01

15.1K 432 10
                                    

"Chagiya,,," panggil Jimin yang baru pulang dari latihan.

Aku berlari dari arah dapur menuju ke arah Jimin. Sepertinya ia sangat lelah, terlihat keringat yang bercucuran di keningnya.

"Apa kau lelah Jimin? Apa kau mau ku buatkan sesuatu?" tanyaku sambil mengambil alih tas nya.

Jimin tersenyum lalu, " benarkah kau mau membuatkan sesuatu yang aku mau?"

"Tentu saja, kau sudah lelah bekerja dan sudah tugasku menuruti keinginanmu" jawabku lalu menarik Jimin agar duduk di sofa depan tv.

Aku sangat kasian melihat dia seperti ini, dia bekerja keras sementara aku tinggal dirumah.

Aku hanya bekerja menjadi seorang penulis novel, semua itu aku lakukan karena hobiku dan untuk mengisi waktu luangku. Jimin pun tak menentang keinginanku untuk menjadi seorang penulis.

"Setelah mendengar perkataanmu sepertinya lelahku hilang" Jimin tersenyum

"Katakan lah kau mau ku buatkan apa?" tanyaku kepada Jimin untuk yang ke dua kalinya.

"Aku akan membantumu, karena yang aku inginkan akan sangat memerlukan bantuanku"

"Bisakah kau ke poin nya langsung? Jangan membuatku penasaran Jimin" kataku protes dia selalu seperti ini, jika ada yang ia mau akan sangat sulit untuk mengatakannya. Dia selalu memberi kode-kode yang harus ku mengerti.

"Apa yang sebenarnya kau mau? Dan ya, aku akan sangat senang jika kau bisa membantu." lanjutku.

"Benarkah? Aku akan mengatakannya, buatkan aku" Jimin menggantung kalimatnya.

Aku semakin penasaran di buatnya, aku memasang ekspresi "apa?"

"anak" ia melanjutkan kalimatnya.

Aku terkejut saat Jimin mengatakan itu, aku hanya bisa terdiam tak tahu harus menjawab apa.

"hei,, aku hanya bercanda. Kenapa kau sangat terkejut?"Jimin langsung memelukku dari samping dan tersenyum.

Aku tahu dia hanya bercanda tapi kenapa saat Jimim mengatakan itu hatiku sangat teriris.

Pernikahan kami memang masih diusia muda, tapi sampai saat ini belum ada tanda-tanda kehidupan dalam perutku.

"Ahh,,, maafkan aku Jimin oppa aku belum bisa memberimu keturunan" kataku sambil menundukkan kepala, sekuat tenaga ku tahan air mataku agar tak jatuh didepannya.

Jimin melepas pelukannya dan membalikkan tubuhku, sehingga kami berhadapan.

"Chagiya, liat aku. Jangan menangis, aku tak suka melihat kau meneteskan air matamu hanya untuk hal yang sepele"

"Percayalah suatu saat nanti Tuhan akan memberikan kita sebuah tanggungjawab, tapi untuk saat ini kita hanya bisa berdoa agar Tuhan memberi kita kepercayaan agar bisa memiliki sebuah tanggungjawab" lanjut Jimin dan langsung memelukku.

Aku sangat menyukai pelukan Jimin yang bisa membuatku tenang dalam sekejap.

"Ya! Jimin oppa apa kau lapar? Apa kau mau makan sekarang atau kau akan mandi terlebih dahulu?" tanyaku lalu bangkit dari sofa.

"Sebaiknya aku mandi dulu," kata Jimin dengan senyumnya, senyum yang bisa membuat siapa pun yang melihatnya akan ikut tersenyum.

"Nde, aku akan menyiapkan air hangat" kataku dan langsung berjalan ke arah kamar mandi.

***

Jimin keluar dari kamar mandi dengan handuk yang masih melilit dipinggang dan memperlihatkan perut absnya.

Aku memandangi setiap gerak gerik yang Jimin lakukan, tak sadar bahwa Jimin tau aku sedang memandangi nya.

"Apa yang kau lihat chagiya? Apa kau melihat ini?" tanya Jimin sambil menunjuk perutnya.

"Ahh tidak, aku tidak melihat apa-apa. Aku hanya sedang berpikir untuk ceritaku" kataku dengan gugup dan kembali mengalihkan pandanganku ke laptop yang sedang ku pangku.

Jimin tidur disampingku setelah memakai bajunya.

"Chagiyaa,,, bisakah kau jangan terlalu fokus pada laptopmu. Lihat aku suamimu sedang kesepian" kata Jimin dengan manja.

"Oppa, bisakah kau tunggu sebentar aku sedang membuat ceritaku"

Jimin nampak diam dan berpikir sejenak.

"Haruskah aku cemburu pada laptop?" tanya Jimin dengan penuh penekanan.

Aku memalingkan wajahku dari laptop dan melihat Jimin. Dia nampak membelakangiku yang menandakan ia sedang merajuk. Aku segera menutup laptopku dan menaruhnya dimeja.

"apa kau masih cemburu pada benda mati itu?" kataku sambil memeluknya dari belakang.

Tidak ada jawaban darinya, sepertinya dia benar-benar marah padaku.

Aku berusaha membujuknya, aku semakin mengeratkan pelukanku dan sesekali mencium tengkuknya.

Dia menggeliat geli ketika aku menggelitiki pinggangnya. Aku sungguh tak tahan dengan sikapnya ini, aku juga tak tahan jika ia marah lama-lama denganku.

"apa urusanmu sudah selesai dengan pacarmu yang kau sebut benda mati itu?" tanya Jimin sambil menatap mataku lekat.

Matanya sungguh membuatku lemah, rasanya tidak kuat melihat manik itu lama-lama.

Tanpa ku sadari benda yang empuk sudah menempel tepat di bibirku. Iya, benar Jimin menciumku. Bisa-bisanya dia mencari kesempatan di dalam kesempitan.

Aku merasakan manis dari benda kenyal tersebut, semakin lama ciuman kami semakin panas. Aku segera melepas tautan bibir kami, tak ingin terjadi sesuatu yang lebih.

Jimin sedikit kesal saat aku melepas ciuman kami. Aku melihat wajahnya yang cemberut, dia memanyunkan bibirnya. Sungguh lucu saat aku melihat ekspresinya itu.

"Kenapa kau lepas?" tanya Jimin masih dengan wajah yang cemberut.

"Mari tidur, aku sudah lelah. Besok aku harus bertemu produser untuk membahas ceritaku" jawabku dan membalikkan badan membelakangi Jimin. Aku tau saat ini dia pasti sangat kesal.

Tiba-tiba Jimin memeluk pinggangku dari belakang. Pelukan itu semakin erat dan hangat, dia mendekatkan kepalanya denganku dan berbisik di tengkukku. Aku merasakan nafasnya yang terhembus teratur.

"Mungkin kali kau bisa lepas dan menolaknya dengan alasan tertentu. Tapi liat nanti kau akan menjadi mangsaku hidup-hidup" Jimin mengakhiri kata-katanya tanpa pergerakan sedikit pun, masih pada posisi yang sama.

Aku merinding mendengar perkataan Jimin, "mangsaku hidup-hidup" dia kira aku apa. Aku tersenyum ketika dia mengatakan hal itu, itu hal yang lucu tapi mampu membuatku merinding.

Kami tertidur dengan posisi yang sama seperti tadi, Jimin memelukku dari belakang.

.
.
.
.
.
.
.
***

Gimana menurut kalian? Kurang atau pas ni ceritanya?
Pengen tau aja kalian suka atau nggk.

Jangan lupa klik simbol bintang di bawah ya. Dan jangan lupa comment ya.

After Wedding With Park JiminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang