Bab 21

973 150 12
                                    

Hari ke-182 tanpa Ananda Keano

Nirmala terhenyuk akan tulisannya sendiri. Hari ini memang hari ke-182 tanpa adanya gangguan dari Nanda. Semua berjalan seperti biasanya, bahkan dari hari pertama. Seluruh orang menyambut dengan lega akan ketidakhadiran Ananda Keano di dalam komunitas. Tidak ada lagi kini yang mengancam mereka. Tidak ada lagi kini yang menyeletuk tak sopan. Tidak ada lagi yang menghujat fisik. Tidak ada lagi sosok Ananda Keano yang haus perhatian.

Namun, mereka tak tahu.

Nanda diberikan perawatan untuk fisik dan mentalnya. Ia dimasukkan ke tempat rehabilitasi yang tidak diketahui siapapun, bahkan Ghani yang memberikan kabar saat Nirmala tanyakan pun tak tahu. Tidak ada yang diperkenangkan menjenguk, bahkan kedua orangtuanya.

Nirmala kini merasa kasihan. Ia merasa turut andil dalam hukuman yang Nanda alami. Meski Nirmala masih menyimpan rasa sakit hatinya, tapi sudut di hatinya turut prihatin. Nirmala merasa bahwa Nanda juga kesakitan dengan kondisi keluarganya yang seperti itu, hanya Ziyad yang dapat melihatnya tapi cowok itu tidak dapat berbuat banyak. Nanda mencari pelarian yang sayangnya salah. Dengan menumbalkan Nirmala, justru semakin memperkeruh keadaan.

Namun, sialnya Nanda tampak menikmatinya.

Nirmala mendesah kasar. Ia meletakkan kepalanya di atas lipatan tangan.

"Selamat siang, ada yang bisa kami bantu?"

"Di sini bisa pakai resep dokter, Mbak?"

Nirmala melotot. Ia kembali mengangkat kepalanya dan menoleh ke sumber suara yang sangat ia kenali.

Acer!

"Oh, hai, Mal!" sapa Asyer saat melihat Nirmala yang duduk di samping Nara. Nara tertawa kecil. "Temen Nirmala?"

"Iya," jawab Asyer riang. "Lebih tepatnya dia adek kelas saya yang tiba-tiba jadi pendiam."

"Pendiam?" Nara mengangkat alisnya tinggi-tinggi lalu menoleh ke Nirmala yang tersipu. "Kamu bisa jadi kalem, Dek?"

"Mbak, ih!!" pipi Nirmala bersemu merah. Ia membuang wajahnya.

"Nih obat-obatannya. Nama kamu siapa?" Nara seperti biasa melancarkan aksinya. Nirmala menendang bokong wanita itu kasar yang dihadiahi jitakan.

"Asyer, Mbak, tapi kadang dipanggil Acer."

"OH ACER!"

Nirmala kini mendorong Nara jauh-jauh ke dalam kamar pegawai dan menguncinya dari luar. Tawa terus tersembur keluar walaupun Nara menggedor-gedor pintu kamar tersebut. Ibunya yang baru sampai di apotek bersamaan dengan beberapa pelanggan lain menyipitkan mata. "Kenapa lagi sih ini?"

"ADA GEB⸺"

"IBUUUU!!!! Mala keluar dulu ya? Ya? Ya? Daahh!!"

Nirmala langsung berlalu ke luar tanpa babibu. Nara masih tergelak di dalam sana dan Nareswari hanya bisa geleng kepala. Acer yang menyaksikan hanya tersenyum geli dan menyerahkan beberapa lembar uang ke Nareswari. Cowok itu kemudian permisi dan mengejar Nirmala yang sudah berjalan cukup jauh.

"Mal!! Kok kabur, sih?!" protes Asyer saat sudah berada di samping Nirmala. Nirmala yang tengah mengelus-elus pipinya kini semakin memanas. "Ah, itu. Aduh!!"

Asyer tertawa. "Gue seneng bisa ketemu lo lagi."

Nirmala masih menutupi pipinya dengan telapak tangan. Ia manggut-manggut tanpa memandang Asyer. "Udah lama banget ya?"

"Padahal kita cuman beda lantai, tapi nggak pernah ketemu lagi setelah ... itu."

Nirmala membasahi bibir bawahnya. Tangannya sudah kembali di sisi tubuhnya. Cewek itu kini menatap Asyer tepat di mata. "Padahal gue harus meluruskannya ke lo tapi gue malah ngilang gitu aja. Sori banget."

Kemarau yang Diguyur HujanWhere stories live. Discover now