New Boss

6.8K 688 22
                                    

Ruang meeting di pagi hari dalam keadaan perut kosong, mata bengkak (setelah semalaman nangisin nasib gue sebagai selingkuhan terbodoh abad ini) ditambah deadline kontrak kerjasama yang harus deal hari ini, super crazy, super hard day.

"Selamat pagi pak Budi, selamat pagi pak Anton." Gue memulai meeting pagi ini sebelum bos gue datang sebagai bintang tamu.

"Ini adendum perjanjian pertriwulan dan ini adalah draft kontrak baru untuk pengadaan barang di Surabaya." Gue menyodorkan dua berkas ke arah salah satu dari mereka.

"Kami minta feedback sekarang juga pak, berhubung penawaran kami sudah sangat spesial untuk perusahaan bapak. Dan kontraknya juga udah bolak-balik berkali-kali." Mata bengkak gue nggak menghalangi bibir gue untuk terus bermanis-manis, namanya juga jualan.

"Silahkan dipelajari, saya tinggal sebentar."

Gue bergegas ke toilet, nggak tau kenapa perut gue rasanya melilit dan nyeri di ulu hati. Tapi belum juga sampai, ponsel gue bergetar.

Brtttt Brttttt

"Halo." Gue membuka suara.

"Pagi." Sapa seseorang di seberang.

"Pagi, maaf ini siapa."

"Oh, Ferdinand. Sorry semalem saya simpen kontak kamu tanpa ijin."

"Oh, . . ." Gue teringat kejadian semalam, gue menangis di jalanan seperti anak kecil dan bahkan beradu argumen dengan Ferdinand. Gue sembarangan kabur dengan taksi dan di tengah jalan gue ngeh kalau ponsel dan hand bag gue nggak ada. Jatuh di jok mobil Ferdinand. Akhirnya gue pinjem ponsel pak supir untuk menghubungi ponsel gue dan Ferdinand meminta gue berhenti some where, dia nyusul gue ke situ, bayar ongkos taksi gue dan anter gue pulang.

"Cuman mau pastiin kondisi kamu pagi ini." Katanya lagi.

"I'm ok, but little bit busy this morning." Jawab gue.

"Ok, I'll call you latter." Tutupnya.

"Ok."

Tut Tut Tut

Sambungan terputus.

Ferdinand itu kaya aspirin di saat gue lagi sakit kepala parah, dia juga mirip betadine waktu gue lagi berdarah-darah.

Seolah dia menjanjikan "kesembuhan" yang gue butuhkan. Gimana enggak, udah good looking, smart, care, good atitude, high quality banget pokoknya. Profesinya dokter, apa yang kurang?

Soal pandangan pertama, I guest semua cewe melted kalau lihat cowo model Ferdinand. Tapi dalam kondiai gue luka parah, dipecundangi keadaan sedemikian rupa, Ferdinand itu terlihat seperti Lava Cake waktu gue sakit gigi, cuman bisa di liat, nggak bisa di nikmati. Karena kalau gue nekat, yang ada bakalan makin sakit.

Well, as my mother said " Jangan jatuh cinta pada saat hati terasa kosong, karena biasanya itu hanya pelarian. Kamu harus dalam keadaan sadar waktu menentukan pilihan hati. Buat mama nggak ada istilah dimabuk cinta. Namanya aja mabuk, dalam keadaan itu kamu nggak akan bisa melihat dengan jelas. Cinta itu tanggung jawab yang besar, dan tidak main jatuh di sembarang hati" Itu waktu gue bilang mau nikah sama Edwin karena gue lagi cinta-cintanya dan mamah adalah orang yang paling menentang tanpa kasih alasan yang jelas. Ok, mungkin itu yang orang sering bilang "naluri seorang ibu"

Tadi pagi gue sempetin melui nyokap dan bilang "Thanks." Gue berasa kaya orang mau nyebrang jalan, ditarik nyokap dan malah marah-marah ke nyokap, gue nggak tau bahwa detik itu truk tronton akan melintas, entah akan jadi apa gue kalau nekat nikah sama Ed.

My New Boss #Googleplaybook #JE Bosco PublisherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang