BAB II : Bagian III

19.8K 1.3K 45
                                    

***

( Eral Rerier )

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

( Eral Rerier )

Perjalanan yang panjang akhirnya membuahkan hasil setelah Ratu Annia dan tunangannya, Gamalegio Nathan, mencapai pintu gerbang Urca. Tembok tebal menjulang tinggi, sangat kokoh, bahkan tembok Urca menjadi salah satu tembok yang sulit ditembus ketika perang. Sepanjang sejarah Urca, tembok yang dibangun oleh raja kedua Urca, mendiang Baginda Raja Urve Yulias, belum ada yang bisa menggempur dan menghancurkan tembok itu. Itulah mengapa, Urca termasuk negara tertua daripada negara lain, karena belum ada satu negara pun yang bisa menjajah Urca.

Namun di balik semua itu, ternyata Urca memiliki kenyataan pahit. Memang musuh dari negara lain belum ada yang bisa menerobos pertahanan Urca, namun jangan salah, di balik tembok itu, bendera perang terus berkibar. Musuh di dalam selimut. Ya, Urca tidak takut pada negara lain, yang harus lebih diwaspadai adalah orang-orang yang ada di dalam istana.

Walaupun terlihat makmur, tapi justru di dalam Kastel Zigg semuanya akan menyulut api. Para Ansinn bukan jenis yang bisa menerima. Mereka didasarkan untuk satu tujuan,  menguasai, baik manusia maupun Ansinn lainnya. Di balik semua itu, terdapat rencana busuk yang siap menggempur kapan saja. Miris, musuh yang paling ditakuti adalah kawan sedarah dan sebangsa.

"Dinding itu dibangun oleh raja kedua Urca, Urve Yulias." Gama menjelaskan saat Ratu Annia mengamati pintu gerbang pualam putih yang dihiasi ribuan batu lapiz berwarna biru yang mengilat.
"Ya ampun, gerbangnya saja sangat mewah. Kau yakin raja mereka tidak korupsi?" Ratu Annia menaikkan alis, heran. Padahal negara itu tidak sebesar Knightalia, juga tidak sesejuk Knightalia, kenapa negara itu begitu kaya?

"Entahlah, aku juga bingung." Gama tersenyum kecut.

"Mereka pasti korupsi." Ratu Annia bersungut-sungut, kesal.

Kereta kuda telah melewati gerbang utama, Gama menunjukkan identitasnya pada patung knight yang ada di depan pintu. Patung itu sama seperti patung di ruang pertemuan tapi berukuran lebih besar. Semua tempat penting dijaga oleh patung knight yang menyilangkan tombak di depan pintu. Untuk membukanya, seseorang harus menunjukkan identitas diri, berupa emblem atau tanda pengenal lain. Jika dia diakui dan diperbolehkan memasuki Urca, patung itu akan membukakan jalan. Jika tidak ... sudah banyak yang menjadi saksi mata-mata dari negara lain mati terpenggal di depan pintu gerbang Urca.

Ratu Annia dan tunangannya masuk ke dalam wilayah Urca. Tidak bisa dipungkiri, Ratu Annia memang terkejut. Semua jalanan dan rumah tertata rapi, tak ada satu pun yang melenceng dari kata indah. Itu baru perkampungan penduduk biasa, bagaimana dengan kawasan elitnya? Atau kastelnya?

"Sudah kubilang, Urca itu indah. "

Gama terkekeh, sedangkan sang ratu mendengus. Bahkan, banyak perkebunan buah dan sayur yang terlihat menggoda. Tak heran, ekspor pangan sebagian besar dari Urca. Padahal negara itu terlihat sangat tandus dan panas. Ratu Annia tidak menyangka jika di Urca terdapat surga yang memesona. Bahkan di Knightalia yang sejuk, sektor perkebunan tidak sebanyak itu.

"Sangat disayangkan raja mereka, bukan, calon raja mereka itu pangeran psikopat yang tidak jelas." Padahal belum bertemu, namun kebencian sang ratu terhadap seseorang bernama Shuu Ou Yuusha telah terpampang jelas. Gama mengernyitkan alis, bingung.

"Aku harap kau tidak bertindak di luar batas jika bertemu dengannya, jangan buat masalah dengan Urca." Gama mengingatkan, membuat sang ratu langsung menyipitkan mata.

"Apa maksudmu? Apa kau pikir Knightalia begitu lemah?" Ratu Annia salah paham. Gama pun menarik pinggang ramping sang ratu dan membawa tubuh mungil itu ke pangkuannya. Tapi kali ini, sang ratu diam saja. Ia tidak menolak. Bahkan saat Gama memeluk mesra dari belakang.

"Katakan, apa yang membuatmu begitu takut dengan Urca, Gama." Sang ratu melirik Gama, membuat Gama mengurungkan niat untuk menenggelamkan wajah ke leher sang ratu.

"Aku tidak mengatakan kalau Knightalia itu lemah, atau aku takut pada Urca, hanya saja, berurusan dengan salah satu dari trio malaikat maut Urca sepertinya bukan hal yang bagus." Gama tersenyum kecut, ketika sang ratu menatapnya dengan alis curam. Posisinya kini menyamping, membuat Ratu Annia leluasa bertatap muka dengan Gama yang memangkunya.

"Trio malaikat maut?"

Gama mengangguk pelan. "Ou Yuusha, Eral Rerier, dan Kael Rerier. Kabarnya, dua dari mereka itu sinner. Ou Yuusha sang Sinner Ressurectia Magia. Blanchellia Magia, entah siapa salah satu dari kakak beradik Rerier itu."

Sang ratu membelalakkan mata, Ou Yuusha sinner sihir pembangkit? Tapi, apa yang membuat Ou Yuusha melakukannya, siapa yang ia bangkitkan? Bukankah sihir itu menggunakan banyak tumbal? Pikiran sang ratu terpecah saat kereta kuda berhenti.

"Ah, sudah sampai." Ratu Annia  berdiri diikuti oleh tunangannya. Mereka turun dari kereta kuda dan menatap apa yang ada di depan mereka dengan takjub. Kastel megah menjulang tinggi, berada di balik tembok kokoh. Bahkan, pintu gerbang utama sangat indah dengan ukiran singa dan beberapa motif yang tidak mereka kenal namun tampak elegan.

"Selamat datang di Kastel Zigg." Tiba-tiba seorang pria berambut kelam muncul dan mengagetkan Gama dan sang ratu. "Maaf atas sambutan yang seadanya, saya tidak tahu kalau Anda datang kemari."

Gama menoleh ke Ratu Annia, namun hanya senyum kecut yang ia terima sebagai balasan.

"Aku lupa mengirim surat," ujar sang ratu, santai. Gama menghela napas.

"Tuan Eral Rerier, saya sungguh tersanjung dapat bertemu dengan Anda secara langsung." Gama mengulurkan tangan, Eral dengan cepat menjabatnya.
"Begitu pula saya, Tuan Gamalegio Nathan."

Gama tersenyum dan mengangguk, Gama memang pernah bertemu Eral. Tak heran jika mereka saling mengenal.

"Mari, saya akan mengantar Anda."

***

"Kenapa tidak bilang dari kemarin?" Ou menggeram marah pada Kael yang sekarang ada di belakangnya. Mereka menuju ruang pertemuan. Pemuda berambut pirang itu terlihat kesal karena kedatangan ratu Knightalia yang begitu mendadak. Kael menghela napas kasar dan memutar bola mata sebelum menjawab pertanyaan Ou yang dipenuhi amarah.

"Kalau aku tahu, aku juga akan memberitahumu dari awal, Yang Mulia. Lagi pula mereka juga tidak mengirim surat atau setidaknya mengabari terlebih dahulu." Itu bukan nada penuh wibawa, namun nada mengejek. Ou melirik Kael, menahan diri untuk tidak melayangkan tinjunya pada Kael. Itu sering terjadi, biasanya Eral yang melerai mereka.

Mereka memang sudah seperti saudara sendiri. Kael yang paling tua, Ou yang paling muda. Namun sikap keduanya masih seperti bocah, berbeda dengan Eral yang memilih diam daripada memperpanjang pertikaian.

"Oh, ya? Berarti memang si nenek galak itu yang seenak jidatnya." Ou mendengus kasar dan meneruskan langkah, membuat Kael menggeleng pelan.

"Dari mana kau tahu dia galak? Memangnya kau pernah bertemu dengannya?" Seingat Kael, Ou tidak pernah menghadiri acara kenegaraan, entah itu rapat, sidang atau pesta sekalipun.

Ou menaikkan alis dan mengendikkan bahu. "Dari cerita Danna, aku mengambil kesimpulanku sendiri," jawabnya enteng.
Kael tersenyum kecut, memang benar yang Ou katakan, Ratu Ania terkenal galak. Kael berdoa agar Ou tidak mengatakan hal yang tidak-tidak saat bertemu dengan tamu penting dari Knightalia itu. Mengingat, Ou senang berbicara dengan gaya frontal dan pedas, membuat Kael bertambah khawatir. Semoga saja Ou tidak mengacau kali ini.

***

Thank you for read and vomment!

Lucia Gilgamesh

✔️ My King : Flower of Arahasis [ TAMAT ]Where stories live. Discover now