Another Reason

8K 837 58
                                    

Gue akhirnya terbang ke Singapore sekitar pukul sebelas siang dan sampai di rumah sekitar pukul satu siang. Sengaja gue menyiapkan makanan untuk makan malam meski gue belum memberitahu Ken kalua gue sudah ada di rumah saat ini.

Nyokap berpesan, katanya kalau rumah tangga baru itu ibarat adonan pondasi yang masih basah, masih sangat rapuh, tapi seiring berjalannya waktu, semen dan pasir akan semakin mengeras dan semakin kokoh. Dan sebelum pondasi muda itu hancur, harus ada yang mengalah. Dan satu-satunya kesalahan yang mungkin gue lakukan adalah ketika gue mengatakan bahwa gue hanya akan bertemu dengan temen-temen cewek, sedangkan di tempat itu ada Edwin. Itu mungkin alasan Ken meninggalkan gue begitu saja.

Semua persiapkan sudah gue lakukan dengan semaksimal mungkin, tapi sudah sampai hampir tengah malam Ken tidak memberi kabar. Dia juga belum pulang sampai saat ini. Apa gue harus menyusulnya ke kantor?

Gue coba menghubungi supirnya dan dia mengatakan bahwa Ken masih di kantor. Selarut ini? Apa dia tahu kalau gue bakalan pulang dan sengaja menghindari gue? Apakah dia akan menjadi sangat kekanak-kanakan seperti ini saat dia tidak menyukai sesuatu? Gue memilih untuk masuk ke kamar dan tidur. Mungkin kami memang membutuhkan waktu untuk menyelesaikan masalah ini.

***

Gue terbangun menjelang pagi, dan Ken masih belum terlihat di kamar. Akhirnya gue keluar dari kamar dan mencari Ken di ruang kerjanya. Dia tampak masih sibuk di depan laptop dengan lampu yang tidak menyala seluruhnya. Menyisakan remang-remang pancaran wajahnya yang terlihat karena cahaya laptop yang masih menyala.

Ken menyadari kehadiran gue dan segera menjatuhkan kepalanya ke sandaran kursi.

"Hei." Dia membuka lengannya dan meminta gue mendekat.

Dia bahkan tidak tampak marah sama sekali dengan kejadian kemarin.

Is he ok?

Gue malah berpikir kenapa suami gue mendadak aneh? Dia meninggalkan gue begitu saja di Bandung, sementara dia sibuk bekerja di sini dan gue tinggal dalam rasa bersalah karena sudah sempat mengobrol dengan Edwin tanpa sepengetahuannya, atau mungkin dia tahu.

"Hei, . . . is everyting ok?' Tanya gue begitu mendarat di pangkuannya dan dia menciumi leher gue.

"Hanya ada sedikit masalah tapi sudah teratasi."

"Masalah?" Tanya gue bingung, padahal saat terakhir kami semua masih baik-baik saja.

"Pabrik mengalami kebakaran, tapi tidak terlalu besar. Sudah dalam proses penyelidikan soal penyebab kebakarannya."

"So . . . itu alasan kamu ninggalin aku di Bandung?" Tanya gue shock.

"Sorry, tapi aku sudah minta tolong kakak ipar jemput kamu ke Bandung setelah acara kamu selesai."

"Aku pulang sebelum acara selesai setelah bikin onar di seluruh resort nyariin kamu." Gue memasang wajah cemberut

"Sorry." Dia tampak menyesali perbuatannya, tapi memulai perbuatan lainnya dengan jari-jemarinya yang terampil yang mulai bermain di balik kimono tipis berwarna merah marun yang gue kenakan.

"Aku pikir kamu marah . . ." Gue mengugut bibir.

"Karena kamu ngobrol dengan Edwin?" Sergahnya segera.

"Kamu tahu?" Tanya gue sedikit panik.

"Waktu itu aku ke ruangan untuk kasih tahu kamu soal rencanaku balik ke Singapore, tapi kalian semua lagi asyik ngobrol jadi aku pikir masalah ini nggak perlu ganggu liburan kamu bareng temen-temen kamu. Jadi aku langsung cari taksi untuk balik ke Jakarta."

My New Boss #Googleplaybook #JE Bosco PublisherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang