Vingt-deux

14.4K 1.3K 69
                                    

"Tuan McCarity, sebaiknya masukkan dulu kopermu ke dalam kamar." Blue tiba-tiba saja kembali muncul di dapur mengejutkan Ansel dan Harry. Wajah Ansel dan Harry sungguh berbeda kali ini. Harry tampak menegang ditempatnya serta siap untuk meninju wajah tampan Ansel. Namun, dilain sisi, Ansel tampak santai saja dengan berjalan keluar dapur mengikuti Blue. "Tidak secepat itu, Bodoh!" Harry menyusul langkah cepat mereka.

Blue yang awalnya didepan jadi mundur dan berputar ke belakang. Mungkin kali ini dia sudah tidak tahan lagi dengan sifat Harry selama beberapa jam terakhir. Ditambah lagi sikap tak ramahnya pada Ansel. "Kau ini kenapa Harry?" Mata Blue memandang tajam pada Harry.

"Jangan ikut campur."

Dia masih marah?

Ansel terkekeh sebentar melihati mereka, ada senyum licik pada wajah menawannya itu dari sudut pandang Harry. Amarah itu masih terus bergejolak setiap kali Harry melihat senyum itu. "Itu tak lucu, McCarity," kata Harry sinis dan datar pada Ansel. "Aku pergi." Harry menghela nafasnya keras-keras sebelum kembali ke kamarnya.

Entah apa yang sedang terjadi pada dirinya, Ia jadi merasa ingin menghilang saja dari kehidupan ini. Entah mengapa Ia juga jadi merindukan Jane, Harry jadi merasa bersalah mengabaikannya tadi pagi. Mengaktifkan ponselnya kembali, lalu men-dial nomor Jane, nada sambung sudah mulai terdengar sekarang.

"Hai, Harry!" sorak Jane yang terdengar gembira sekali.

"Halo Tuan Putri. Kau tahu, aku merindukanmu."

"Haha, tak biasanya kau seperti itu. Maksudku sudah lama kau tak merindukanku."

"Tentu tidak. Aku selalu merindukanmu, Tuan Putri."

"Kau tak lucu Harry. Jangan membuat melayang menyentuh atap kamarku, haha."

'Jadi kau masih seperti dulu, tersipu akan kata-kataku walaupun itu hanya sebuah kata-kata sehari hariku,' batin Harry.

"Tuan Putriku selalu melakukan itu, bukan?"

"Jangan men-Tuan-Putri-kan aku, Harry. Kau sudah cukup dengan itu," tawa manis Jane pecah.

"Baiklah, sayang. Kalau begitu cepat bersiap-siaplah untuk kencan kita nanti malam. Aku sudah memesan tempat."

"Oke?" tanya Harry memastikan.

"Oke"

"Hey, sayang. Aku bukan Augustus dan kau bukan Hazel, haha."

"Haha, aku mencintaimu"

Harry lalu diam. Memikirkan kalimat itu dalam otaknya. Apa yang harus ucapkan sekarang.

"Ya. Aku tahu. Bye." Dia pun mematikan sambungannya.

-Harry POV-

Sialan! Ini benar-benar gila. Seolah aku benar-benar jahat sekarang, bagaimana aku bisa mempermainkan perasaan Jane padaku? Mengapa aku tak bisa melupakan masalah itu.

"Harry. Kurasa kau belum makan siang bukan? Aku sudah membuatkanmu pasta. Keluar dan turunlah, Harry."

Gadis itu. Aku tak yakin dia bisa membuat sebuah makanan, bahkan makanan instant sekalipun aku yakin dia tak bisa membuatnya.

Aku berjalan malas menuju pintu kamarku lalu membukanya pelan. Namun apa yang kulihat, gadis pirang dengan senyum manis serta piring yang berisi pasta ditangannya. "Aku tahu pasti kau akan berkata kemampuan memasakku buruk, tapi kumohon maafkan aku atas hari ini. Pasti aku begitu mengesalkan."

Mengapa gadis ini begitu manis? Membuatku selalu ingin tertawa saat melihat wajah polosnya itu--wajah orang bodoh Amerika. "Kau pikir semudah itu?" tanyaku sambil memalingkan wajah. "Aku baru saja mendatangkan awan mendung dihari cerahku, Bodoh! Kau menyebalkan."

The Triplets // harry stylesWhere stories live. Discover now