Part 40

10 0 0
                                    

Selama perjalanan Daisy pulang kerumahnya, sama sekali ia tak mengatakan hal apapun. Bahkan pandangannya selalu tertuju pada luar jendela. Tak masalah untuk Panji, mungkin tadi Daisy merasa tertekan. Jadi saat di mobil seperti ini, Daisy melepas semua bebannya.

Panji tau itu hanya sekedar basa-basi dari Daisy untuk mempersilahkan Panji rehat sejenak dirumahnya. Tapi Panji langsung menolak dan mencari alasan lain agar Daisy dapat membenahi moodnya. Dengan begitu Daisy bisa langsung masuk kerumahnya.

____________

Seperti inikah rasanya menjadi manusia tak berguna?

Begitu dirinya menampakkan diri, maka tak ada seorang pun yang mau menyapanya. Bahkan mereka berpura-pura tak mengenalnya.

Terlihat jelas pancaran kebencian dari mata Daisy saat aktingnya ia luncurkan. Dan satu kata yang membuat hatinya sakit, bahwa Daisy tak mengenalnya.

Daisy, kita impas ya. Kamu merasakan sakit yang kemarin. Yang aku buat secara tidak sengaja.

Sekarang aku juga ngerasain sakit itu.

Royan memukul dadanya begitu kuat, agar memberikan ruang untuk oksigen masuk kedalam rongganya. Terasa begitu sesak memang.

Dilihatnya rambut bergelombang tersebut sedang asik berbincang lalu tertawa renyah begitu didengar. Royan berjalan mengendap, ingin rasanya menguping percakapan yang terlihat mengasyikkan tersebut. Setelah berada dibelakangnya, kini Royan mensejajarkan letak telinganya.

"Jadi bener yaa? Aku tunggu nih"

"See you"

Olivia terjingkat "Huwaaaaa, abang. Sialan, apaan sih. Minggir deh" Olivia lanngsung menampol wajah Royan begitu saja.

"Awww..." dengan gerakan cepat Royan mengambil hp yang ada di genggaman Olivia.

Olivia berusaha meraih hp yang sudah berada di awing-awang tersebut "Abangggg..ihh balikin nggak?"

"Nggak, minta maaf dulu. Udah berani kasar ya sekarang sama abang?" begitu nada tegas didominasi dengan suara yang dingin, membuat Olivia menunduk.

Olivia sedikit gemetar saat abangnya mulai mengeluarkan suara dingin itu "Maafin Olivia" kedua telapak tangan mereka berpaut. Royan merasakan tangan yang menggenggamnya itu terasa dingin.

Tangan kiri Royan sibuk mengotak-atik panggilan terakhir "Initial? Siapa nih, kasih nama aja kali. Sok-sokan initial segala"

"Maaa, liat deh si Olivia mau ketemuan nih. Tapi nggak dibawa kerumah" teriaknya.

Secepat mungkin Olivia menutup mulut penuh dengan bahan olokan itu "Apaan sih bang, orang itu temen Oliv kok. Nanti dia mau kesini"

"Oh yaaa?" ledeknya "Nanti abang mau kenalan ya" tak lupa Royan mencolek dagu Olivia yang membuat Olivia berdecih tak karuan.

"Beneran ya abang kenalan sama temen Olivia, awas aja sampe abang yang malu-malu" teriak Olivia begitu lantang. Royan tak begitu memperdulikan omongan adiknya.

___________________

Mematut dirinya di cermin dengan baju yang terlihat santai, tetapi tak mengurangi wajah manisnya yang tampak dewasa. Dengan celana hitam dan atasan bludru berwarna putih terlihat lebih elegant. Ditambah rambutnya di jepit setengah bagian saja.

Satu buah tentengan ia bawa dengan senyum merekah. Hari ini lebih memilih untuk menggunakan taksi saja, jika beruntung mungkin nanti Royan akan mengantarnya pulang.

"Saya temen Royan mbok" setelah itu dirinya sudah berada di ruang tamu. Tak ingin masuk terebih dahulu sebelum empunya sendiri yang mempersilahkan.

Love and ObviousWhere stories live. Discover now