Dafa tersenyum geli juga.

"Kamu mau ngajak Rei kemana?" tanya mamanya.

"Ke bioskop tante. Katanya, Rei lagi suntuk di rumah, pingin nonton film," jawab Dafa."Tante mau ngikut nonton juga?" ajaknya menggoda.

"Kamu mau jadiin tante obat nyamuk ya?" ujar mama Rei pura-pura marah.

Dafa tertawa kecil.

"Mending kamu bawa anak tante bahagia aja. Jangan dibawain nangis, oke?"

"Siap tante,"

Dafa dan Mama Rei kembali larut dalam tawa.

"Bahagia banget deh kayaknya," sindir Rei yang tiba-tiba muncul.

Dafa segera berbalik dan menatap tampilan yang Rei pakai.

Benar kata mamanya. Rei lagi dandan cantik. Bukti nyatanya, Rei benar-benar tampil cantik di malam ini. Gadis itu juga keliatan ceria dan bahagia. Enggak lagi bermata sembab.

"Udah ya ma, Rei mau pamit dulu, yuk Daf," Rei segera menarik pergelangan tangan Dafa.

"Ati-ati sayang," ujar mamanya.

"Saya tinggal dulu ya tan," pamit Dafa sebelum benar-benar menghilang dari dalam rumah.

"Mama jangan cemburu ya sama Rei," teriak Rei meledek.

Mama Rei hanya geleng-geleng kepala melihat tingkah anaknya. Memang begitu seharusnya Rei dilihat. Sebagai gadis cerdas yang bisa terlihat lebih bahagia. Menyenangkan untuk ditatap orang sekitarnya.

Dan selepas itu. Hanya ada Dafa bersama Rei di dalam mobil. Dengan senyum yang membahagiakan.

@

Seperti Dafa yang memberanikan diri mengejar Rei, Riki juga gak mau kalah. Sekarang pria itu bukan lagi menelpon cewek yang disukainya, tapi Riki memberanikan diri datang malam-malam ke rumah Bety.

Bety kemudian muncul di balik pintu. Dengan wajah yang tetap terlihat berantakan. Matanya masih sembab. Gadis itu lesu dan murung.

Sementara Riki yang terkejut melihat wajah Bety, Bety justru sebaliknya. Gadis itu tak mau lagi sembunyi. Biarlah Riki yang menjadi pelariannya untuk jatuh cinta lagi.

"Ki..." lirih Bety lemah.

Gadis itu kemudian maju untuk memeluk Riki.

"Ternyata, ikhlas itu susah banget ya. Gue butuh lo, untuk ikhlasin semuanya," ujar Bety masih terlelap untuk memeluk Riki.

Riki perlahan membalas pelukan itu. Menggerakkan tangannya untuk mengusap punggung Bety. Memberinya kekuatan.

"Bet, gue akan selalu ada di sini. Gue akan selalu ada untuk ngebantu lo berdiri kembali. Gue akan selalu mencintai lo kapanpun dan dimanapun itu," ungkap Riki.

@

Sementara Dafa dan Rei sampai di bioskop yang mereka kunjungi sebelumnya. Rei yang memilih mau nonton apa karena gadis itu yang awalnya meminta, setelah membeli tiket, mereka turut membaur di antara penonton yang ikut dalam ruang bioskop.

Seperti dulu, keduanya kembali duduk di tengah. Tangan kanan Rei tergenggam erat di tangan kiri Dafa. Keduanya masih tetap terselingi oleh senyum.

Film dimulai. Mata mereka fokus dan menyorot pada satu layar yang sama.

Pada tatapan yang sama. Dan genggaman yang sama.

Dua jam setelah layar raksasa itu berubah jadi hitam, pengunjung bioskop keluar dari ruangan. Dafa dan Rei juga begitu.

Rei terlihat lebih puas setelah berhasil merasakan sensasi nonton film bersama pacar.

"Lo mau kemana lagi? Masa cuman nonton aja," ujar Dafa berharap lebih.

Rei tersenyum simpul.

"Kemana ya? Udah malem nih, ntar mama marah lagi," jawab Rei.

Dafa berubah lesu.

"Yah... kan gue pinginnya lama-lama aja sama lo, masa ga boleh sih," timpal Dafa.

Rei tertawa geli.

"Besok... besok kan masih ada waktu. Besok kita main lagi ya, sayang..." Rei semakin menurunkan suaranya di akhir ucapannya.

Dafa ngeh.

"Sayang?" Pria itu menggoda Rei.

Rei kembali tertawa geli.

"Iya... sayang," ujar Rei mengulangi dan menekan suara di kata sayang itu.

Dafa tersenyum puas.

"Oke sayang, kalau gitu, kita pulang deh," ajak Dafa sambil menggandeng tangan Rei.

Rei mengangguk dengan senyum melebar.

"Yuk, sayang," jawab Rei.

@

Riki duduk di teras rumah Bety. Sendirian sambil menatap ke langit yang tercukupi oleh sedikit bintang.

"Nih, Ki, tehnya," ujar Bety sambil memberikannya pada Riki.

Riki menyahutnya.

"Makasih Bet," ujarnya kemudian meminum teh itu.

Bety turut duduk di samping Riki. Gadis itu ikut menengadahkan wajahnya ke langit. Menatap kegelapan yang hanya diisi kedap-kedip lintang nan bulan.

"Dulu, Dafa pernah nasehatin gue," kata Bety memulai topik.

Riki menatap Bety pelan. Berusaha sebaik mungkin menjadi pendengar yang menyenangkan.

"Dia bilang, apa yang kita rasakan adalah apa yang kita perbuat ke orang lain," ujar Bety."Lo pernah denger kata-kata itu nggak dari Dafa?" tanyanya kemudian.

Riki mengangguk.

"Dafa emang selalu kasih solusi itu buat orang yang lagi sedih," ujar Riki.

Bety tersenyum pelan.

"Gue rasa, apa yang Dafa omongin emang bener deh," timpal Bety."Gue udah nyakitin orang lain seburuk itu, hingga gue harus merasakan hal yang sama buruknya. Dan ternyata itu benar-benar menyakitkan,"

"Gue berusaha untuk enggak pernah noleh ke lo, Ki. Dan gue cuman menatap satu ke Dafa. Gue udah nyakitin lo. Dan yang terjadi selanjutnya, gue sekarang sama-sama di posisi lo," ungkap Bety.

"Tuhan selalu memberikan apa yang kita mau, tapi bukan persis seperti dalam khayalan kita. Tuhan memberikannya lewat perantara, untuk membuktikan pada makhluknya, bahwa jalan yang ditakdirkan-Nya itu lebih sempurna dari yang kita duga," balas Riki.

"Sekarang, gue tau apa maksud takdir itu. Gue tau pilihan mana yang seharusnya gue ambil dari dulu. Perantara itu bukan Dafa, tapi lo, Ki..." Bety berkata lirih.

"Menyakiti gue adalah cara untuk menyadarkan bahwa yang selama ini selalu ada menemani gue adalah Riki, bukan Dafa. Yang melindungi gue adalah Riki, bukan Dafa. Dan yang mencintai gue lebih dari sahabat adalah Riki, bukan Dafa."

"Ketika lo minta gue untuk ikhlas. Dan untuk mencari jalan ikhlas itu sendiri. Maka jalan yang gue temukan, adalah diri lo, Riki sahabat gue," ujar Bety pelan.

Riki tersenyum pulas.

Pria itu kemudian menarik Bety ke dalam pelukannya. Mengusap rambutnya.

"Terimakasih karena Tuhan udah membangun jalan yang terbaik di antara kita," 

Tiga Belas [COMPLETED]Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ