Part 3

88 1 1
                                    




Daisy hanya ingin pelukan dari Anjani yang secara otomatis akan membuat pikiran dan hatinya tidak bergemuruh untuk beberapa waktu. Banyak hal yang ingin Daisy ceritakan ke ibunya. Pikiran tentang cita-cita, ayahnya dan masa depan dirinya bersama Anjani.

Langkah malas dan takut untuk memasuki rumahnya sendiri Daisy rasakan. Entah hari ini atmosfer sekitar pekarangan rumahnya terasa begitu berbeda.

Daisy menajamkan pendengaran dan penglihatannya. Terlihat wanita bertubuh gempal sedang menunjuk-nunjuk kearah ibunya. Jangan ditanya lagi, mereka sedang cek-cok. Namun Daisy belum mengetahui persis apa penyebabnya. Hanya saja matanya semakin memicing setelah membawa kakinya mendekati pintu rumahnya.

Daisy tak mendengar pembelaan apapun dari ibunya. Wanita itu terus mengoceh dengan membawa secarik kertas yang ada ditangannya.

"Maaf..maafkan kelalaian saya bu. Saya berjanji akan menyelesaikan sisanya pada hari ini" begitu terdengar memelas suara Anjani terdengar ditelinga Daisy. Daisy bergegas masuk dengan mimik wajah bingung.

"Apakah barang yang saya kirim kemarin kurang atau ada kerusakan?" tanya Daisy berhati-hati.

"Ya, kurang 5 buah !" ucapnya ketus dengan memajukan telapak tangannya kearah Daisy.

"Baiklah, saya akan membuatnya sekarang. Dan nanti sore pasti akan saya kirim. Maafkan saya, karena kemarin saya yang menerima pesanan ibu" ucapa Daisy tulus.

"Tak apa. Saya tunggu" wanita itu pergi meninggalkan rumah bercat pink fuschia.

Daisy mendekati ibunya yang nampak pucat setelah rentatan cercaan keluar dari mulut pelanggannya tersebut. Daisy semakin merasa bersalah dengan ibunya, setelah kejadian pertama kini ditambah karena ulahnya Daisy.

"Maafkan Daisy bu, baru segitu aku sudah tidak becus" Daisy menatap ibunya dengan iba. "Tidak apa, buat ini menjadi pelajaran. Lalai akan berdampak pada orang lain juga" Anjani dengan lembut mengusap puncak kepala putriya. Bukan salah Daisy juga semua ini, Anjani tak memperpanjang masalah seperti kepada putrinya. Bagaimana pun Daisy baru belajar dan ini bukan juga pekerjaan Daisy seharusnya.

Mata Dasiy tampak merah ditambah wajahnya masih pucat dan terlihat kelelahan.

"Kenapa, bagaimana tadi? Lancar?" tanya Anjani tanpa melihat kearah Daisy. Daisy menggelengkan kepalanya.

"Syukurlahh.." Anjani masih sibuk dengan pesanan baju dan aksesoris yang lain.

"Ibuuuuuuu..." Daisy langsung meninggikan suaranya.

"Heii...salah ibu apa?" Anjani tertawa geli dalam hati mendengar lengkingan suara Daisy. sesaat setelah itu Anjani langsung menghentikan aktifitas tangannya. Tatapannya berubah menjadi sayu, saat tubuh Daisy mulai mendekatinya dengan gerakan yang sudah tidak normal lagi.

"Tadi kan Daisy menggeleng bu" bibir berbentuk kerucut itu kini berada pada Daisy. Gelak tawa Anjani membuatnya semakin kesal.

"Gakpapa nak, belum rejeki kamu. Ibu kan udah bilang sama kamu..." Daisy hanya mendengar kata pertama yang dikatakan oleh Anjani. Selanjutnya ia tak mau mendengarkan.

"Ingat pesan ibu dari awal ya nak" Anjani mengingatkan.

"Emang ibu nggak nanya, Daisy gagal pada bagian apa?" tangannya disilangkan didepan dada.

"Memang bagian apa dan kenapa?" ucapnya tak kalah ketus.

"Tadi dibilang, Daisy ada tanda lahirnya. Jadi belum bisa" ucapnya memelas.

"Bagaimana bisa ayahmu membuatkan ibu anak ada tanda lahirnya disini?" Daisy berfikir sejenak, lalu terdengar gelak tawa keluar dari mulut mereka. Daisy memukul pelan lengan ibunya.

Bagi Daisy ketenangan saat ini ialah, tak melihat Anjani marah kepada dirinya. Daisy terlalu sayang dengan anggota keluarga satu-satunya itu, Daisy sangat takut untuk mengulang rasa kecewa ibunya. Daisy yang sudah bertekad sejak dulu, untuk tidak bersikap seperti ayahnya. Namun lagi, Anjani yang selalu mengajarkan untuk tidak boleh membenci siapapun termasuk ayah kandungnya sendiri.

Daisy yang sedang duduk sambil merajut beberapa aksesoris untuk dikirimnya besok pagi. Angin sepoi-sepoi menerpa rambut pendeknya begitu lembut, sampai helaan rambutnya berhasil menutupi pandangan Daisy. daisy segera menyingkirkan mereka, merabanya perlahan sampai pangkal rambut. Daisy tersenyum saat dirasakannya rambutnya kini sudah tidak panjang lagi.

Pikiran Daisy jauh melayang untuk malam ini. Daisy masih bingung, bagaimana dirinya harus menjalani hari-hari kedepannya nanti. Apa yang harus Daisy lakukan, aktifitas seperti apa, apakah masih tetap merepotkan Anjani.

Begitu simpang siur jalan pikirannya.

Love and ObviousWhere stories live. Discover now