Singapore

4.5K 702 23
                                    

Gue ikut flight paling pagi menuju Singapore, dan gue nggak tahu apa yang harus gue lakukan di sana. Karena gue hanya dikasih tahu bahwa di Changi. Dan sekarang gue bertanya-tanya siapa yang akan menjemput gue di sini?

"Excuse me." Seorang pria dengan wajah oriental menghampiri gue.

"Ya . . ." Gue menoleh dan dia membawa papan nama bertuliskan nama gue dan foto gue, dan kami menjadi agak kikuk meski akhirnya gue tersenyum. "Ya, saya Arimbi." Ucap gue sambil mengulurkan ta

"Saya, Edie, saya di tugaskan untuk menjemput anda." Dia berbahasa Indonesia dengan sangat fasih. Gue asumsikan dia adalah orang Indonesia yang tinggal di Singapore.

"Ya."

"Mari ikut saya."

Gue mengekor dan ini luar biasa. Setelah penerbangan first class yang bikin gue tercengang-cengang, ini adalah kejutan lainnya hari ini karena gue di bawa dengan sebuah mobil mewah berwarna hitam mengkilap. Dan belakangan gue tahu bahwa gue diajak ke Marina Bay Sand Singapore sebagai tenpat menginap.

"Anda akan menginap di sini untuk malam ini nona."

"Kamar Luxe Suite?" Tanya gue bingung.

"Ya, saya diminta membantu anda check in untuk kamar luxe suite. Sudah di pesan sejak dua hari lalu atas nama anda."Katanya sopan.

Ini menjadi nggak masuk akal buat gue. Kamar ini jelas terlalu berlebihan, dan pasti ada yang miss di sini.

"Excuse me, can you please check the rate of luxe suite?" Gue bicara pada resepsionis hotel.

"It's 1.679 Dollars per night mam" Jawabnya sambil tersenyum, dan darah surut dari wajah gue. Kalau dikali sepuluh ribu aja udah berapa duit itu.

"Can I cancel thia room?"

"I'm sorry mam, it's will be charge."

"How much?"

"As the normal charge, 1.679 Dollars."

"Ok, thank you. I'll go to my room"

Pria itu meninggalkan gue dan gue berjalan masuk diantar seorang bell boy menuju luxe suite.  Yang gue rasakan saat ini adalah ketakutan, rasanya seperti gue sedang terjebak sindikat perdagangan manusia, dimana gue adalah korban.

Setiba di kamar gue segera menghubungi Mss. Chatala dan dia menolak panggilan gue kemudian mengirim pesan singkat berisi keterangan bahwa dia sedang rapat.

Pengen banget telepon ke rumah, tapi kalau gue berkeluh kesah nanti mereka jadi panik dan gue nggak pengen itu terjadi. Gue hanya mengirim pesan balasan ke kakak gue, memberitahu bahwa penerbangan gue lancar dan gue sudah di Singapore.  Selain itu, yang gue lakukan hanya menunggu instruksi dari Mss. Cathala untuk apa yang harus gue lakukan berikutnya.

***

Sudah tiga jam gue berada di dalam kamar hotel tanpa kejelasan. Perut gue mulai keroncongan, tapi dengan budget terbatas yang ada di kantong pribadi gue, mana sanggup gue bayar layanan pesan antar makanan di sini.

Gue masih duduk tanpa berani menyentuh apapun di dalam kamar ini mengingat charge yang mungkin saja gue tanggung kalau sampai ada yang berkurang. Setidaknya gue harus memastikan ke bos gue, kalau fasilitas ini akan dibayar kantor, dan gue akan mendapat transferan dana sebagai uang saku selama seminggu gue hidup di sini. Nggak kebayang kalau semua expense yang akan gue keluarkan itu akan diberlakukan sistem reimvurse dari kantor, mana ada cukup uang untuk membiayai semuanya, bahkan buat bayar harga kamar semalam saja jauh dari kata cukup.

Setiap menit berlalu begitu lama rasanya, dan gue mulai putus asa. Satu pelajaran berharga buat gue adalah, ketika gue ditugaskan kemanapun untuk pekerjaan yang belum jelas, setidaknya gue minta uang saku.

My New Boss #Googleplaybook #JE Bosco PublisherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang