Bab 4 - Harusnya Aku

235 36 2
                                    


Seharusnya jangan terlalu cinta, jangan terlalu berharap, jangan terlalu peduli dan jangan terlalu percaya. Karena semua yang terlalu itu punya akhir yang sama. Terluka.

💫💫

"ALMA!!!" teriakan bernada frustasi itu membuat siswa-siswa yang berada di koridor lantai satu terlonjak kaget.

"BU LIA!!!" Alma balas berteriak yang diakhiri dengan kekehan. "Ada apa, Bu?"

Bu Lia yang semula berjarak tujuh meter dari Alma, kini mulai berjalan mendekat. "Alma! Sebenernya kemarin itu kamu paham gak sih apa yang saya omongin?!"

"Seinget saya, Ibu kemaren ngomong banyak banget. Jadi, omongan mana yang Ibu maksud?" tanya Alma dengan wajah sok polos.

Sedangkan Bu Lia hanya bisa memasang wajah frustasi. Saking frustasinya, Bu Lia merasa sangat ingin pensiun saat ini juga.

Sebelum kembali berbicara dengan siswi bandel di depannya ini, Bu Lia terlebih dahulu menarik nafas, kemudian menghembuskannya secara pelan. Begitu terus hingga dirasa emosinya mulai mereda.

"Kemarin, saya minta kamu ganti warna rambut, Alma," ucap Bu Lia dengan nada yang diamplas, alias halus.

"Oh yang itu, paham saya Bu. Ini, udah saya ganti." jawab Alma sambil jari telunjuknya memutar-mutar ujung rambutnya yang kini berwarna coklat gelap.

"Maksudnya, saya minta kamu buat ganti warna rambut kamu ke warna asli, Alma." Bu Lia masih mencoba sabar.

"Lah, Ibu gak ngomong. Mana saya tahu." bukannya merasa bersalah karena telah mempermainkan gurunya, Alma justru cengengesan. "Tapi yaudahlah Bu. Toh warna rambut saya yang sekarang gak terlalu mencolok."

"Tapi tetap saja. Itu melanggar tata tertib sekolah Alma." perlahan, kesabaran Bu Lia mulai habis. "Kamu tuh udah dihukum masih aja gak kapok. Sekarang kamu ambil sapu lidi di gudang, bersihkan halaman sekolah. Lalu, pulang sekolah nanti, kamu saya tunggu di ruang BK. Ada yang mau saya bicarakan."

Alma hanya bisa menghela napas kasar. Kemarin, hukuman Alma yang semula hanya membersihkan perpustakaan, jadi diperberat dengan membersihkan kamar mandi juga. Itu semua karena Alma mengeluh. Jadi, sebaiknya sekarang Alma segera membersihkan halaman sekolah. Daripada hukumannya ditambah.

***

Hukuman Alma selesai tepat bel jam pelajaran ketiga. Cewek itu melongokkan kepalanya ke dalam kelas, bersyukur belum ada guru. Siswa-siswi tampak tengah mengerjakan tugas. Cewek itu masuk ke kelas, kemudian dengan cepat mendudukkan tubuhnya ke kursinya.

Rahel yang semula tengah menulis di bangku depan, mulai menghampiri Alma dan duduk disampingnya. "Gue kira lo gak masuk."

Alma tidak menjawab. Cewek itu masih sibuk menyenderkan punggung dengan posisi kepala mendongak.

Rahel menatap Alma yang masih setia diam. Mata cewek itu terpejam, dan Rahel bisa mendengar napas cewek itu sedikit memburu. "Dihukum apa lagi sih emang?"

"Bersihin halaman."

"Lo sakit? Pucet banget," tanya Rahel yang sedari tadi melihat wajah Alma tampak pucat.

Alma dengan cepat membuka mata dan menegakkan tubuhnya, mengubah posisi menjadi menghadap Rahel. "Bawa lip tint gak?"

"Bawa," jawab Rahel kemudian menyerahkan sebuah lip tint kepada Alma.

Setelah itu, Alma membuka aplikasi kamera di ponselnya. Menjadikannya kaca, Alma memoles tipis bibirnya dengan lip tint berwarna natural milik Rahel. Alma tahu, lip tint adalah salah satu barang yang tidak boleh digunakan bersamaan dengan orang lain. Anggap saja ini keadaan darurat. Setidaknya itu cukup untuk menyamarkan bibirnya yang pucat.

Astrophile Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang