Bab 21

39.8K 2.1K 25
                                    

Entah sudah berapa lama Elena tertidur di ranjang rumah sakit. Setelah dia mengusir Jeff pergi tadi malam, tubuhnya langsung lemas dan terlelap begitu saja. Mungkin karena pengaruh obat sehingga membuatnya langsung tertidur begitu nyenyak.

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi ketika dia membuka mata secara perlahan. Rasa nyeri pada perutnya masih terasa walaupun sedikit. Dia meringis untuk beberapa saat ketika akan bangun. Akhirnya dia memutuskan untuk berbaring kembali. Terlalu berisiko jika dia bergerak untuk saat ini.

Seorang perawat datang ke kamar Elena beberapa menit kemudian. Menyapa lalu memeriksa tubuhnya.

"Anda tidak boleh banyak bergerak, bahkan kalau perlu Anda tidak boleh turun dari ranjang, kecuali jika ingin ke kamar mandi. Kondisi kandungan Anda sangat lemah," ucap perawat itu pada Elena.

"Kapan saya boleh pulang?" tanya Elena kemudian.

"Maaf, tapi mungkin tiga hingga satu minggu lagi."

"Apa?" Elena hampir berteriak karena tidak menyangka akan selama itu harus tinggal di rumah sakit.

Perawat tersebut menoleh ke arah Elena setelah selesai memasang cairan infus yang baru. "Kondisi kandungan Anda sangat lemah, Nona. Jika Anda memaksa untuk pulang, maka nyawa bayi Anda akan jadi taruhan. Memang saat ini pendarahan sudah berhenti tapi itu tidak menjamin bahwa akan ada pendarahan lagi."

Mendengar perkataan perawat tersebut, membuat Elena terdiam seketika. Ada perasaan takut jika nanti akan kehilangan bayinya.

Tidak. Dia tidak ingin kehilangan bayinya. Apa pun yang terjadi bayinya harus tetap hidup. Dia akan menuruti apa kata perawat tersebut.

Elena masih terdiam ketika perawat tersebut meninggalkan dirinya sendiri. Tangannya mengusap lembut perutnya yang mulai membesar. Beberapa bulan lagi anaknya akan lahir, jadi bagaimanapun juga dia harus berhati-hati untuk menjaga dan melindunginya.

Tiba-tiba saja dia teringat kejadian tadi malam. Tubuhnya menjadi gemetar. Ada rasa takut yang tiba-tiba menyergap hatinya. Kejadian tadi malam sungguh sangat menyeramkan dan tidak pernah terbayangkan olehnya. Karena kejadian itulah dia hampir kehilangan bayinya. Jika itu sampai terjadi, orang pertama yang harus disalahkan adalah Jefferson Campbell. Laki-laki bajingan yang hampir saja memperkosanya dan membuatnya pendarahan. Dia tidak akan pernah memaafkan laki-laki itu seumur hidupnya jika sampai kehilangan bayinya.

Berpikir seperti itu, tanpa sadar air matanya keluar. Dia merasa sedih dan terpukul. Tidak bisa membayangkan jika sampai kehilangan bayinya. Mungkin pada awalnya dia tidak menginginkan bayi ini, tapi sekarang bayi ini adalah hidupnya yang paling berharga.

Saat Elena terlena dalam pikirannya sendiri. Seseorang masuk ke dalam kamarnya. Orang itu berjalan ke arah Elena secara perlahan. "Bagaimana kabarmu?"

Mendengar suara yang tidak asing menyapanya, membuat Elena langsung bersikap waspada. Sekarang dia benar-benar telah sadar. Jadi, dia tidak ingin terjadi sesuatu lagi. Matanya langsung menatap tajam laki-laki yang kini berdiri tak jauh dari ranjangnya.

"Untuk apa kau datang lagi?" sinis Elena. Dia sedikit terkejut laki-laki itu akan datang lagi. Siapa lagi kalau bukan Jefferson.

"Urusan kita masih belum selesai,"  jawab Jeff.

Elena mendengkus kemudian membuang muka. Entah kenapa dadanya terasa sesak sejak kehadiran Jeff dalam kamarnya. Ada perasaan takut bercampur marah dalam hatinya.

"Aku sudah bicara dengan dokter, keadaanmu belum pulih, jadi jangan coba-coba untuk kabur."

Setelah mendengar perkataan tersebut, Elena langsung menoleh. Dia menatap marah ke arah Jeff. Dia tidak menyangka laki-laki ini akan berbicara seperti itu padanya. Sungguh laki-laki yang tidak punya perasaan.

Kabur.

Elena mencibir dalam hati. Kalau dia ingin kabur, sudah dari semalam ketika pertama kali sadar. Namun, bayi dalam kandungannya adalah prioritas utama baginya sekarang. Dia tidak ingin mengambil resiko untuk nyawa anaknya sendiri.

"Apakah kau sudah selesai?" tanya Elena geram. Dia tidak ingin mendengar atau melihat laki-laki itu lagi.

"Aku sudah menyelamatkanmu semalam. Apa ini balasanmu?"

Elena tersenyum sinis sebelum menjawab, "Kau menyelamatkanku? Bukankah kau yang menyebabkan aku masuk rumah sakit? Apa kau sudah lupa? Bagaimana bisa kau yang menyelamatkanku?"

Jeff terdiam setelah mendengar perkataan Elena. Egonya terlalu tinggi untuk mengakui kesalahan tersebut.

"Seharusnya kau meminta maaf, bukan?" lanjut Elena.

Jeff masih membisu. Dia tidak mudah untuk meminta maaf. Dia adalah laki-laki yang tidak ingin direndahkan apalagi oleh seorang wanita.

"Jika kau tidak ingin minta maaf, maka pergilah!" usir Elena dengan nada tegas dan marah.

Jeff menarik napas panjang. Ternyata berurusan dengan wanita seperti Elena itu tidak mudah. Dia akhirnya mengalah dan memilih untuk pergi. Lagipula untuk sementara waktu wanita itu tidak akan pergi ke mana-mana. Jadi, dia hanya bisa menunggu agar wanita itu lebih tenang.

****

Jeff baru tiba di kantornya setelah mengunjungi Elena di rumah sakit. Di atas meja kerjanya sudah ada sebuah amplop berwarna cokelat. Dia segera mengambil amplop tersebut kemudian mengeluarkan isinya. Ternyata isinya adalah semua informasi lengkap tentang Elena. Berikut juga beberapa foto yang terlampir di sana.

Jeff yang sedari tadi masih berdiri akhirnya memutuskan untuk duduk dan membaca informasi tersebut satu persatu. Dia sedikit terkejut dengan informasi yang tertulis di sana. Dalam informasi tersebut tertulis jika Elena tidak pernah berhubungan dengan Scott atau bekerja sama dengan laki-laki tersebut. Mereka hanya pernah bertemu satu kali di restoran tempat Elena bekerja.

Di sana juga tertulis jika anak dalam kandungan Elena tersebut tidak ada hubungannya dengan Scott. Elena bahkan tidak pernah berkencan dengan laki-laki. Memang ada beberapa laki-laki yang menyukainya tapi wanita itu benar-benar tidak pernah berkencan seumur hidupnya.

Jeff terperangah setelah membaca informasi tersebut. Ternyata dugaannya selama ini salah. Wanita itu benar-benar hanya seorang wanita biasa. Bukan wanita suruhan Scott untuk menjebaknya.

Tiba-tiba saja dia teringat tentang pertemuan pertama mereka. Wanita itu pernah bilang kalau anak itu adalah darah dagingnya. Mungkinkah itu benar?

Jeff mulai berpikir tentang semua yang Elena pernah katakan padanya. Dari penilaian Jeff, sepertinya wanita itu bukan tipe pembohong. Dia terlihat seperti wanita polos dan sederhana. Bukan wanita jenis wanita penggoda yang sering dia temui.

Lalu, kilasan kejadian kemarin malam seolah menohok hatinya. Dia hampir memperkosa juga hampir membunuh bayi itu. Jika benar bayi itu adalah miliknya, maka dia baru saja akan membunuh darah dagingnya sendiri.

Gila.

Ini sungguh diluar dugaannya. Dia pikir dia adalah seorang yang cerdas. Seorang jenius yang bisa menaklukkan lawan bisnisnya. Namun, dia terlalu bodoh untuk urusan wanita.

Jeff membuang kertas yang berisi informasi tersebut di atas meja. Dia terlalu bersikap gegabah. Hanya karena wanita itu telah merusak hubungannya dengan kekasihnya, lantas dia bisa berbuat seperti itu.

Bodoh. Sungguh bodoh.

Nampaknya ada satu hal yang perlu dia lakukan untuk membuktikan itu semua. Dia harus membuktikan bahwa anak itu adalah darah dagingnya sendiri atau bukan.

*****

Setelah bab ini saya istirahat dulu ya...

Mungkin beberapa hari nggak update jadi jangan ditungguin.

Ada satu hal yang mendesak harus saya selesaikan.
Tapi tenang aja saya masih akan lanjut cerita ini sampai tamat.
Doakan akhir tahun udah tamat ya.
Soalnya banyak cerita baru yang sudah antre untuk ditulis.

Happy reading
Vea Aprilia
Kamis, 25 Oktober 2018

Baby, Pull Me Closer- E-BOOK DI PSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang