BAB X : Bagian III

1K 97 7
                                    

Kastel Zigg, Urca

Suara pedang beradu menggelegar, mewarnai malam kelam nan mencekam. Tak peduli berapa tetes darah yang telah membasahi, atau berapa tetes keringat yang membanjiri. Mereka masih menatap nyalang satu sama lain. Napas mereka tersengal, namun tekad mereka masih membara.

Lagi, melompat dan menerjang, tak mempedulikan sekitar yang telah porak-poranda. Kastel megah yang dahulunya berdiri kokoh, sekarang menjadi puing reruntuhan berhias tetesan darah.

"Hyaaa!" Ou, sekali lagi menghunjam, namun Lios menghindar dengan leluasa.

Lios mengetatkan rahang, menyerang dengan kecepatan cahaya. Lagi-lagi Ou bisa mengimbanginya. Bahkan serangannya tak mampu menggores tubuh Ou. Mendecih kesal, usahanya sama sekali tak membuahkan hasil.

Di sisi lain, Ou yang kelelahan merasakan tubuhnya mulai melemah. Sialnya, Lios masih terlihat bugar. Tidak! Ia harus bertarung, demi apa yang harus ia lindungi. Demi apa yang seharusnya ia miliki!

Kau menginginkan kematian Lios, bukan?

Tersentak, Ou mendengar bisikan di kepalanya. Suara yang sangat familiar. Menoleh, namun Ou tidak melihat sosok yang membisikinya. Siapa?

Bangkitlah, Shuu Ou Yuusha--

Rebut apa yang seharusnya kau miliki,

Rebut kebahagiaan yang terenggut darimu,

Balaskan dendam semua orang yang kau cinta!

Benar, kata-kata itu begitu benar. Sekilas, ingatan akan pedihnya kehilangan orang tercinta berputar. Merasuk dalam kalbu. Menyebar, menumbuhkan sebuah percikan yang telah padam. Mencengkeram erat pedang, seakan memiliki kekuatan yang baru. Manik merah Ou kini menyala. Melangkah dengan bara di dada. Ya! Ia akan merebut semuanya! Semua miliknya, semua yang telah terenggut darinya! Semua orang yang ia cinta! Semua yang telah memberinya arti akan indahnya dunia!

Hati Ou membara. Manik ruby-nya mengilatkan dendam. Ou, melangkah tegas mendekati Lios Yuusha.

"Ai Lios Yuusha," desis Ou.

Dan entah mengapa Lios pun bergidik ngeri. Mengapa? Mengapa ia merasakan hawa mencekam dari penekanan kata Ou? Sebelum ia memikirkan lebih jauh, Ou sudah menyerang. Mengayunkan pedang dengan seluruh kekuatan.

Trang!

Kembali, pedang dan manik ruby bertumbukan. Membelalak, Lios seakan tak mengenal Ou. Manik ruby yang mengilat dan seringai kejam yang mengias rahang ... bukan! Dia bukan Ou! Dia iblis!

"Hahahahahahaha!" Seiring tawa yang menggema, tebasan Ou semakin kuat. Lios tak mengerti sama sekali. Mengapa Ou tiba-tiba menggila?

Tanpa mereka sadari, sosok ketiga mengawasi kedua Ansinn yang berusaha membunuh satu sama lain. Membuka buku catatan, senyum di bibir pun mengembang. Mawar hitam bertabur, bersama dengan bulu gagak hitam yang beterbangan. Tanda akan datangnya kematian. Mencengkeram sabitnya penuh kepastian, sang dewa kematian menghitung korban yang berjatuhan. Sayapnya mengepak perlahan.

"Arahasis, penerusmu telah bangkit dengan sempurna." Kini hanya tinggal melaksanakan sentuhan akhir.

Kembali, menatap adu pedang yang begitu sengit. Ou benar-benar menggila. Menatap Lios penuh bara kebencian dengan ayunan pedang yang menghantam. Bunuh! Bunuh! Satu kata yang ada dalam hati. Pertahankan hidup juga kebahagiaan! Demi semua orang yang ia cinta dan sayang!

Menggema, mengobarkan semangat. Kenangan akan masa silam. Kenangan atas semua ketidakadilan yang ada dalam hidupnya. Ou, murka. Tak peduli luka yang kembali menganga, mengucurkan darah yang membasahi tanah Urca.

✔️ My King : Flower of Arahasis [ TAMAT ]Where stories live. Discover now