“Kalau gitu, gue yang pesan makanan,” sahut Galang. “Lo mau apa, Ko?”

“Terserah lo deh, oh ya pakai duit gue dulu aja, biar ada kembaliannya. Gue butuh receh buat bayar parkiran,” terang Marco sambil membuka dompetnya, mengambil uang dan memberikannya pada Galang dengan senyum penuh arti. Tak menyangka, rencananya berjalan begitu mulus sejauh ini. Asal Bio tidak keceplosan saja.

“Udah dapat bukunya, Flo?” tanya Marco lagi untuk memecahkan keheningan yang timbul akibat kedatangannya yang tak disangka-sangka. Entah kenapa, Arga dan Floriska tampak begitu tertegun melihatnya.

“Udah kok,” jawab Floriska. “Tumben kamu jalan di mal, Ko?” tanya cewek itu lagi dengan pandangan yang aneh. “Biasanya kamu sama teman kamu suka main di tempat boling.”

“Galang butuh penyegaran sekaligus dia pengin dapat cewek baru. Di tempat boling isinya kebanyakan cowok semua. Jadi ya nggak mungkin kita jalan ke sana buat cari cewek baru,” terang Marco lancar. “Ya kan, Ga? Lo kan cowok, pasti paham maksud gue,” todong Marco pada Arga.

“Sori, tapi gue nggak hobi main ke tempat boling. Jadi gue nggak paham,” balas Arga kaku. Ekspresinya tampak begitu terganggu melihat kehadiran Marco.

Marco hanya mengangguk santai mendengar jawaban Arga.

“Nggak paham tapi udah berpengalaman,” sindir Marco halus.

“Apa maksud lo?” balas Arga.

“Nggak ada, udah lo lanjutin makan aja,” jawab Marco santai sambil tersenyum. “Eh Bio, beli buku apa tadi?” tanya Marco kemudian kepada Bio yang duduk berhadapan dengannya. Anak itu masih nyengir pada Marco.

“Buku tulis sama peralatan tulis. Juga ini.” Bio menyorongkan buku anak tentang serangga pada Marco. Buku itu tipis dan penuh warna.

“Ini bagus,” komentar Marco sambil mengamati buku itu.

“Aku nggak suka. Aku mau yang lebih besar dan tebal kayak punya Kak Marco,” jawab Bio sambil melirik Floriska dengan agak sebal. Cewek itu hanya balas melirik Bio sembari meneruskan mengunyah makanannya.

“Itu bagus buat kamu, Bio. Berwarna dan tulisannya besar-besar,” sahut Arga lembut. “Kak Marco dulu pasti belajar dari buku seperti ini juga,” lanjut Arga dengan nada yang terdengar meremehkan.

“Kak Marco nggak punya buku semacam ini di rumahnya,” sergah Bio serius. “Buku Kak Marco tebal-tebal. Satu gambar serangga ada banyak tulisannya. Bukan kayak buku itu, itu kan kayak buku anak TK. Buku Kak Marco keren-keren dan cuma dijual di luar negeri.”

Arga menaikkan alisnya mendengar penjelasan Bio yang berapi-api itu. Membuat Marco melipat tangan di dada dan tersenyum bangga. Dia merasa begitu keren saat ini.
Good job, Bio.

“Bio, habisin makananmu dulu,” tegur Floriska. Tapi Bio terlihat tak mendengarkan karena melanjutkan coletahannya.

“Kak Arga tahu, Kak Marco punya ruangan yang penuh serangga dari seluruh dunia di rumahnya.” Bio makin bersemangat. “Tiap kali masuk ke ruangan itu, Kak Marco selalu pakai jas warna putih, pakai sarung tangan, terus mengamati satu persatu serangga dalam tangki dan mencatat di buku. Pokoknya keren banget, lah, kayak professor yang ada di film-film superhero.”

KAIROSWhere stories live. Discover now