Bagian XIII

317 27 0
                                    


Holaho epribodeeh..
Back to school ya hari inii..

Aku juga come back ngasih kelanjutan cerita mimpi ini.. Monggo di baca😁

Semoga seneng

###

"dreamor.."

Dreamor

Sekarang Attaya tahu siapa-dan apa- dreamor itu. Sekarang ia mengerti kenapa hampir semua penduduk merasa takut dengan sosok tinggi hampir dua meter itu. Sekalipun lebih tinggi, Attaya tidak bisa menatap wajah sosok itu. Ada kabut hitam yang menghalanginya.

"hai pena.." suara berat dengan nada mendayu membuat Attaya merinding seketika. Bulu kuduknya langsung berdiri ketika sapuan angin menerpa lehernya. Attaya tertegun saat melihat wajah yang tadinya diselimuti kabut tipis itu memudar, menampilkan sosok yang tadinya menyeramkan semakin menyerakam.

Tak sadar Zee, Devan bahkan panglima Had yang tadinya hanya melihat kejauhan, beringsut mendekati Attaya. Melindunginya.

"haha.. Jadi ini pena yang akan membebaskan dunia mimpi. Menyela padahal aku sudah mengincarnya sekian lama.

Attaya terkesiap sadar, irisnya ganti menatap Devan yang berada disisinya.

"apa yang kau lakukan disini, dreamor?" Had yang berada didepan Attaya berseru bertanya.

"aku? Hanya berjalan-jalan mencari angin." jawabnya lugas. "dan memenuhi undangan, tentu saja." lanjutnya menatap satu titik dan tersenyum.

Diam-diam Attaya mengikuti arah pandangnya, sedikit memutar kepalanya.

"jadi, kau lah sang pena itu? Hmm?" tanya Dreamor menatap Attaya.

Sekilas Attaya menatap Devan yang mengangguk, "iya."

"benarkah? Bukankah kau hanya gadis manja didunia mu?" tanya Dreamor jemawa, menepis sedikit rasa takut Attaya, berganti tak suka.

"tapi semua orang pasti berubah. tentu saja, aku tahu itu." lanjutnya sambil mengangguk-anggukan kepalanya, menyetujui ucapannya sendiri.

"sayangnya, perubahanmu belum cukup untuk mengalahkanku, Nak. Kau masih harus banyak belajar."

"lima hari lagi, lima hari lagi aku akan menemuimu kembali. Kita akan bertarung memperebutkan siapa yang pantas untuk mengakhiri kisah ini, membawa takdir untuk dunia mimpi. Saat itu, aku harap kau sudah sepadan untuk melawanku. Aku tidak mau terlalu mudah untuk menjadi seorang pemenang, tentu saja." ucap Dreamor yang lalu menghilang sesekon kemudian.

*-*

Kursi-kursi disusun melingkar menyesuaikan, suara hewan liar memecah sunyi yang tercipta. Aki sudah kembali pada sore harinya, Panglima Had sendiri yang membebaskannya. Selepas makan malam tadi, mereka berniat mendiskusikan tentang Dreamor dengan segala ucapannya.

Undangan dan pertarungan. Itu yang mereka bahas kali ini. Diskusi yang diadakan dirumah Aki itu tertutup, tidak terbuka seperti biasanya. Hanya Attaya, Aki, Devan, Zee dan panglima Had yang berkumpul.

"ya, siapapun itu pasti telah bersekongkol dengan Dreamor. Siapapun itu, kita harus berwaspada." ucap Aki sambil mengelus janggut putihnya.

"Attaya bagaimana dengan kisah yang telah kau tulis?" tanya Aki.

"ng.. Sedikit lagi."

"segera tuntaskan untuk kau kirim secepatnya. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi, dan aku tidak bisa menebaknya. Jadi lebih baik kita segera mengantisipasi dengan menyicil semua tugasmu."

"kita harus segera menyiapkan strategi untuk melawannya." Zee menyaut mengingat pertarungan yang akan terjadi.

"benar. Akan ada 3 babak, dan 2 diantaranya kita harus menang. Aku sudah menyiapkan 3 orang dari pihak kita yaitu Attaya, Devan dan Zee."

Attaya terkejut saat namanya disebut pertama kali. "apa, aku..?" tanyanya sambil menunjuk dirinya sendiri. Lagi-lagi otaknya lamban untuk mencerna semua ucapan Aki.

"ya, kau Attaya. Kau akan melawan Dreamor untuk pertama kali. Lalu Devan dan terakhir Zee. Semoga rencana ku berjalan dengan baik." harap Aki sambil mengusap jenggot putihnya.

"tapi Aki, aku tidak bisa.. Aku.." Attaya terbata-bata berucap bahwa dia bahkan tak kuat untuk mengangkat pedang sekalipun. Sekarang dirinya harus dihadapkan dengan melawan Dreamor yang mungkin sudah level luar biasa tingkat bertarungnya. Bukannya menang, Attaya hanya akan menyusahkan dunia mimpi lagi.

"aku tahu apa yang kau maksud Attaya, tapi peraturan adalah peraturan. Lagi pula, kau bisa belajar lagi dengan Had Aku tahu kau pasti akan menguasainya sekalipun dalam lima hari."

Itu benar, Attaya hanya punya lima hari, dan selama lima hari setidaknya ia harus semenakjubkan Dreamor. Untuk kesekian kalinya, Attaya kembali pesimis dengan dirinya.

"baik aku mengerti. Aku akan meminta bantuan untuk pasukan dari kerajaan. Kita pasti akan membutuhkannya kalau-kalau keadaan tidak terkendali."

"jangan!" Aki langsung berseru menolak mendengar ucapan Had. Kakek tua itu menggelengkan kepalanya dengan tegas.

"jangan, jangan meminta bantuan dari kerajaan atau bahkan berbicara ini dengan sang raja. Aku punya firasat buruk tentang itu."

*-*

Attaya kembali menatap langit malam dengan perasaan hampa. Ia kembali pada titik dimana dirinya tidak oercaya dengan kemampuannya sendiri.

Tidak, Attaya bukannya tidak percaya dengan sebuah proses. Tapi dalam lima hari Attaya harus benar-benar menguasai teknik bertarung terdengar tidak mungkin. Mustahil. Lagipula, Attaya merasa apa yang ia pelajaripun belum cukup untuk melawan Dreamor. Sosok yang bahkan menunduk pun terasa sekali aura seramnya.

Belum lagi, ia harus segera merampungkan tulisannya. Mimpi-mimpi dari rakyat didunia mimpi. Attaya harus fokus untuk dua hal yang benar-benar penting dalam kurun waktu kurang dari seminggu. Yang benar saja!

Attaya bukan Zee yang pandai bertarung, atau Aki yang mengetahui segalanya, Atau bahkan Devan yang mengetahui semuanya. Attaya hanya Attaya, gadis yang dulunya manja dan tak peduli apapun yang kini dihadapkan dengan masalah diluar pikirannya. Ia kembali mengingat apa yang sudah terjadi padanya didunia mimpi sebelumnya.

Dimulai dengan Attaya yang tidak tahu apa yang ia tulis waktu kecil, Beruang besar, lembah harapan, nenek Key, lalu dreamor. Rangkaian perjalan yang ia lalui di dunia mimpi dan berakhir dengan dirinya yang harus melawan Dreamor?

Attaya menhela nafas berat. Ia kembali putus asa.
Ia kembali menyerah.
Ia kembali.. Ahh, sudahlah.

Attaya menatap lamat satu bintang dilangit gelap. Bintang yang cahayanya mulai pudar dan posisinya cukup jauh dari bintang-bintang lainnya.

Kalau saja, kalau saja Attaya bisa sedikit menguasai pedang untuk melawan Dreamor, atau pikirannya bisa segera untuk menyelesaikan skenario dunia mimpi. Mungkin bebannya tidak akan seberat ini.

Jadi, bolehkah Attaya sedikit bermuluk berharap untuk itu?

Tiba-tiba Attaya merasa sekelilingnya menjadi terang sekali. Sinar matahari seakan jatuh hanya untuk dirinya, membuat matanya menyipit karena terlalu silau. Kesiur angin meniup dirinya, membuat udara menjadi lebih dingin.

"Attaya apa yang terjadi?" tanya Devan yang menghampiri Attaya saat cahaya yang mengerubunginya telah hilang. Devan mengawasi semua yang Attaya lakukan karena takut Attaya kemabali melarikan diri seperti sebelumnya. Dan saat pergelangan tangannya mengeluarkan cahaya yang semakin terang sampai menutupi tubuh Attaya, ia tahu Attaya sudah melakukan sesuatu.

Tubuh Attaya masih menegang kaku, bahkan saat Devan mengguncang tubuhnya pun Attaya masih terdiam. Seperti saraf responya mati akibat cahaya tadi.

Cahaya..?
Tadi itu apa??

Lalu Attaya merasa lemas di seluruh tebahnya. Kepalanya menjadi tiba-tiba berat.. Dan semuanya menjadi buram.

Saat kesadarannya sudah menurun, Attata baru sadar bahwa Devan ada disampingnya dengan raut khawatir. Sekelilingnya menjadi gelap, dan Attaya menutupnya dengan senyum tipis di bibirnya.

Mimpi (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang