EPILOGUE

25.1K 2.1K 711
                                    

Halo kita sampai di epilogue. Tolong semua author note-nya dibaca ya di awal ataupun akhir. Semoga kalian suka. Semoga sekalipun kalian menangis akan ada senyuman bahagia. Semoga tidak mengecewakan karena aku menyukai akhir ini. Ending yang aku dedikasikan untuk kalian semua yang mengharapkan kisah Kookri berakhir bahagia. Sungguh, terima kasih sudah sampai di sini. Tolong berikan purple love-nya ya di line ini kalau kalian membaca. Untuk terakhir kalinya.Dan tetap jangan love vote ataupun komen.


===


Katanya takdir itu tidak bisa dirubah. Yang bisa berubah itu nasib, di mana semua tergantung apa yang kita lakukan. Diberi kebebasan antara menyelamatkan dan diselamatkan atau berakhir pada kesialan. Tetapi ada pula yang mendeskripsikan tentang takdir absolut dan takdir relatif—keduanya dengan pengertian serupa; mengacu pada dua berlawanan, yang tetap dan yang bisa diubah. Lalu siapa yang mengatur takdir itu sendiri? Kalaupun semesta berkehendak, mengapa harus ada pengulangan dan kilas balik yang menyiksa? Tidakah seperti memberi peringatan agar menemukan sebuah celah?

Entah Kim Jungkook itu memang kelewat nekat, keras kepala, terlalu ambisius atau mungkin sudah sinting, melawan takdir adalah satu-satunya yang dia pikirkan. Tak ada rasa takut seolah hanya tinggal membalikan tangan. Terlalu percaya diri sampai menemukan kenyataan ada beberapa hal yang terlewat dan menyadarkannya di mana melampaui bukanlah hal mudah.

Sebut saja semesta kelewat kagum dengan Jungkook yang tak mau menyerah. Percaya bahwa celah dapat ditemukan dan menuntunnya pada perubahan. Perasaan mengebu yang tak pernah berubah membuat semesta tergerak kembali mempertemukan. Menyajikan waktu untuk saling memadu cinta sampai pada akhirnya takdir kembali mengambil alih. Rasanya malah lebih kejam daripada sedari awal tak perlu dipertemukan kembali.

Jungkook berdiri di depan sebuah makam. Setelan berwarna hitam rapi dikenakan. Berkabung. Bunga dipegang erat sambil menunduk memberikan bela sungkawa. Perlahan berlutut dan meletakan bunganya di gundukan tanah dengan batu nisan bertuliskan marga Kim tersebut.

"Terima kasih."

Jungkook mendongak dan memberikan senyuman pada Taeri yang baru saja kembali mengurus beberapa hal ke kantor pemakaman. Jungkook langsung bangun dan menepuk-nepuk celananya padahal tak ada yang kotor. Memastikan bahwa dirinya benar-benar baik di depan sang kekasih.

"Sudah selesai?" tanya Jungkook lembut.

Taeri mengangguk. Sebelum memutuskan untuk pergi, dia kembali berlutut di samping makam, walaupun sebelumnya—saat pertama kali datang—sudah melakukannya. Di atas gundukan tanah ada dua bunga dari Jungkook dan darinya. Berbicara dalam hati entahkepada siapa saja yang mendengar—apapun yang terbaik untuk sang Ayah. Kemudian langsung bangkit dibantu Jungkook karena mengenakan sepatu hak tinggi berwana hitam yang senada dengan pakaiannya.

Lengan Jungkook dilingkarkan pada pinggang Taeri ketika gadis itu serasa ingin jatuh. Terlalu sigap membuat jarak yang tak terlihat. Senyuman cerah tampak di wajah Jungkook, sementara Taeri menatap dengan garang. "Jungkook, ini pemakaman."

"Aku hanya membantu pacarku yang mau terjatuh," jawab Jungkook sambil mengedikan bahunya tanpa rasa bersalah.

Taeri hanya mendengus sambil jalan menuju mobil yang segera disusul oleh Jungkook.

Masih pada takdir dan semesta yang mempermainkan alur hidupnya. Takdir aboslut memang mustahil dirubah. Namun karena selama ini terlalu fokus pada menghadapi dan mengubah takdir, tidak menyadari satu hal, apakah memang takdir menggariskan yang sama? Mungkin di kehidupan sebelumnya takdir memutuskan perpisahan, tetapi yang berikutnya? Tidak ada yang tahu bukan? Mungkin alasan mengapa mimpi-mimpi itu datang karena semesta memperingati. Karena takdir tak ingin sesuatu yang sama.

LIMERENCE ✓Where stories live. Discover now