Empat. Tanya

4.2K 110 8
                                    

~Jangan pernah merasa sendiri, karena sebenarnya, Tuhan ada bersamamu. Dia dekat dan selalu menjaga, dimanapun kamu berada~

Pernah, saat kamu ada di sebuah tempat, tapi hati dan pikiranmu berada di tempat lain?

Jika iya, pastilah kamu mengerti kegalauan yang tengah di rasakan Aryan saat ini.

Raga mungkin ada di kantor, namun fokusnya tetap pada sosok yang akhir-akhir ini mengusik ketenangan hidupnya.

"Sedang apa Leia sekarang, ya?"
Kedua sikut menempel pada meja, dengan jemari yang saling bertaut untuk menopang dagu.

Lalu fokusnya kembali saat menyadari ada begitu banyak tumpukkan berkas yang menunggu untuk dibaca.

"Haissh..!! Gimana aku bisa ngerjain ini semua!"
Frustasi, diacaknya rambut yang bahkan butuh waktu lebih dari satu jam untuk membuatnya terlihat klimis tadi pagi.

Bersamaan dengan itu, pintu terbuka tanpa aba-aba. Satu pria dan satu lagi wanita, sama sama mengenakan pakaian formal dengan warna dominan hitam.

Pria berjas itu berhenti tepat di depan meja yang ditempati Aryan, sambil berkecak pinggang.
Sedangkan si wanita, sedikit memberi jarak. Ia berdiri beberapa langkah di depan pintu.

"Maaf, Pak Aryan. Saya sudah melarang Pak David masuk. Tapi Beliau memaksa." Sesal wanita dengan heels senada dengan kemejanya.

"Eh?"
Ini hari pertamanya berada di kantor. Tentu saja Aryan masih belum akrab dengan panggilan 'Pak'. Meskipun pengacara Pak Tjandra sudah memberitahu bahwa Aryan telah sah menjadi pemimpin perusahan menggantikan dan sesuai dengan permintaan Pak Tjandra.

"Jadi ini wujud dari pemimpin yang baru? Urakan!"
Pria itu mencibir.

Sadar dengan apa yang dibicarakan, buru-buru Aryan menyisiri rambutnya dengan jari.

"Maaf, Pak. Ada perlu apa, ya?"

"Saya ada perlu dengan Pimpinan Direksi, bukan anda. Di mana Leia?" Begitu sombongnya pria itu berucap.

Aryan bangkit dari duduknya. Begitu cara Aryan menghormati pria di hadapannya.
"Leia tidak di kantor. Dia butuh istirahat yang cukup setelah musibah yang dialaminya. Bapak boleh bicara sama saya, nanti biar saya yang sampaikan ke Leia."

Seperti kehilangan kendali, David menghampiri Aryan dengan langkah pasti.

"Kamu bukan siapa-siapa di sini! Jadi berhenti ikut campur urusan kantor!" Sentak David tanpa rasa bersalah. Telunjuknya mengacung tepat di depan muka Aryan.

Setelah sadar dari keterkejutannya, Aryan menurunkan jari David yang teracung padanya, kemudian membuka suara, "Iya, saya tau, Pak. Saya bukan siapa-siapa. Tapi saya di sini atas perintah pengacara Almarhum Pak Tjandra."

"Heh! Kamu itu licik, ya! Pintar sekali kamu membuat rencana. Sekali tepuk...,"
David mengangkat keduat tangan, lalu menepuknya tepat di depan mata Aryan. "Dua nyamuk kamu dapat. Good Job!" Kemudian pria itu bertepuk tangan. Untuk alasan yang sama sekali tidak Aryan mengerti.

"Saya nggak ngerti apa yang sedang bapak bicarain."

"Sudahlah! Tidak usah pura-pura tidak tahu. Saya tahu semua akal busukmu. Dengan membunuh Pak Tjandra, bukan hanya Leia yang kamu dapat, tapi juga perusahaan ini dan seluruh harta yang Pak Tjandra tinggalkan. Begitu kan, rencanamu?"

Tentus saja Aryan tidak tinggal diam dengan segala tuduhan yang di lontarkan padanya. Diliriknya asisten pribadi Pak Tjandra yang masih mematung dengan ekspresi terkejut, begitu mendengar tuduhan yang diucapkan rekan bisnis Almarhum Pak Tjandra.

(Bukan) Kekasih PilihanWhere stories live. Discover now