Bab 2 - Maaf Mengganggu

360 42 3
                                    

Katanya, usaha itu tidak akan mengkhianati hasil. Semoga saja itu bukan hanya bualan. Karena aku sudah terlalu menggantungkan harapanku pada kalimat itu.

💫💫

Belum habis kekesalannya tadi pagi, tapi Bintang harus bertemu lagi dengan penyebab rasa kesalnya saat pulang sekolah. Dia melihat Alma duduk di jok motornya dengan tangan menggulir layar ponsel.

"Heh, ngapain lo. Turun dari motor gue!" sentak Bintang. Cowok itu masih kesal dengan kejadian Alma mengambil ponselnya tadi. Ya, walaupun tanpa kejadian itu, Bintang akan tetap sewot jika berhadapan dengan Alma.

Alma sejenak terkejut, lalu mengalihkan pandangannya kearah Bintang. Seperti sebuah keharusan, saat bertemu dengan Bintang, maka Alma akan tersenyum. Meskipun cowok itu tidak.

"Lo tuh udah siang, tapi masih ganteng aja ya." bukannya menuruti ucapan Bintang, Alma malah cengar-cengir.

Dan seperti yang sudah-sudah. Bintang akan mengabaikan apapun yang dikatakan Alma. "Gue bilang turun dari motor gue! Lo milih turun sendiri atau gue tarik paksa!"

Mendengar ancaman itu, Alma malah menaikkan dagunya. "Coba aja!"

Bintang memandang Alma. Cewek itu masih santai duduk di motornya. Bahkan cewek itu tak peduli dengan roknya yang sedikit menyingkap. Dan Bintang tahu, di parkiran yang cukup ramai ini, selain perdebatannya dengan Alma, paha cewek itu turut membuat kebanyakan murid cowok yang lewat menyempatkan untuk menoleh kearah mereka.

Pantas seorang cowok itu sering dikatakan jelalatan. Karena itu memang kenyataan. Tapi sepertinya tidak semua, hanya beberapa. Dan, Bintang tidak memasukkan dirinya dalam kategori 'beberapa' itu.

Cih!

Bintang mendengus dalam hati. Sepertinya Alma hanya menganggap ucapannya sebagai ancaman kosong. Maka dari itu Bintang melangkah maju mendekat. Tapi belum sampai Bintang benar-benar menarik Alma, cewek itu sudah lebih dulu melompat turun dengan tergesa.

"Iya-iya ini udah turun." Alma memajukan bibir bawahnya. Tak lama, Alma kembali tersenyum lagi. "Tapi pulangnya nebeng ya?"

Bintang hanya menatap Alma dalam diam. Dalam hati cowok itu meringis, tuh cewek hobi banget nyengir. Gak capek tuh bibir.

Kemudian Bintang berjalan menuju motornya, melewati Alma begitu saja. Cowok itu memakai helmnya kemudian naik ke atas motor. Setelah itu, barulah Bintang menjawab. "Gak! Motor gue haram hukumnya buat dinaikin sama lo."

"Ih dikira gue babi apa, haram-haram. Lagian, gak ada tulisannya kalo gue haram naik motor lo," balas Alma sambil meneliti motor Bintang—mencari tulisan haram.

"Nanti gue bikin."

"Gak ada bukti, artinya hoax. Jadi gue boleh naik." cewek itu dengan lincah hendak naik ke motor Bintang. Tapi lagi-lagi suara cowok itu menghentikannya.

"Jangan coba-coba!" geram cowok itu.

"Ih Bintang. Kalo lo gak mau nganter, gue pulangnya gimana," rengek Alma dengan menggoyang-goyangkan lengan Bintang yang berbalut jaket itu.

"Ojol banyak."

"Ih gak mau."

"Yaudah, kalo gitu telpon supir rumah apa susahnya sih. Situ kaya kan? Masa supir aja gak punya."

"Iya supirnya punya, tapi mobilnya yang gak punya," ujar Alma cuek.

"Terserah kalo gitu. Bukan urusan gue," balas Bintang tak kalah cuek.

"Bintaaang, gue tuh lagi gak ada kuota sama pulsa. Gimana caranya gue nyuruh supir gue jemput? Pake telepati?" Alma berkilah lagi.

Cowok itu berdecak. "Apa gunanya title 'Anak konglomerat sombong' lo itu, kalo pulsa aja gak punya. Yakin lo kaya?"

Astrophile Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang