Prolog

4.4K 373 8
                                    

Semburat abu-abu gelap mulai tercipta di langit yang mulanya biru. Orang-orang berlarian di trotoar, tak menyangka cuaca akan berubah mendadak. Pengguna jalan raya mulai mempercepat laju kendaraannya. Warna-warni payung mulai tersemat di antara suramnya senja. Tak ada warna oranye yang merekah kali ini. Hanya ada kegelapan dengan cipratan beberapa warna terang.

Nirmala termenung menatap ke arah luar. Telapak tangannya menyanggah dagu dengan siku sebagai tumpuan. Beberapa kali dia menghela napas, berusaha melepas penat, tapi itu tak ada pengaruhnya.

Seharusnya dia berada di rumah sekarang⸺atau lebih tepatnya, berada di kamar⸺sambil menatap layar laptop yang menampilkan para oppa kesayangannya. Hari ini adalah hari libur terakhir sebelum dia harus bersusah payah kembali menekan rasa malas belajar. Namun, semuanya terpaksa ditunda karena Iskan, keponakan Nirmala, merayakan pesta ulang tahun. Ibu dan kakaknya yang biasa menjaga apotek menyuruh Nirmala untuk menggantikannya. Demi pie buah kesukaannya, Nirmala meyanggupi.

Nirmala lagi-lagi menghela napasnya. Ia bangun, berdiri tegak seraya merenggangkan tubuhnya. Hari ini pelanggan cukup sepi walaupun musim pancaroba telah datang. Cewek itu meraih ponselnya, mengirim pesan berisi bahwa dia akan pulang sekarang, lalu mulai berbenah.

Dan, tepat setelah ia selesai, hujan deras menghujam Jakarta.

Cewek itu mengerang jengkel, sesuatu yang seharusnya tidak ia lakukan. Semua orang tahu kalau hujan itu rahmat, tapi kali ini ia tak datang di waktu yang tepat.

Nirmala melangkah menuju bilik pegawai, mengambil payung hello kitty norak berwarna pink neon sambil mengerucutkan bibirnya. Ini juga salah satu hal yang membuatnya jengkel. Cuman ada satu payung di sini dengan jenis warna yang dia benci.

Ia melangkah keluar, mengunci pintu kaca tersebut, kemudian membuka payung menyebalkan itu cepat-cepat.

Tapi, jemarinya berhenti bergerak.

Pundaknya ditepuk pelan dari belakang. Nirmala reflek menoleh, terpaku sejenak dengan apa yang dia lihat sekarang.

Cowok tinggi yang kurus⸺atau lebih tepatnya terlalu kurus untuk seukurannya⸺dengan pakaian menyeplak seluruh jengkal tubuhnya. Ia menyilangkan satu lengannya ke arah pundak, menutupi dada.

Nirmala mengerjap bingung melihat lawan bicaranya yang tersenyum kikuk.

"Ma-maaf, kamu yang punya apotek ini ya?"

Nirmala mengangguk sekali, matanya masih menelaah tiap jengkal cowok di hadapannya. Beberapa bulir air menetes dari pakaian dan rambutnya. Kulitnya putih pucat dan tubuhnya tampak loyo. Untuk sejenak Nirmala meringis dalam hati, takut-takut cowok itu pingsan di hadapannya.

"Boleh saya numpang berteduh sampai hujannya reda di sini?" tanya cowok itu lagi dan Nirmala kembali mengangguk. Cowok itu tersenyum kikuk dengan sedikit menunduk tanda berterimakasih.

Nirmala kembali ke aktivitasnya yang tertunda. Membuka payung hello kitty noraknya. Setelah terbuka, ia melirik cowok itu kembali. Kedua lengannya mengusap lengan yang lainnya. Bibirnya bergetar kedinginan. Nirmala mulai merasa kasihan, tapi bertemu para oppa kesayangannya jauh lebih penting sekarang.

Cewek itu melangkah menjauh, mengeluarkan earphonenya, lalu lagi-lagi terhenti.

Suara gedebuk kencang datang dari belakang.

Cowok itu pingsan.

Kemarau yang Diguyur HujanWhere stories live. Discover now