Bagian Extra

377 31 2
                                    

Pagi yang indah.

Matahari bersinar hangat, sehangat senyuman yang Attaya berikan kepada teman-teman sekolahnya. Attaya sedang senang hari ini.

Attaya punya pacar, pemirsa!!

Ya.. Tidak bisa disebut pacar juga sih, mereka hanya lebih dekat dan ehemmm.. Doinya lebih hangat dan perhatian kepada Attaya. Coba tebak siapa lelaki yang sangat beruntung mendapatkan dirinya?

So pasti Devan, mamen.

Kilasan saat Devan yang mengatakan dirinya adalah istri di masa depannya, membuat sekujur tubuh Attaya kembali menghangat.

Attaya benar-benar bahagia.

Karena sekarang, ia juga bisa seperti Via dan Rio yang sering menodai jiwanya yang suci dengan tingkah mereka saat bersama. Ya.. Meskipun agak sedikit berbeda. Tapi Attaya benar-benar bahagia, di garis bawahi!!

Asyik memikir Devan yang entah sedang apa, Attaya tak sadar bahwa ia sedang melewati koridor yang baru saja di pel. Akibat keteledorannya, saat ini Attaya sudah duduk cantik di atas lantai yang basah.

Attaya mendesah pelan, sampai kapan ia akan memelihara sifatnya yang satu itu. Ceroboh.
Beruntung koridor yang ia lewati sedang sepi, jadi Attaya tak perlu menanggung malu karena kelakuannya itu.

Saat Attaya masih meluruskan kakinya yang sakit tertekuk, suara langkah kaki datang mendekat. Ah, andai Devan di dunia nyatanya mempunyai kekuatan seperti di dunia mimpi, Attaya yakin ia lebih rela untuk terus kesakitan agar dekat dengan Devan.

Baik di dunia mimpi maupun dunia nyata, terlalu memikirkan Devan itu tidak baik. Tidak baik pada jantungnya, perutnya dan wajahnya yang mulai menghangat.

"Attaya.." suara berat itu memanggilnya. Attaya kenal suara itu, ia tersenyum senang.

Ia menoleh dengan semangat, melihat.. kulit hitam sepupunya yang menatap geli dirinya. "lo ngapain duduk di situ? Casting buat iklan ngepel lantai?"

Attaya menyesal, sungguh. Sudah dibilangkan terlalu memikirkan Devan  selalu tidak baik untuk dirinya. Salah satunya ini.

Attaya menah kesal, bercampur sedikit malu. Ia menatap galak sepupunya yang sedang menahan tawa.

"bantuin kek. Sakit nih kaki gara-gara kepelesat. Lagian apa banget sih nge pel kok basah kayak gini." gerutu Attaya.

"ya itu karena lo ceroboh Attaya. Lagian nge pel itu kan pake air, idoy, wajar kalau basah. Emang ya kalau salah suka ngelimpahin ke yang lain." ucap Rio gereget sambil membangunkan Attaya. Tak lupa toyoran sayang mendarat di kepala sepupu tercintahnya.

"emang lucknut lo,- Aww!" rintih Attaya saat sepasang kakinya ia paksa melangkah. Berada di dekat Rio bukan hal yang baik saat ini.

Rio berdecak, ia membawa Attaya ke kursi di dekatnya. Dilihatnya memar yang tercetak di kaki Attaya. Tepatnya di pergelangaan kaki.

"memar Tta." lapor Rio.

Attaya mendesis menahan nyeri. Apa ini, bukannya saat di dunia mimpi lebam dan memar menjadi makanan sehari-harinya. Lalu, kenapa sekarang begitu sakit?

"gue bawa ke uks ya?"

Attaya menggeleng keras. "bantu gue buat ke kelas aja. Biar gue obatin sendiri."

"lo kalau idoy gak usah kebangetan deh. Pake apa lo obatinya. Pake air pel?"

Attaya mengeryit tak suka ke arah Rio. "apasih, gue lagi sakit juga malah ngatain idoy mulu. Ntar gue kompres di kelas pake air hangat."

Mimpi (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang