Enam. Kepada Pria Yang Diami Sudut Gelap dalam Ruang Hatiku

3.9K 130 9
                                    

   ~ Perihal perasaan yang datang tanpa di undang.
Aku bisa apa, jika ternyata cinta ini berlabuh pada hati yang telah kau miliki?~

   Tepat pukul sepuluh lewat lima belas menit, ketika pria berkumis tipis itu tanpa sadar tertidur di sofa panjang di ruang tamu, suara gemeretak kaca tertimpa benda keras terdengar mengejutkan.

Aryan terlonjak. Beberapa detik kemudian memijit pelipis. gerakan tubuh yang terlalu terburu buru karena reflek, membut kepalanya berputar-putar.

Didetik selanjutnya, sakit di kepalanya lenyap begitu saja saat indera penglihatannya menangkap ada ribuan pecahan kaca yang berserakan di dalam rumah.

"Astaghfirullah! Ada apa ini?"
Sedikit terhuyung, Aryan mendekat pada jendela yang telah pecah kacanya.

Ada batu berbalut kertas di sana.
Hati-hati, diambilnya kertas pembungkus itu.
Rasa penasaran semakin menyeruak dari dalam dirinya.
Dan semakin bingung sekaligus khawatir setelah membuka lembar tersebut yang ternyata adalah sebuah pesan.

"APAKAH KAMU TIDAK MERASA ADA YANG JANGGAL DENGAN KEMATIAN TJANDRA?
WASPADALAH!
KARENA BISA JADI LEIA YANG AKAN JADI KORBAN SELANJUTNYA."

Tulisan tangan dengan tinta merah itu terbaca jelas meski kertas telah lusuh. Membuat darah dalam tubuh Aryan berdesir hebat.

Siapa yang menerornya?
Siapa yang memiliki masalah dengan dirinya dan Leia?

Otak Aryan kini penuh tanda tanya.
Di mana Leia?

Hingga terdengar ketukan pelan yang mengembalikkan kewarasannya. Dengan tergesa, dibukanya pintu utama dan tanpa aba-aba Aryan memeluk seorang gadis yang tengah berdiri di depan pintu. 

"Kamu kemana saja tidak ada kabar seharian? Kamu boleh benci aku seumur hidupmu, tapi tolong... Jangan buat aku khawatir kayak gini!"

Leia membeku. Begitu juga Nadhira.
Ada yang tidak benar di sini.

Cukup lama suasana menjadi canggung, sampai Aryan melepas pelukannya.

"Eh, Maaf, aku nggak sengaja." Matanya kini hanya tertuju pada sosok yang selama ini telah mencuri hatinya.
"Mba Nadhira."

Dan demi memutus kecanggungan diantara ketiganya, Nadhira berceletuk, "Aduh! Kayaknya aku salah deh, ada di sini! Lei, aku pulang aja, yah."

"Eeh, jangan dong, Ra. Kamu di sini aja." Tahan Leia sembari memegang lengan Nadhira.

"Iya, Mba. Sudah jam segini, nggak baik perempuan keluar malam-malam," pungkas Aryan turut menahan kepulangan Nadhira.

Semua penahanan itu membuat Nadhira semakin kehilangan jalan keluar untuk pelarian dari suasana tidak menyenangkan ini.
Ditambah tatapan mata Leia yang menyiratkan beribu permohonan.

Apa boleh buat, suka atau tidak Nadhira kini terpenjara pada rasa yang selama ini selalu ia hindari.

***

Adalah hari Ahad, gerimis yang tiada henti meriwis hingga petang menjelang.
Sedikit berlari, gadis kecil bergamis kuning dengan motif bunga meletakkan ransel merah muda-nya di atas untuk menghalangi kepalanya dari  tumpahan air langit.
Langkahnya terhenti di bawah pohon lebat di samping bangunan bercat merah dengan plang bertuliskan tulisan mandarin.

Delapan meter dari posisinya berdiri, anak gadis berusia sebaya berdiri menatap langit. Seolah hujan yang turun kian deras itu tidak akan pernah membuatnya merasa takut dan memutuskan untuk berteduh.

(Bukan) Kekasih PilihanWhere stories live. Discover now