Epilog

1.7K 171 20
                                    

"Usai sudah acara seminar nasional "Pemuda-Pemudi Cerdas Berpengaruh Bangsa" hari ini. Sungguh luar biasa ya pengisi acaranya?"

Pertanyaan wanita semampai itu dijawab penuh semangat oleh para peserta. Wajah mereka berseri-seri penuh puja memandang tiga orang yang tengah duduk di panggung. Tampilan ketiganya begitu cemerlang, membuat siapapun ingin mengobrol lebih banyak. Mereka adalah orang-orang yang dianggap paling berpengaruh tahun ini.

"Mari kita tutup acara seminar nasional hari ini. Para pengisi materi dipersilahkan untuk turun terlebih dahulu. Untuk para peserta, jangan lupa ada doorprize setelah ini dan pastikan kalian tidak lupa menukarkan tiket masuknya ya! Sekali lagi, tepuk tangan meriah untuk ketiga pemateri luar biasa kita!"

Riuh tepuk tangan membahana di seantero ruangan yang terlampau luas. Ketiga pemateri tersebut turun panggung dan beringsut ke ruangan yang telah disediakan panitia. Derap langkah ketiganya dihiasi dengan obrolan ringan soal isu akhir-akhir ini. Mereka bertukar pikiran, terkadang diselipkan canda tawa hingga akhirnya sampai ke dalam ruangan.

"Gue rasa dengan hitsnya anak-anak kecil yang ternyata jago main tiktok atau acting ala sinetron itu ada bagusnya."

"Oh, ya?" Pria berkacamata yang tengah membereskan barang-barangnya itu menanggapi. "Bukannya itu termasuk dampak buruk teknologi ya? Anak kecil yang harusnya main sesuai umurnya, tapi malah bersikap sok dewasa dan mencontoh hal-hal nggak baik. Nggak jarang loh kalimat-kalimat kasar mereka ucapkan."

Wanita yang tadi berargumen mengangguk setuju. "Itu emang bener, Wir," ujarnya, menjawab tanggapan Tengku Wira yang tersohor di bidang teknologi. Pria itu bahkan sudah merambat jadi artis dunia maya. "Tapi, bukannya itu justru malah menunjukkan bakat mereka sejak kecil? Nggak semua yang tampil sok dewasa itu buruk loh. Contohnya saat kita umur 14 tahun, itu zaman-zamannya main benteng, polisi maling, dan lainnya 'kan? Tapi, di zaman yang begitu canggih ini, anak 14 tahun sudah ada yang belajar make up. Itu passion dia! Kita harusnya dukung dia untuk kian berkembang. Nggak ada yang tahu di depan seperti apa, bisa jadi dia jadi MUA yang terkenal 'kan. Anak kecil yang jago main tiktok siapa tau saat besar nanti dia berkecimpung di ranah musik. Kita bisa melihat sisi baiknya, Wir. Asalkan tetap tahu batas dan orangtua harus terus mengawasi anak-anaknya. Mengembangkan passion boleh, tapi tetap harus jaga diri."

Wira yang sudah selesai merapihkan barangnya memberikan tepuk tangan meriah. Begitu pula dengan Yohanna⸺seorang model yang sangat mencintai bumi⸺yang beseru takjub. Pria itu mengacungkan kedua ibu jarinya. "Memang nggak salah ya panitia ngundang lo, Mal. Nirmala Alyssa, loh!! Selalu buat takjub semua orang dengan pemikirannya. Hebat, gue nggak nyangka bisa dipertemukan langsung dengan lo."

"Gue juga, Mal! Selama ini gue juga cuman sebatas ngekepoin lo di Instagram, nggak nyangka di luar dunia maya malah jadi jauh luar biasa. Seneng banget bisa berkenalan sama lo," seru Yohanna girang. Wanita berdarah Rusia itu tak henti tersenyum lebar.

"Ah ..." Nirmala mengibaskan tangan kanannya. "Lebay ah kalian, jadi enak nih gue."

Yohanna dan Wira terbahak. "Kapan-kapan kita harus meet up lagi, setuju?" cetus Wira yang langsung disetujui Yohanna dengan pekikan. Nirmala tersenyum sambil mengangguk.

"Okey, baby Nirmala, gue pulang duluan ya!" Yohanna pamit, ia bercepika-cepiki dengan Nirmala lalu memeluknya senang. "Wir, gue duluan!"

"Gue nggak dipanggil baby juga?" Wira mencebikkan bibirnya, pura-pura kecewa, yang dibalas putaran bola mata Yohanna. "Lo mah udah tuwir, nggak usah banyak gaya. Bye, gaes! Love you!" Yohanna melayangkan kiss bye ke segala arah, membuat Nirmala terkekeh geli.

Wanita itu memang ekspresif sekali.

"Gue juga duluan ya, Mal. Udah ditungguin bini di depan," pamit Wira yang menjabat tangan Nirmala. Nirmala mengangguk mengiyakan. "Salam buat Nurul dan jagoan kecil lo."

Kemarau yang Diguyur HujanWhere stories live. Discover now