38. Satu diantara Banyak

3.3K 231 40
                                    

Pukul 03:00 dini hari akhirnya lampu yang ada di atas pintu ruang operasi pun padam. Tiga orang Dokter yang masih lengkap dengan masker dan jubahnya keluar dari ruangan itu dengan wajah lelah. Di antara tiga Dokter itu, salah satunya terdapat Arkan.

Ketika semua orang mulai berhambur mendekati tiga Dokter itu, Arkan lebih memilih menjauh tanpa membalas tatapan orang-orang di lorong itu. Wajahnya terlihat lelah, entah apa yang telah terjadi di dalam ruangan itu.

"Bagaimana keadaan mereka?" tanya Lim lebih dulu.

Baik Lim maupun Azka, dua pria itu sama-sama terlihat hancur. Pakaian mereka sudah terlihat kusut, bahkan rambut pun sudah tidak tertata lagi.

Salah satu Dokter perempuan itu melepas maskernya, "Meskipun keadaan dua pasien masih kritis, tapi operasinya berhasil."

Mendengar jawaban Dokter tersebut, ungkapan syukur menggema diselasar rumah sakit. Hal itu memang sebuah kenyataan yang baik namun mereka masih tidak bisa tenang mendengar kata kritis dari Dokter.

Naufal dan Keyla baru saja melewati masa tegang di dalam ruang operasi. Baru kali ini para Dokter itu melakukan dua operasi dalam satu waktu. Bukan karena mereka tidak bisa membagi waktu, hanya saja peluru yang memasuki tubuh dua manusia itu sama-sama harus dipindahkan sesegera mungkin.

Lim dan Azka masih terduduk di kursi tunggu. Keluarga Naufal yang ada di Bali sudah mereka kabari. Namun, keluarga Wijaya masih belum ada yang mengabari. Dua pria itu takut salah bertindak sebab mereka tahu Arkan sedang menjauhkan Keyla dari keluarganya dan jika mereka memberitahu hal itu sama saja mereka melewati batasan.

Di dalam ruang yang berbeda. Naufal dan Keyla masih sama-sama belum melewati masa kritis. Dua-duanya masih terbaring kaku di atas ranjang. Hanya suara monoton dari bedside monitor yang menjadi jawaban bahwa dua manusia itu masih sama-sama bernyawa.

❄❄❄

Sudah berjam-jam berlalu Keyla akhirnya bisa melewati masa kritisnya. Lelah akibat kenyataan masih belum usai. Gadis itu masih tak ingin membuka mata. Dia takut jika mata itu terbuka hal buruk akan menjemputnya.

Semenit, dua menit, hingga jarum jam berganti angka. Gadis itu masih tak ingin membuka mata. Sampai sebuah tangan menggenggamnya. Menjalarkan rasa hangat ke seluruh organnya. Dalam dunia gelap yang sekarang ia hadapi terasa lebih nyata dibanding dunia penuh warna yang ia impikan. Genggaman tangan itu seperti menariknya untuk meninggalkan dunia gelap yang sedang ia tempati.

Keyla masih enggan membuka mata. Meski ia tahu waktu telah ia lewati dengan cuma-cuma. Semua tetap berjalan meskipun dia tetap menutup mata itu untuk selamanya.

Sampai kehangatan kembali menghampirinya. Sebuah kecupan pada dahi dan helaan nafas yang teratur membuatnya benar-benar semakin terdorong untuk menghadiri dunia warna itu. Jemarinya bergerak kaku.

Perlahan tapi pasti, mata Keyla akhirnya terbuka. Matanya mengerjap beberapa kali. Bau obat kembali memenuhi indra penciumannya. Tubuhnya lagi-lagi terbaring kaku. Tangannya kembali terpasang selang. Hingga nafasnya pun kembali dibantu oleh oksigen.

Dari tempatnya, ia melihat Keluarganya berkumpul sembari menatapnya haru. Keyla tidak tahu sampai mana kejadian ini hingga membuat semua keluarganya kembali utuh. Ayah, Ibu, Kakek, Arkan, dan saudara kembarnya sudah berada di dalam ruangan yang ia tempati.

Tapi satu yang sedari tadi mengusiknya. Ia mencari orang yang bersamanya hingga mata itu tertutup.

"Naufal...." katanya dengan suara bergetar.

Tak ada yang menjawab pertanyaan Keyla. Bungkam, itu yang dilakukan orang-orang di ruangan ini. Sampai Keyla menggerakkan tangan ingin bangkit dari duduknya.

Inesperado | ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang