32. Lima menit Tarakhir

2.5K 195 8
                                    

Denyutan hebat menghantam kepala Vacha. Suara tangis hadir silih berganti dengan suara teriakan. Semua terasa berputar, mengabur, bahkan semua membuat dunia gadis itu terasa seperti halusinasi.

Seperti berada di posisi rengkarnasi. Seperti terdapat gelombang pada urat kepala. Berdenyut dan terus berdenyut. Vacha meringis memegang kepalanya. Meski terasa berat, gadis itu tetap menguatkan diri agar tidak tumbang. Masih ada yang perlu dia urus. Banyak hal yang harus dia tuntaskan. Jika hari ini dia tumbang maka hari esok akan berganti dengan dirinya yang terkurung di dalam ruang serba putih.

"Apa ini?" Gisel merampas kertas yang ada di tangan Vacha.

Vacha masih memegang kepalanya, "Katakan, itu bukan masalalu gue,"

Gisel manarik nafas dalam-dalam lalu mengambil duduk di samping Vacha, "Jelas bukan," katanya lembut.

"Keluar, gue mau istirahat."

Vacha kembali terbaring. Butuh istirahat untuk menenangkan serangan itu. Dibiarkan paket yang dia terima terhambur di atas kasur dengan tubuhnya yang berada di antara foto berserta isi kotak yang lain.

Susah payah dia berusaha untuk tertidur tapi semua terasa percuma. Dia sudah tidak mengantuk. Denyutan di kepalanya pun mulai menghilang setelah meminum pil yang sempat diberikan Gisel.

Gadis itu kembali duduk. Memungut semua isi kotak lalu menyimpannya ke dalam tas. Kini tidak ada yang bisa melarangnya untuk berusaha. Dia ingin mencari masalalunya seorang diri. Ayah dan ibunya bahkan tidak akan tahu tindakannya ini sementara Gisel bisa dia tangani seorang diri.

Setelah berganti pakaian, Vacha kembali turun dari lantai satu. Ransel sudah tergantung pada pundaknya.

"Mau kemana?" tanya Gisel yang sedang menonton di ruang tengah.

"Kampus,"

"Bukannya lo mau bolos?"

"Ada kuis dadakan,"

Keluarnya dari dalam rumah, Vacha langsung menaiki taxi.  Di dalam kendaraan, gadis itu hanya menatap lurus ke depan. Ingin sekali dia memberitahu hal ini kepada Naufal melalui telpon tapi dia rasa itu tidak terlalu baik. Dia akan mengatakannya secara langsung makanya dia memutuskan untuk ke kampus.

Langkah gadis itu mulai memasuki gedung kampusnya. Langkahnya sangat terburu-buru. Hanya satu tujuannya yaitu ruang presiden mahasiswa. Setibanya di depan pintu ruangan itu, dia segera mengetuk.

"Ruanganya di kunci," kata seorang mahasiswa yang hendak melewatinya.

Kening Vacha mengernyit, "Naufal ke mana?"

"Nggak tahu. Ruangan itu terkunci mulai pagi,"

Pijakan Vacha kembali melemah. Semangatnya seakan runtuh. Dulu dia yang dikejar-kejar presiden mahasiswa itu tapi sekarang dunia terasa terbalik. Gadis itu mulai merasa penyesalan benar-benar menghantamnya.

Kemana dia akan mencari presiden itu? Hari ini dia hanya mendapat satu paket tentang Keyla. Bagaimana jika dia mendapat paket berikutnya? Vacha sudah tidak tahu dimana dia akan meminta bantuan, meminta penjelasan.

Gue rasa nggak ada yang perlu dijelasin. Mulai hari ini lo nggak usah anter-jemput gue lagi!

Perkataannya di hari itu kembali hadir. Ekspresi kaget Naufal masih nampak dengan jelas. Pria itu tidak membantahnya, pria itu benar-benar selalu mengabulkan apa yang ia minta.

"Vachaaa!" suara cempreng khas sahabatnya menghentikan langkah Vacha yang sudah hampir meninggalkan gedung kampus.

Vacha berbalik.

Inesperado | ✔Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ