan kecil lalu kemudian saling diam lagi.

Jujur, aku tidak tahu ingin berbicara apa padanya. Di samping kenyataan aku tengah malu karena menangis dan menelponnya.

Ah, kenapa aku semenggelikan itu sih tadi?

Dia juga tidak membuka suara. Sedari tadi ia sibuk dengan ponselnya, entahlah. Aku juga tidak tahu apa yang sedang ia kerjakan.

"Operasi mama lancar?" Ia membuka suara lalu menaruh ponselnya. Menatapku dengan matanya yang hangat.

Aku mengangguk sambil tersenyum kecil.

"Syukurlah. Oh iya, tadi Sya kenapa? Kok nangis?"

Aduh, kenapa ia menanyakannya lagi sih? Aku bahkan tidak tahu harus menjawab apa.

"Gapapa kok..." balasku pelan. Tidak berani membalas tatapannya.

Rasanya begitu canggung.

Duduk di sebelahnya tak lagi membuatku nyaman.

"Gak mau cerita nih?"

Aku menoleh, kemudian meringis kecil saat ia menatapku masih sama hangatnya seperti dulu. "Sya bingung mau cerita apa."

"Cerita apa aja, kayak dulu."

"Kakak aja yang cerita."

"Kakak gak tau mau cerita apa."

"Sama, Sya juga."

"Padahal kakak ke sini buat dengerin cerita Sya loh."

"Kenapa?"

"Karena kakak masih peduli sama Sya."

Aku tertegun begitu saja ketika mendengar jawabannya. "Kenapa?" lirihku.

Kenapa?

Padahal kamu duluan yang menjauhiku, tapi kenapa kamu berkata seakan aku yang jadi tokoh antagonis di sini?

Ia menghela napas pelan. "Tau gak kenapa Kakak ngejauhin Sya akhir-akhir ini?"

Belum sempat aku menjawab, ia langsung menyambar lebih dulu. "Karena Kakak kecewa sama Sya."

Aku mengatupkan bibir.

Rasa bersalah itu langsung menghantamku.

Iya, akulah tokoh antagonisnya dalam kisah ini.

Akulah yang salah.

"Maaf..." ucapku sembari menunduk dalam, meremas kuat kedua jemari tanganku sendiri.

Ia hanya tersenyum. Meski aku tidak melihat ekspresinya, tapi aku yakin ia sedang tersenyum di sampingku ini.

"Sya janji bakal berubah. Sya janji bakal-"

"Jangan janji apapun. Jangan nyoba jadi siapapun. Jadi diri sendiri aja, karena itu yang bikin Sya bakal nemuin bahagia."

♡♡♡

52 Reasons Why I Love You Where stories live. Discover now