"Lepasin!" Devin memegang pergelangan Syarla dengan kuat kemuadian menarik Syarla masuk ke dalam mobil. "Tangan gue sakit!"

Setelah Syarla duduk di dalam mobil, Devin menutup pintu dengan kuat tanpa suara. Kemudian Devin berputar kembali duduk di belakang kemudi melanjutkan perjalanan mereka. Syarla yang kesal tak sedikitpun melihat wajah Devin, hampir selama perjalanan dari Pangandaran sampai Bandung Syarla hanya melihat ke luar dari kaca samping kirinya. Bahkan sampai saat Devin berhenti disebuah mini market Syarla pun tidak bergeming dari tempat duduknya. Sambil memegang tangannya yang merah akibat cengkraman Devin.

Setelah meninggalkan Syarla yang Devin liat sudah tertidur, Devin memutuskan keluar untuk beristirahat sebentar sambil membeli kopi kaleng dingin untuk mengusir kantuknya dalam mengemudi. Tak lupa juga sebotol air mineral. Selang beberapa lama duduk di depan mini market tersebut, Devin masuk ke dalam mobil dan melanjutkan perjalanannya kembali ke Jakarta.

Tepat tengah malam, mobil fortuner putih itu sudah terpakir di depan pelataran rumah Devin. Syarla yang sudah terbangun beberapa menit yang lalu langsung turun tanpa melihat atau berbicara dengan Devin.

Pintu rumah kelihatan terbuka dan beberapa mobil juga terparkir di halaman. Devin hanya bingung dan siap-siap menerima beberapa omelan bahkan pukulan dari sang papa nantinya. Karena Devin tau sendiri bagaima sifat sang papa yang egois terhadap dirinya.

"Papa... Papa baik-baik aja kan, kenapa nyuruh aku pulang mendadak?" Syarla memeluk Abiyan erat melepaskan semua emosi yang ada pada hatinya.

"Papa baik-baik aja sayang." Abiyan mencium puncak kepala Syarla dengan sayang serta membelai rambut Syarla.

Hanif dan Adira masih tersenyum kehangatan hubungan Syarla dan Papanya. Menyadari diperhatikan Syarla melepaskan pelukan sang papa kemudian beralih menyalami Hanif dan Adira.

"Kamu aman kan perjalanannya?"

"Iya Tante, aman kok," Ucap Syarla tersenyum melepaskan pelukan Adira.

"Sayang.."

Adira memeluk Devin yang berdiri di belakang Syarla dengan penuh kasih sayang, begitu pun Devin membalas pelukan sang mama dengan Senyum walaupun rasa lelah jelas terlihat di matanya. Setelah memeluk sang mama Devin memilih duduk, tanpa menyalami bahkan melihat Hanif di samping Adira.

Sekarang semuanya sudah duduk di ruang keluarga, ntah hal penting apa yang mereka maksud sehingga menyuruh mereka pulang mendadak malam-malam seperti ini. Jam sudah menunjukkan pukul 12.30 Am, tapi Hanif, Abiyan masih belum juga membuka suara. Devin mulai jengah dengan situasi seperti ini sama halnya dengan Syarla yang sudah mulai menguap.

"Jelasin Devin!"

Abiyan melempar beberapa foto ke atas meja, Devin yang dari tadi hanya fokus melihat layar hp nya sekarang beralih melihat beberapa lembar foto di depannya. Setelah melihat foto tersebut Devin mengalihkan kembali pandangannya ke layar hp nya.

Brakkkk...

"JAWAB DEVIN!"

Hanif memukul keras meja di depannya dengan penuh emosi. Syarla yang berada disamping sang Papa tak dapat menyembunyikan rasa keget melihat foto di atas meja tersebut serta takut dengan sura Hanif yang penuh emosi.

Adira mencoba menenangkan sang suami dengan mengelus lembut lengan Hanif.
"Sabar Pa.. Kasih Devin kesempatan buat jelasinnya dulu. Kamu nih emosi terus ingat kondisi kamu. Ada Syarla sama mas Abi juga."

"Biar Syarla tau seperti apa calon suami nya ini dan Abi juga tau semuanya. Jawab DEVIN!" Bentak Hanif sekali lagi yang lebih emosi dari pertama tadi.

"Hanif tahan emosi kamu, biarkan Devin menjelaskan nya dulu. Mungkin saja apa yang kita lihat tidak sama seperti apa yang dialami Devin sebenarnya. Kamu jangan lihat dari satu sisi saja tapi lihat kedua sisinya." Abiyan menengahi dengan bijaksana.

HAPPIERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang