Part 48

8 0 0
                                    

            

Pagi-pagi sekali, setelah adzan subuh. Panji terlihat sedikit mengigil, dan langsung membalut tubuhnya dengan jaket berwana coklat polos. Hari ini Panji menaiki motornya, segera melesat kerumah Daisy.

Sengaja Panji tidak pulang terlebih dahulu, ingin menginap dirumah ibunya. Lagian sudah lama sekali Panji tak menemui adiknya dan ibunya.

Ternyata udara pagi seperti ini cukup menusuk tulang belulangnya, rasanya begitu ngilu saat motornya dipacu dengan kecepatan yang semakin kencang.

Panji langsung bisa menebak bahwa kerumanan itu pasti rumah Daisy. Panji sudah tau kebiasaan pagi-pagi seperti ini pasti penjual bunga langganan Daisy sudah datang.

Panji belum pernah melihat mereka sebelumya, hanya sekedar mendengar dari cerita Daisy dan ibunya. Begitu Panji sampai dan menyapa mereka, mereka membalasnya dengan senyuman ramah.

"Pasti ini ya calonnya mbak Daisy" Panji langsung menghentikan langkahnya saat salah satu dari mereka mengatakan hal tersebut, tapi saat itu mendadak senyap setelah banyak dari mereka yang berbisik-bisik.

"Buk..Panji dateng" sengaja Panji meninggikan suaranya, agar saat hatinya menjerit pilu tak terdengar oleh siapapun.

Panji langsung masuk dan melihat Daisy sedang mencatat. Panji mendekatinya, dan duduk disebelahnya.

"Jadi pulang piket langsung nyamperin adek?"

"Nyamperin ibuk, bukan kamu" Panji menjambak sedikit bagian belakang jilbab Daisy. Daisy hanya menggeleng-geleng.

"Tadi udah bilang belum sama bunda? Takut dicariin" tanya Anjani tiba-tiba.

"Bilang aja diculik sama ini" Panji sengaja mengelus kepala Daisy.

"Udah ya, Panji capek mau tidur. Di kamar Daisy aja"

"Belum Daisy beresin loh kak" namun Panji tetap saja masuk ke kamar Daisy.

Panji sekarang menjadi orang yang berubah jika itu soal Daisy. Dia terlihat lebih dingin, tidak mau dilarang dan menjadi seenaknya sendiri.

Itu adalah salah satu cara Panji untuk mempertahankan hidupnya berada disamping Daisy untuk menjadi seorang kakak. Mereka dibesarkan sama-sama menjadi anak tunggal.

Jika Panji harus memilih, Panji tidak lagi meminta adik kepada bundanya pada saat ia kecil. Panji pasti akan mencabut kata-kata tersebut. Karena, disaat ia dewasa Tuhan memang benar-benar memberinya adik perempuan yang sangat ia sayangi dan cintai. Panji ingin mengatakan bahwa ia menyesal dengan perkataannya dulu.

Tanpa disadari air matanya luruh begitu saja. Tubuhnya tampak langsung terkulai lemas. Panji tak bisa memberontak dengan takdir hidupnya.

Flashback

Sampai dipelataran rumahnya, Panji langsung keluar mobil terlebih dahulu. Bahkan semenjak diperjalanan tidak ada kata-kata yang keluar. Hanya ayahnya yang sedang menenangkan bunda yang terdengar sesenggukan. Bibir, tangan dan kaki Panji bergetar hebat sejak dirinya berdiri meninggalkan pelataran halaman rumah Daisy.

Panji masih belum bisa meluapkan apa yang bersarang dihatinya. Panji masih terdiam dan mengumpulkan beberapa pertanyaan yang mulai bermunculan.

Hatinya sudah berhamburan, mereka sudah teriris menangis dan kesakitan dengan kenyataan. Panji belum bisa meyakinkan hatinya untuk kembali mempercayai dirinya sendiri. Hati Panji seperti terpecah dan sekarang mereka menjadi serpihan.

Berulang kali Panji susah untuk sekedar menarik nafas, rasanya begitu berat. Sepertinya semua organ tubuh sedang membenci dirinya sendiri. Mereka sengaja menyiksa Panji, karena sudah mengecewakan hati yang selama ini terus menerus disakiti.

Love and ObviousTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon