Bab 14

1.2K 162 26
                                    

Di antara warna jingga yang bersinar, warna biru muda itu tampak menonjol. Ada beberapa titik putih terang yang bergerak diayun angin. Ada banyak suara di sekitar saling tumpang tindih, tapi terasa seperti bisikan yang masuk ke gendang telinga. Orang di depannya tak henti mengaduk gelas es krimnya yang sudah setengah mencair. Ia tahu bahwa orang di hadapannya menyukai es krim, kakaknya sendiri yang menceritakan. Namun, dia tampak tak fokus dan gelisah. Beberapa kali bergeming memandang jalan di luar lalu mendesah.

Cewek di hadapannya belum bicara sedikitpun semenjak mereka duduk di sini.

Kesepuluh jemarinya menaut tiba-tiba. Ia membasahi bibir bawahnya cepat lalu menggigitnya. Dia menarik napas. Iris hitam yang sedari tadi selalu terbuang ke berbagai arah kini menjatuhkannya ke wadah yang tepat. Kedua pasang iris hitam itu saling menampung. Lingkarang hitam itu tampak berkilau ditimpa sinar jingga, bahkan Nuraga dapat melihat pupil Nirmala dengan jelas.

Bibir merah jambu itu terbuka sedikit kemudian mengatup. Pundaknya turun. Ia mendesah pelan tanpa memutus tatapan keduanya. Bibirnya kembali terbuka sesaat kemudian. Iris matanya menyiratkan keyakinan yang bisa Nuraga lihat.

"Ini dimulai sekitar tiga bulan setelah masuk sekolah. Nggak ada yang tahu tentang ini selain gue dan Nanda. Bahkan Lulu sekali pun."

Nuraga membetulkan duduknya. Ia memasang telinganya baik-baik.

***

"Apa pendapat lo tentang Nanda, Mal?"

Cewek yang tengah menyeruput susu kocok yang ia beli di kantin tadi mengerutkan keningnya. "Nanda anak kelas kita?"

"Iya, lah. Emangnya Nanda siapa lagi?"

"Siapa tau lo lagi bahas anak kelas lain."

"Nggak. Gue nanya tentang Ananda Keano."

"Hm ... dia anaknya iseng."

Lulu memajukan bibirnya sebal. "Semua orang juga tau, Mal. Lebih spesifik. Ganteng? Imut?"

Nirmala menyeruput kembali susu kocoknya dengan mata menyipit. "Kenapa lo nanya ini ke gue?"

"Udah jawab aja ih!" ketus Lulu sedikit merona. Nirmala tak melihat semburat merah tersebut, ia langsung memandang Nanda yang duduk jauh di sana. Manik matanya meneliti Nanda yang tengah bermain PS lewat laptop.

"Dia bebal. Suka ngelanggar peraturan. Dia juga sering ngeledekin fisik orang-orang, suka ngisengin orang, agak kasar, mulutnya nggak bisa disaring."

"Gue tau lo benci cowok, Mal," desah Lulu. "tapi kasih nilai positifnya dong!"

"Secara fisik ..." Nirmala terdiam sejenak, memandang lebih lamat. "Rambutnya bagus. Kelihatannya lembut dan bersinar kayak iklan sampo. Matanya tajam, ngasih nilai lebih sih. Dan, kalo dilihat dari postnya di Instagram, fashion sensenya oke juga."

"Udah itu aja?"

Nirmala kembali menjatuhkan pandangannya pada Lulu. "Emangnya lo mengharapkan apa lagi dari gue? Yang gue bisa lihat itu cuman sisi buruk para makhluk astral berkromosom Y. Lo salah besar nanya ke gue."

Lulu cemberut. "Bener juga, sih."

"Lo suka sama dia?"

Lulu meringis ditanyai sespontan itu. "Sedikit."

"Sedikit-sedikit lama-lama jadi bukit."

"Gue nggak mau bahas ini," ucap Lulu lesu. Ia menaruh kepalanya di atas kedua lipatan tangan.

Kemarau yang Diguyur HujanOnde as histórias ganham vida. Descobre agora