Bab 26

37.4K 2K 27
                                    

Setelah melewati seminggu dirawat di rumah sakit, akhirnya Elena bisa pulang ke apartemen kecilnya. Dia sudah muak berada di rumah sakit. Apalagi setelah menjalani tes yang mengharuskan Elena untuk rela kandungannya dimasuki oleh alat-alat medis.

Dia terpaksa menyetujui persyaratan yang diberikan oleh Jeff, tapi sebagai gantinya, wanita itu meminta untuk segera pulang ke apartemennya. Elena juga tidak mengijinkan laki-laki itu untuk datang mencarinya sebelum hasil tes tersebut keluar. Dia juga berjanji tidak akan kabur atau bersembunyi.

"Aku akan menempatkan pengawal untuk terus mengawasimu," ujar Jeff setelah mengantarkan dan memastikan wanita itu masuk ke dalam apartemen kecil miliknya dengan selamat.

Elena tidak menanggapi perkataan Jeff. Terserah apa yang akan dilakukan laki-laki tersebut. Menolak pun percuma.

Jeff tidak langsung pergi tapi malah masuk dan duduk di satu-satunya sofa panjang yang berada di ruang tamu Elena. Matanya seolah menelusuri seluruh isi apartemen tersebut.

"Kalau kau sudah selesai. Silakan pergi,"  usir Elena yang tidak ingin berbasa-basi lebih lama. Dia berdiri sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

Kehadiran laki-laki ini mampu membuat ruangan di apartemennya terasa lebih sempit dan sesak.

Jeff sepertinya tidak mendengar kata pengusiran yang terlontar dari bibir Elena, atau lebih tepatnya tidak mengindahkan kalimat tersebut. Dia masih santai duduk dengan kaki bersilang. Terlihat angkuh dan sombong. Aura mengintimidasi sangat kuat terpancar dari sana, tapi Elena sepertinya tidak merasa takut. Bahkan dia terkesan muak.

"Apa kau punya kopi?"  tanya Jeff kemudian sambil melepaskan mantel jas yang melekat pada tubuhnya.

Elena mendengkus dengan keras. Dia tidak ingin laki-laki ini tinggal lebih lama di dalam apartemennya. Dan apa yang baru saja dia bilang 'kopi'?
Elena akan lebih senang jika laki-laki itu mendapatkan air comberan agar bisa sedikit menjernihkan otaknya. Dia baru sadar jika berurusan dengan laki-laki yang gila.

"Apa yang sebenarnya kau inginkan?" tanya Elena dengan raut wajah yang kesal. Dia sudah tidak ingin bersabar lagi. Atau bersikap manis. Sudah cukup laki-laki ini telah berbuat seenaknya sendiri untuk hidupnya juga bayi dalam kandungannya.

"Kopi,"  jawab Jeff dengan enteng. Seolah dia sedang memesan secangkir kopi di sebuah kedai. Bibirnya mengulas senyuman samar. Entah kenapa ada rasa enggan untuk meninggalkan wanita yang kini tengah berdiri dan melotot marah padanya. Selama beberapa hari interaksi mereka di rumah sakit membuat Jeff serasa menemukan kembali kehangatan. Walaupun wanita ini selalu menunjukkan sikap tidak bersahabat dengannya, tapi berbeda sekali saat melihat dia dengan sabar dan hati-hati jika sudah menyangkut janin dalam kandungannya.

Timbul pertanyaan di benak Jeff saat itu. Apa sebegitu berharganya anak tersebut?  Bukankah anak itu hanya sebuah alat?

"Maaf Tuan Jefferson Campbell, tidak ada kopi untuk Anda. Jadi, silakan pergi."  Elena sudah tidak bisa bersabar lagi. Dia akan kehabisan tenaga untuk melawan Jeff. Jadi, lebih baik mengusir laki-laki tersebut secepat mungkin dari apartemennya.

"Tapi aku haus,"  ucap Jeff yang tidak menggeser tubuhnya sama sekali. Dia tetap duduk dengan posisi seperti semula yang membuat Elena ingin sekali menendangnya keluar sekarang juga.

Elena menarik napas panjang dan kasar sebelum pergi untuk masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintu. Dia sudah tidak peduli lagi dengan laki-laki itu. Mau pergi atau tidak bukan urusannya. Sekarang dia hanya ingin merebahkan badannya. Cukup melelahkan dan menguras tenaga hanya untuk meladeni laki-laki itu. Jadi, dia cukup mengabaikannya saja. Elena butuh istirahat, begitu juga janinnya.

Baby, Pull Me Closer- E-BOOK DI PSWhere stories live. Discover now