Ekstra Part

18.9K 1.4K 90
                                    

Semakin hari perutku semakin membesar, semakin overpŕotektif pula Mas Al padaku. Bahkan dia menyuruhku berhenti bekerja. Tentu saja aku menolaknya. Aku hanya tidak mau badanku lemas saja jika tidak memiliki aktivitas berarti. Namun ya begitulah, hampir setiap saat Mas Al selalu menghubungiku bahkan rencananya ia akan mengirimkan seorang asisten pendamping untuk berjaga-jaga bila aku membutuhkan sesuatu atau hal-hal yang tidak diinginkan. Menurutku itu terlalu berlebihan.

"Jangan ngawur, Mas. Gak segitunya juga kali. Malu-maluin ah rencana Mas," sungutku.

"Mbar, kalo ada apa-apa gimana?" Terpampanglah wajah khawatir Mas Al di depanku membuatku tersenyum geli. Aku mencuil pipinya.

"Syantayy kek di pantai, Vroh," candaku. Kuelus perutku yang setengah membuncit.

"Tapi kalo ada apa-apa gimana? Trus ditambah gak ada orang?"

Aku semakin tersenyum lebar, "Ada Allah. Jangan lupakan itu, My honey."

Melihat kepasrahanku barulah ia bisa tenang.

🌸🌸🌸

Hari perkiraan persalinanku sudah mendekat. Mas Al kali ini menang untuk meminta cutiku. Dan lebih overprotektif lagi tentunya.

"Gak boleh nolak lagi!"

"Baiklah. Aku mengalah."

Dan begitulah hari-hariku. Mas Aldric yang dulunya suka mencandaiku berubah menjadi seorang satpam yang menjagaku siang malam memperingatiku. Oh lelahnya. Tapi karena aku menikmati masa-masa mendekati persalinan ini, jadinya wajah serius Mas Al jadi hiburan tersendiri bagiku. Bukannya bumil memang tidak boleh dibawa stres?

Pernah suatu hari aku meminta pulang kampung. Syukurlah Mas Al masih mau dan mengantarku.

Sampai suatu hari, aku mencoba mengambil mangga dengan menaiki tembok depan rumahku. Sengaja karena ada Mas Aldric dan ingin lihat bagaimana reaksi dia. Tak kusangka wajahnya langsung pucat pasi beserta keringat dingin sambil berteriak. Aku menoleh ke kanan dan kiri barangkali ada maling di siang hari. Bukan, bukan maling, tapi aku. Hampir saja aku melompat karena terkejut. Untung saja Mas Al gesit menangkap tubuhku.

"Ada apa? Maling?" tanyaku. Masih dengan nada terkejut.

"Kamu!!"

"Aku? Kenapa?"

"Ngapain pake acara naek tembok? 'Kan bisa nyuruh orang."

"Pengen mangga."

Mas Al menggeram kesal seolah ingin mencakar wajahku. Aku jadi bergidik sendiri, "Istriku sayang, pliz jangan bikin shock terapi lagi ya? Suamimu ini lelaah."

Aku yang masih dalam gendongannya dibawa masuk ke dalam rumah. Ayah dan ibuku yang melihatnya tersipu malu melihat kami. Aku yang baru menyadarinya lantas minta diturunkan, tapi Mas Al tak mau sekalipun aku memohon.

"Ini ada apa, Nak Al? Kok kayak film India gitu. Maen gendong segala?" ujar ibuku.

"Maaf, Bu. Kali ini saya harus menghukum anak Ibu. Dia selalu menguji mental saya."

😄😄😄

Sepuluh bulan sudah berlalu. Aku dan Mas Aldric menatap buah cinta kami. Lucu sekali. Inilah yang kurindukan dari dulu. Tak berhenti air mataku menetes. Mas Al pun tak berhenti menangis. Aku memang sering melihatnya menangis walaupun sebagai lelaki. Sementara di depan orang lain, Mas Al selalu nampak gagah dan tak lemah. Mungkin begitulah seorang pecinta yang mencintai kekasih apa adanya. Selalu bersikap apa adanya pula di depannya.

Kami dikaruniai seorang anak laki-laki tampan dengan mata hazel kecoklatan mirip seperti neneknya. Mama Leta, mama Mas Aldric. Dan soal hidungnya yang mancung mungil, mirip seperti ibuku. Pas, 'kan? Kami memberinya nama Abimanyu Giandra yang artinya tidak takut kesulitan juga sentosa dan pintar.

Dari Mas Al aku belajar bahwa mencintai itu perlu perjuangan dan semburat doa yang banyak. Siapa sangka seorang Aldric Runako Halim yang selalu memakai dasi dan pakaian formal setìap hari; yang selalu bersikap tegas, berwibawa, dan serius--mengakui bahwa kehidupan fana ini hanya bisa diraih dengan kebahagiaan sejati melalui tunduk patuh saat bersujud. Menyerahkan segala urusan pada Penguasanya.

Aku belajar dari Mas Aldric tentang keyakinan bahwa luka akan menjadi berkah dengan sabar dan doa.

Terima kasih, Tuhan.
Kau kirimkan dia yang begitu apa adanya menyayangiku.

Kini lukaku sebagai seorang perempuan bahkan berubah menjadi bunga kebahagiaan.

Karena aku terluka, aku menemukanmu yang sejati.

Dan karena lukaku inilah, aku bertemu engkau, Kekasihku.

Lihatlah mata bening buah cinta kita. Senyumnya mirip sekali denganmu.

Oh, Ya Allah ....
Ternyata diam dan sabarku atas luka-luka yang kutahan perihnya setiap saat berbuah manis. Sangat manis.

Lukaku sebagai perempuan
Berubah menjadi karunia.

Dariku, seorang perempuan yang pernah terluka,

Ambar Sari.

End of the End

⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘⚘

Situbondo, 5 Februari 2019

Jangan lupfaa
Follow IG mawarmalka😄

__________________

Just for Info, judul awal cerita ini adalah Luka Seorang Perempuan. Dengan cover wanita berhijab.

Sudah sempat terbit dalam bentuk buku dengan judul Inayat Hati. Namun akhirnya aku memutuskan untuk tarik naskah sebelum beredar luas di pasaran karena dengan beberapa alasan.

Dan semoga setelah ini banyak manfaat yang pembaca ambil hikmahnya.

Aku juga titip salam buat pembaca, bantu aku menjaga keorisinilan karyaku ini dengan tidak meniru atau memplagiasi karya ini karena karya ini murni hasil pemikiran sendiri, tidak meniru dari kisah mana pun. Dan tolong tegurkan dia yang mencoba menjiplak karya ini. Terima kasih.

Namun jikalau masih ngotot plagiasi, yaa kita ketemu nanti di pengadilan Allah. Oke guys.

Aku sayang kaliaaaann❤

Salam saya,

Mawar Malka🌷

Inayat HatiWhere stories live. Discover now