Tiga. Teman Hidup

5.4K 111 5
                                    

~Bahkan jika kau terluka, akan ada manusia lain yang menangisi kelukaanmu.
Begitulah sahabat memperlakukanmu~

"Lei,"
Ketukan teratur terdengar di balik pintu kamar bernuansa classy.

"Leia, aku pamit ke kantor, ya. Pengacara Pak Tjandra dari semalam ngabarin supaya aku secepatnya hadir di kantor. Banyak hal yang harus dibereskan sepeninggal Beliau. "

Tidak ada yang menyahut meski berkali-kali Aryan mengulangi panggilannya.
Malu sekali Leia yang ketahuan bohong tadi.
Tuh nasi kurang ajar lagi. Ngapain juga sih malah nempel di luar. Bukannya masuk aja kayak temen-temen lainnya.

"Lei, setidaknya beri aku tanda kalo kamu masih hidup."

Kesal karena terus terganggu dengan suara bising Aryan, Leia akhirnya menyerah. Dibukanya selimut yang menutupi seluruh tubuh, mengambil weker berbentuk bulat dengan karakter Pooh di atasnya, kemudian dilemparnya keras keras weker itu membentur dinding. Menimbulkan suara gaduh yang tentu saja terdengar sampai keluar kamar.

Senyum simpul menggemaskan terlukis di wajah pria berusia dua puluh enam tahun itu.
Gadis yang ia nikahi benar-benar unik dan semakin membuatnya tertarik.

"Baiklah, Lei. Kalo kamu belum mau bicara sama aku. Aku pergi dulu, ya. Jaga dirimu baik-baik. Jangan sampai telat makan. Aku nggak mau kalau sampai istriku kenapa-napa."
Aryan sengaja memberikan penekanan pada kata 'Istri'.
Sepertinya, Aryan telah menemukan hobi barunya. Menggodai istri, sepertinya bukan hobi yang buruk.

Geli sendiri pria itu membayangkan ekspresi Leia yang pasti tengah kesal setengah mati terhadapnya.

Sebelum benar-benar pergi, Aryan kembali bersuara.
"Ah, ya, Lei. Aku lupa satu hal. Aku harap kamu bersiap, dan dandan yang cantik selepas mandi sore nanti. Karena, aku ingin mempercepat proses pembuatan buah hati untuk kita. Menurutmu bagaimana? Nanti malam, yah?"

Dan tentu saja. Rangkaian kata itu semakin membuat emosi Leia membludak. Sambil melempari pintu kamar tak bersalah itu dengan benda apa saja yang ada di dekatnya, Leia memaki panjang pendek pada Aryan yang tentu saja tidak mendengar seluruh makiannya karena ia sudah lebih dulu ngacir sebelum amarah Leia benar benar meledak.

Sedikit berlari Aryan menuruni tangga dan langsung menuju pintu utama. Hatinya sedang bahagia entah karena apa. Yang jelas, semenjak status 'Suami Leia' melekat pada dirinya, Aryan menjadi pribadi yang mudah tersenyum. Ia bahkan geli dengan sikapnya sendiri yang mirip orang sinting karena terus terusan tersenyum jika mengingat tingkah lucu istrinya.
Yah, meskipun kenyataannya pernikahan yang ia jalani ini tak didasari rasa cinta. Namun dalam hatinya begitu meyakini bahwa cepat atau lambat, Leia pasti akan luluh juga nantinya.

Senyum Aryan mengendur dan berganti dengan ekspresi kaku bak maling yang tertangkap basah oleh korbannya, begitu melihat sesosok gadis yang tengah berjongkok saat ia membuka pintu.

Si gadis mendongak mengetahui pintu terbuka. Dan membuat pandangan dua anak manusia itu beradu. Ada degup ganjil yang terdengar saat pandangan itu begitu lekat menatap.

"Astaghfirullah hal adzim," Buru-buru gadis bergamis mocca dengan jilbab senada menundukkan pandangannya.

Sedikit gugup, Aryan membuka suara,"Mba Nadhira."

Selesai membetulkan ikatan tali sepatu yang lepas, segera Nadhira berdiri. Senyumnya mengembang melengkapi tatapan hangat yang selalu terpancar di mata bulatnya.
"Hay, Yan."

"Mba Nadhira cari Leia, ya?"

Anggukan Nadhira mewakili jawabannya.
"Dimana dia, Yan? di rumah, kan?"

(Bukan) Kekasih PilihanWhere stories live. Discover now