Dix-sept

16.8K 1.3K 56
                                    

Harry mencemaskan kepergian Blue setengah jam yang lalu. Dia tak kunjung kembali. Harry hanya takut jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Tunggu?! Dia takut, ya? Apakah ini pertanda jika Harry menaruh rasa peduli pada Blue? Atau hanya... Ah, sudahlah.

"Kau tampak cemas. Ada apa?" Marcel mengambil tempat kosong disebelah sofa yang tengah ditempati Harry. Harry tak menjawab melainkan menatap arloginya yang sudah menunjukkan pukul sembilan lebih tiga puluh. "Ayah dan Ibu mengapa tak datang?" tanya Harry balik berusaha mengalihkan pembicaraan.

Marcel menggeleng, "Kelsey sudah menelpon Ibu. Ibu mungkin takkan menelpon Ayah, jadi aku putuskan untuk mengiriminya pesan singkat karna Ayah tak menjawab telponku." Marcel kembali melihat layar ponselnya berharap ada panggilan masuk dari Ayah atau Ibunya, atau mungkin Robin?

Pintu itu terayun terbuka ketika Kelsey masuk membawa beberapa bungkusan. "Kulihat, kau lapar. Aku yakin kau terlalu sibuk menghabiskan malammu dengan Blue." Gadis itu tersenyum sembari memberikan bungkusan itu pada Harry.

"Terima kasih, Kels. Jujur saja, aku memang sudah kelaparan sejak tadi." Jarinya mulai membuka bungkusan yang isinya makanan itu. "Kau jaga Ed sebentar, aku akan kembali beberapa menit lagi."

Lorong-lorong itu bercat putih dengan lampu-lampunya yang sudah mulai redup. Lorong itu membawa Harry menuju bagian belakang rumah sakit itu. Udara dingin langsung menerpa rambutnya ketika langkahnya sudah menyentuh tanah bukannya lantai. Matanya mencari-cari sosok jelita yang tadi pergi dari kamar rawat Edward.

Niat Harry hanya ingin membagi makanan dengan Blue yang kemungkinan besar belum makan. Ia tak ingin Ibunya mengomelinya karna tak memberi Blue makan malam.

Namun Ia melihat pemandangan tak wajar disana. Blue bersama Sienna?

...

Pesta itu masih terus berlanjut. Ellena mengurung dirinya didalam ruangan sembari menatapi langit malam lewat jendela kaca besar didepannya. Jika kau kira dia menangis, kau salah! Dia hanya merasa gundah saja.

Ia tak bertemu Edward seharian ini. Ia juga tak mendapatkan kabar apapun dari Edward sejak tadi. Ellena bingung. Tak seperti biasanya Edward seperti ini. Dia akan dengan senang hati mendampingi Ellena dikala senang maupun susah.

"Nona, Tuan Jack sudah menunggu." Wanita paruh baya itu tampak segar meskipun terlihat beberapa kerutan di wajahnya.

Ellena  mengangguk. Lalu merapikan gaunnya yang mungkin tertekuk-tekuk. "Aku akan segera menyusul," ucapnya sambil masih sibuk merapikan gaunnya.

Wanita itu kemudian keluar mendahului sementara Ellena mengambil ponselnya.

Aku tak ingin mempunyai ikatan dengan siapapun selain kau, Ed. Ini hanya sementara. Aku janji. Aku mencintaimu.

Ellena mengirim pesan itu pada Edward. Dia berpikir, bahwa Edward marah padanya karna ini, padahal jelas Edward sedang terbaring lemah di rumah sakit.

Langkahnya tegak maju menuju tempat Ayahnya dan temannya berada. "Selamat malam," sapa Ellena dengan senyum ramahnya.

"Wah... Wah... Ellena Anderson. Gadis anggun yang selalu patuh pada Ayahnya," kata pria yang disapa Blue seraya tertawa bangga.

Ellena hanya dapat tersenyum sebelum kemudian melirik pada Ayahnya dengan tatapan bertanya. "Ya Tuhan! Ini Tuan Arington, Ellena. Aku hampir lupa mengenalkanmu dengan calon Ayah mertuamu."

'Apa?!' batin Ellena geram.

Tuan Arington tertawa kembali, "Terkejut? Jack pasti sangat beruntung karna mendapatkan tunangan secantik kau." Oh, betapa ingin Ellena menghilang saat ini juga. Sudah lelah dia berakting hari ini.

The Triplets // harry stylesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang