39. Doa

3.7K 240 30
                                    

Di tengah hamparan rumput itu, Naufal berubah linglung. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Suara isakan tiba-tiba memenuhi indra pendengarannya. Pria itu mengedarkan pandangan namun tak ada seorang pun di tempat itu selain dia dan neneknya. Wanita tua itu bahkan masih tersenyum, lantas darimana suara isakan itu muncul. Mengusik pendengarannya.

NAUFAL!

Teriakan itu kian kencang. Naufal mengedarkan pandangannya. Dia kenal dengan suara itu, suara milik Keyla.

Tubuh neneknya perlahan menjauh. Tangannya masih terulur memanggil Naufal.

Naufal ingin melangkah, meraih tangan wanita tua itu. Tetapi, satu langkah yang akan ia ambil pasti akan mengubah dunianya menjadi ruang putih yang tak mengenal batas.

Kaki pria itu berubah lumpuh tak dapat bergerak. Tangannya yang terulur ingin menggapai neneknya masih terus terulur namun wanita tua itu sudah menarik tangannya.

"Belum waktunya kamu pergi," kembali tersenyum, "Jadikan dia rumah terakhir mu di dunia itu,"

Tubuh nenek semakin menjauh. Namun suaranya terus terdengar, senyumnya bahkan terus terukir. Naufal tak bisa menjawab. Kini semua sarafnya terasa mati. Tubuhnya seperti ditarik paksa meninggalkan pijakannya. Darahnya berubah beku.

❄❄❄

Suara tangis mulai terdengar di sepanjang lorong. Keyla meninggalkan kursi roda yang ia duduki. Kini tubuhnya terduduk seperti orang tak berdaya di atas lantai. Air mata kian deras membasahi pipinya. Tak ada isakan yang keluar. Dalam diam dia berdoa, meminta sedikit harapan kepada Yang Maha Kuasa.

Zahra_ibu Naufal sudah pingsan semenjak melihat monitor manampakkan garis lurus, garis yang sama sekali tidak diharapkan orang-orang sementara ayah Naufal sedari tadi menahan tubuh istrinya. Leta dan Lisa sudah ikut terduduk di atas lantai bersama Keyla. Keluarga Wijaya juga ikut terisak. Sementa Lim dan Azka sudah berada di depan pintu ruangan.

Tak seorang pun yang bisa menerima kenyataan itu. Bahkan waktu terasa berjalan lambat. Semua gerakan juga terasa melambat. Lim dan Azka berdiri di depan pintu. Menyaksikan tubuh sahabatnya yang sudah tidak berdaya.

Kabur bro!
Hahaha! Makanya jangan main-main sama kita.
Ini, Bu tadi kita lagi cari jodoh bareng.
Pak! Pak! Eh eh pak! Pak bujang ku yang caakep...

Kilasan kejadian dari masalalu seakan berputar. Suhu dingin pada ruangan tidak lagi terasa. Sesak menghantam dada karena menolak kenyataan. Akhir kisah yang tak terduga telah mengguncang hudup mereka.

Tidak pernah terlintas di benak mereka akan melihat tubuh Naufal terbaring tak berdaya. Membayangkan tubuh itu benar-benar menghilang karena tertimbun tanah sungguh semakin membuat dua pria itu tidak percaya. Takdir yang sedang mereka lihat sungguh tidak pernah mereka bayangkan.

Kehilangan, perpisahan, mimpi yang terputus. Kemungkinan itu sungguh menambah sesak semakin menghantam dada kedua pria itu. Mengingat kisah mereka yang selalu bersama. Mengingat tingkah konyol mereka yang mengusik hidup orang. Dan sekarang apa yang mereka lihat telah terhenti bersama garis lurus pada layar monitor.

Dasar goblok! Lo itu lagi jatuh cinta bego!
Lo nggak bisa gini Fal. Lo harus bangkit
Gila ya lo! Lo pikir Keyla bakal senang kalau tahu hidup lo kayak gini?!
Bangkit bro!

Mengingat bagaiamana mereka melihat masa di mana Naufal bernafas namun tak hidup seperti yang dulu, mungkin lebih baik daripada mereka melihat pria itu terbaring tak berdaya seperti sekarang. Semua alat bantu tidak lagi berguna.

Tolong jaga Keyla. Itulah kata terakhir yang dua pria ini dengar sebelum akhirnya melihat Naufal menutup mata.

Lim dan Azka sama-sama tahu bagaimana kisah Naufal yang memilih tinggal bersama nenek dibanding orang tuanya. Bagaimana pria itu sangat menyayangi orang sekitarnya meski cara yang ia tunjukkan lebih terlihat konyol. Naufal, satu-satunya pria yang membuat Lim dan Azka tahu arti dari menikmati dunia.

Inesperado | ✔Where stories live. Discover now