Intro: Elang

645 108 24
                                    



Perasaan menjadi anak yang tidak diinginkan?

Sedihnya, sakitnya, pilunya, terasingkan.

;
23 tahun menjalani hidup, aku tumbuh dengan hal-hal seperti itu.


Dicaci, dimaki.

Ayah kandungku bahkan enggan menganggapku sebagai bagian dari keluarga besarnya; karena aku hanyalah anak haram dari seorang selingkuhan yang hampir membuat rumah tangganya hancur disebabkan istrinya tau bahwa dia mendua, hingga bahkan aku datang, dan turut serta membuat perempuan baik itu bertanggung jawab untuk dapat membesarkanku.


Pahit? Hidupku jelas begitu.


Ada banyak kemewahan dan fasilitas yang aku nikmati. Namun semuanya tak sebanding dengan apa yang harus ku lalui setiap hari.

—Entah itu Papa; nada tinggi dan sikap sarkasnya. Atau mungkin Nanny; ibu dari Fany—istri Papa. Yang selalu saja membandingkanku dengan sosok Irene maupun Saga; anak-anak papa yang lain, juga saudara tiriku.


Yah... Mungkin bagi orang-orang yang berhati sabar; itu tak seberapa dengan apa yang bisa kalian nikmati sebagaimana kehidupan anak sultan.

Tapi untukku, —si sumbu pendek Elang Danuartha. Itu jelas sangat memuakkan!

Aku geram dengan kelakuan mereka yang tak ada hentinya setiap hari; tapi sayang terjebak karena tak bisa pergi kemana-mana.

Alasannya?

Aku tak punya rumah.

Tidak ada tempat yang bisa ku tuju selain mereka.

Ibuku pergi; aku mendapat banyak sekali info dari orang-orang kepercayaanku, kalau dia ada di New York dan bersenang-senang dengan banyak sekali pria berdompet tebal.

Dia... Kelihatan sangat bahagia.

;
Senyum lebarnya tak pernah lelah menghiasi foto-fotonya.

Membuatnya kelihatan jauh lebih muda, setelah terakhir kali aku melihatnya; tepat 17 tahun yang lalu, —didepan rumah Papa.


Hingga, jujur; kadang itu membuatku berpikir jika ibu tidak membutuhkanku.


Dia... tidak merindukanku, selayaknya aku merindukannya.


;
Saat Ibu berkata agar aku tinggal bersama Papa; maka aku seharusnya menyadari, jika dia memang benar-benar membuangku.


Pada dasarnya hanya aku yang terlalu naif.

—Bodoh, karena aku takut meyakini.

Padahal jelas-jelas, 17 tahun berlalu begitu berat. Segala derita dan sakit hati; seharusnya aku tau bahwa Ibu tidak akan ingin memahami.


Lantas...


"Farest—"

"Hm? Apa gue harus kirim orang buat ke New York lagi?"

"No."

"Oke, terus?"

"Mau berhenti nguntit nyokap."

TOO GOOD -ChaeKyulWhere stories live. Discover now