Bab 6 - Sebuah Awal

202 30 0
                                    

Seringnya, aku terlalu berlebihan dalam mengartikan sebuah perhatian yang kamu berikan. Hingga tak menyadari perhatian yang sama darimu juga orang lain dapatkan.

💫💫

Alma duduk di bangku panjang yang ada di rooftop ini. Tangannya direntangkan sepanjang sandaran kursi sambil kepalanya mendongak, menatap langit dari balik kacamata hitamnya.

Hari ini Alma berniat menghabiskan waktu istirahatnya di sini. Hanya untuk duduk dan menenangkan pikiran, karena hari ini dia tidak membawa bekal. Dan rasanya sangat malas hanya untuk membeli makanan di kantin, mengingat di sana banyak hal yang bisa membuat moodnya kacau.

Cewek itu mengedarkan pandangannya ke sekeliling rooftop. Alma jarang pergi ke tempat ini, karena yah, seperti yang bisa dilihat, tidak ada yang menyenangkan di atas sini. Tapi tiba-tiba Alma berdiri, berjalan menuju pot---yang baru ia sadari keberadaannya---berjejer rapi di tepi rooftop dengan bunga-bunga yang sedang mekar dengan cantik. Siapa yang meletakkan bunga-bunga cantik di sini?

Cewek itu menyusuri jajaran pot itu, seperti sedang mengabsen, bunga apa saja yang ada di situ. Mulai dari bunga mawar, bunga matahari, bunga anggrek, bahkan bunga kaktus pun ada.

"Alma."

Mendengar namanya dipanggil, Alma lantas memutar tubuhnya dan mendapati Rahel berdiri dengan membawa plastik berisi es batu yang berbentuk kubus-kubus kecil.

"Nih," ucap Rahel sambil menyerahkan plastik itu pada Alma.

Alma menerimanya, kemudian berjalan menuju bangku panjang tadi diikuti Rahel. Mereka duduk bersebelahan. Alma mulai melepas kacamata hitamnya, lalu mengompres matanya dengan plastik berisi es batu tadi. Sedangkan Rahel hanya memandangi sahabatnya itu dalam diam. Kemudian wajahnya jadi sebal saat melihat Alma tidak berniat mengucapkan apa-apa padanya.

"You're welcome," ujar Rahel dengan nada sarkas.

Alma menoleh, kemudian terkekeh saat menyadari maksud Rahel. "Makasih ya," ucapnya sambil mengangkat plastik es batunya.

Rahel mendengus kemudian mengangguk. Kemudian cewek itu kembali memandangi Alma.

"Ma," panggil Rahel tiba-tiba, yang hanya di balas gumaman oleh Alma.

"Lo gak mau jujur?"

"Soal?"

Rahel menunjuk mata bengkak Alma dengan dagu.

Lama Alma diam, mengabaikan kalimat Rahel tadi. Hingga akhirnya dia bicara, tapi bukan untuk menanggapi Rahel. Cewek itu menunjuk jajaran bunga-bunga tadi. "Hel, liat deh, di sana banyak bunga cantik, masa. Ada bunga matahari juga. Gue heran, siapa kira-kira yang nanem?"

Rahel berdecak, lama dia menunggu jawaban Alma dan sahabatnya itu malah membahas hal lain?

"Ma, gue gak bakal percaya kalo lo bilang mata lo bengkak gara-gara nangisin drakor semaleman," kata Rahel dengan maksud menuntut jawaban.

"Ish, sahabat macam apa lo? Gak percaya sama sahabatnya sendiri," balas Alma dengan nada merajuk.

"Harusnya gue yang tanya itu ke lo!" tanpa sadar suara Rahel sedikit meninggi. "Sahabat macam apa lo yang tega bohongin sahabatnya sendiri?!"

Rahel tidak habis pikir, kenapa Alma sangat sulit untuk jujur padanya? Apa dia memang belum sepenuhnya percaya pada Rahel? Atau, Alma tidak nyaman berteman dengan Rahel?

"Ma, gue tau emang kita belum lama kenal. Bahkan, gue masih inget hari pertama kita kenal waktu Mos aja, kita udah adu mulut. Gak nyangka aja, sekarang kita bisa sedeket ini." Rahel tidak yakin dengan kalimat terakhirnya. Apa benar mereka sedekat itu? Atau hanya perasaannya saja?

Astrophile Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang