Part 37

6 0 0
                                    

       


Daisy yang begitu kelelahan setelah mengatakan hal lancang nan keramat tersebut. Dengan mengibas-ibaskan kedua tangan di depan wajanya.

"Yaampun bibi, ngagetin aja. Bibi kapan masuk ih" dirinya kembali terlonjak saat melihat bibi sudah duduk disampingnya dengan melipat kedua tangan. Kedua tangannya berpindah di dada, memastikan bahwa antungnya baik-baik saja.

"Sejak kamu tanya dia kemana" ucap bibi begitu santai, namun membuat Daiy begitu tercekat.

"A..aah bibi. Bisa aja ngarangnya. Tadi ini bibi beli apa" dengan pura-pura mengecek barang belanjaan mungkin bisa menetralisir kegugupannya.

________________

Senyum yang biasanya sudah otomatis tersungging saat mengenakan seragam kebanggaanya, kini sedikit sirna. Bahkan nyaris tak terlihat. Sinar matahari bahkan tak segan-segan untuk merusak pandangaanya.

"Sialan..." tangannya segera merogoh saku celana, mengambil kacamata hitam.

"Ya Capt?" Royan hanya menggelengkan kepalanya setelah pertanyaan dari wanita itu terlontar.

Kini tubuhnya sudah terduduk di ruang kesayangannya. Tuhan tidak pernah tidur, menjaganya dengan segenap hati. Sekumpulan awan yang menggumpal, memunculkan warna jingga di langit nusantara. Membuatnya tersenyum. Hatinya sedikit menghangat. Begitu cantik perpaduan warnanya, ingin rasanya ia menunjukkan kapada gadisnya betapa indahnya pemandangan seperti ini.

____________________

Tak jelas cicitan burung asalnya dari mana, yang jelas terdengar merdu ditelinga Daisy pagi ini. Setelah solat subuh ternyata kasur tersebut menggaet tubuhnya kembali, untuk berbaring diatasnya dengan menjanjikan memberikan Daisy mimpi indah. Namun salah, mimpi setelah subuh tersebut justru berbanding terbalik. Daisy kira akan melanjutkan mimpinya pada malam sebelumnya.

Daisy langsung menegakkan tubuhnya, dengan nafas menderu kecang.

'Ahhhhh' kerongkongannya begitu kering, hingga salivanya sangat susah untuk terteguk. Daisy tak merasakan lagi hembusan angin dari jendela yang sudah dari pagi ia buka. Sama sekali tak memberinya kesejukan, toh tubuhnya tetap saja mengeluarkan keringat.

"Tumben nak, kamu tidur lagi. Biasanya....." tak ada sahutan dari Daisy, Anjani langsung mendekatinya. Duduk diujung kasur, dengan mengguncangkan tubuh Daisy yang sedang terduduk dengan posisi tak karuan.

Dilihatnya keringat sebesar butiran jagung sudah membasahi tubuh putrinya.

"Kamu sakit?" Anjani langsung menempelkan punggung tangannya di dahi tersebut. Daisy terlonjak kaget, tangan dingin itu menyentuh dahinya.

"Ehhhh.."

Anjani menatap curiga "Kamu kenapa kayak orang ketakutan gitu?"

"Daisy mimpi buruk buk" bibirnya mengerucut, lalu menatap melas kearah Anjani.

Anjani langsung menoyor kapala putrinya "Makanya, gadis itu kalo udah bangun solat subuh jangan tidur lagi. Itu tidur setan namanya"

"Bye..ibu mau masak. Kamu nggak bangun terserah dari tadi udah ada orang yang ke toko" dengan langkah santai Anjani meninggalkan kamar Daisy. Membiarkan Daisy berteriak sesuka hati.

Anjani juga memaklumi, karena selama ini Daisy selalu bangun pagi untuk membuka toko. Toh hari ini juga tidak ada satoran bunga. Setoran bunga akhir-akhir ini selalu datang malam hari.

"Ihhhhh ibukkkkk...kenapa nggak dibuka tokonya dari tadi"

"Rejekinya jangan di tolakk ibukkk"

"Ibuk tau nggak, Daisy itu mimpi Ayah. Dia udah punya istri sama anak. Anaknya seumuran sama Daisy ibukkkkkkk. Dengerin Daisy lagi ngomong..." begitu teriakknya pagi-pagi.

Love and ObviousWhere stories live. Discover now