Bagian IV

911 60 3
                                    

Hollaa!!
Cuss Bacaa :D

***

Attaya merasa lelah yang tak terhitung lagi. Cowo yang berjalan didepannya ini memang tidak bisa dipercaya, sangat keterlaluan!

"apa masih jauh?" tanya Attaya kesekian kalinya.

"sebentar lagi." jawab Devan, juga kesekian kalinya.

Sebentar jika artinya memang sebentar dan hanya sebentar tidak apa. Tapi..

Sampai sepuluh menit kemudian pun, mereka masih tetap berjalan.

Attaya menyeka peluh yang bercucuran dari pelipisnya. Nafasnya sudah memburu, bahkan kakinya sudah lemas, seakan tak kuat menopang tubuh Attaya.

Terik matahari yang memayungi mereka menambah dahaga Attaya, belum lagi dress dan sepatu ber-hak tinggi yang ia pakai sangat tidak nyaman. Fikss Complicated!!

"apa masih jauh?" tanya Attaya lagi, berharap jawaban yang diberikan Devan berbeda dengan yang sebelumnya, sama dengan harapannya.

"sebentar lagi." jawab Devan, yang nyatanya tak seperti yang Attaya harapkan.

What!

Attaya membelakkan matanya, bahkan mulutnya terbuka penuh, "apa!! Lo.. Gue itu udah capek Devan. CAPEK! Kita udah jalan daritadi dan yang lo bilang hanya sebentar lagi? Sebentar lagi!? Definisi sebentar lo itu berapa lama sih?" omel Attaya, rasa kesal Attaya yang sedari tadi ditahannya meluap. Dadanya bergerak naik turun, berbanding terbalik dengan Devan yang masih melangkahkan kakinya dengan tenang.

Attaya sungguh-sungguh, ia sudah sangat-sangat merasa lelah. Rasannya mereka sudah menempuh perjalanan yang memang benar-benar jalan hampir sehari..-

"sekitar 200 detik kita baru mulai jalan dan sebentar lagi, memang sebentar lagi kita akan sampai." jelas Devan, sejelas-jelasnya, membuyarkan pikiran Attaya.

DOUBLE WHAT!!

Jadi ia baru jalan sekitar 30 menit lebih!

Sepertinya Attaya memang tidak ditakdirkan untuk berletih-ria.

"tapi gue ben.. Ahh!!" ocehan Attaya terpotong, berganti dengan ringgisan-hampir menjerit- yang keluar dari bibir kecilnya.

Devan yang mendengar ringgisan Attaya langsung berbalik badan, menempatkan badannya untuk berjaga sekaligus melindungi Attata.

Matanya yang tajam terlihat kesana kemari, mengamati sekitar dengan seksama.

Devan melihat sebuah titik yang bergerak, membesar seiring jarak yang telah dihapus. Ia juga mendengar suara tapal kuda yang semakin memdekat semakin jelas.

Ringkikan kuda itu terdengar jelas, dua kaki depannya terangkat bahkan penunggang kuda itupun sedikit terjengkang kebelakang.

Dengan jelas Devan bisa melihat si penunggang itu, walaupun wajahnya terhalang oleh topeng besi yang ia kenakan.

Attaya berjinjit, melihat orang dibalik tubuh tegap Devan yang mungkin melukainya. Attaya mengeryitkan dahinya, orang itu seperti penjaga kerajaan saja. Dari ujung kuku sampai ujung kepalanya memakai baju besi, walaupun bukan pedang besar yang ia bawa melainkan beberapa anak panah juga busur yang ia selempangkan di belakang punggungnya.

Mimpi (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang