15. Wanita Hebat.

Mulai dari awal
                                    

🌿🌿🌿

Rapat sudah dimulai. Aku melihat Anggrek di bagian depan rapat. Di situ juga ada Miranda. Sepertinya mereka bersahabat.

"Oya semuanya. Kenalkan, ini Nyonya Anggrek," tunjuk Pak Lewis pada wanita itu. "Saya sengaja mengundang Nyonya Anggrek rapat bersama kita membahas soal promosi produk dengan kemasan baru kita. Nyonya Anggrek ini bekerja di perusahaan advertising dan dia bekerja di bagian kreatifnya. Baiklah langsung ke pokoknya saja. Saya berniat bekerjasama dengan perusahaan Bima Nusantara, perusahaan advertising yang diwakili oleh Nyonya Anggrek langsung. Dan saya mengundang Anda semua di rapat ini untuk membahas tema promosi yang akan kita jalankan bersama Nyonya Anggrek," jelas Pak Lewis.

Andi mengacungkan tangan. "Bagaimana kalo temanya tentang memperkenalkan berbagai kuliner nusantara. Bukankah produk kita sesuai dengan cita rasa lokal?"

Cukup cerdas ide dari Andi. Tapi entah kenapa ada sesuatu yang mengganjal dari alam pikiranku.

"Sepertinya tema seperti itu sudah sering diperkenalkan oleh produk makanan lain. Seperti mie instan, kopi, dan masih banyak lagi," sahut seorang karyawan yang tak kutahu namanya.

"Bagaimana kalo temanya tentang valentine? Bukannya sekarang lagi bulan Pebruari dan anak muda suka dengan hari itu. Kalo perlu kita tambahi kata-kata motivasi, seperti contohnya produk lain, 'segarkan semangat'. Kita bisa tambahi kata-kata motivasi seperti itu."

Semangat sekali karyawan di pojok itu menguraikan idenya. Tapi tetap tak kusuka. Ada sesuatu yang membebaninya.

"Bagaimana Nyonya Anggrek? Apa ada ide tema dari mereka yang mengena di hati Anda?" tanya Pak Lewis.

"Saya sudah catat semuanya, Pak Dean. Nanti tinggal saya korelasikan saja," jawab Anggrek.

Pak Lewis mengangguk mantap. Namun aku hanya bergeming. Aku tak suka isi rapat ini. Terlalu membosankan. Ingin rasanya aku beranjak keluar ruangan saja. Mungkin karena ada wanita itu atau mungkinkah ada sesuatu yang lain. Aku hanya menunduk dan mempermainkan bolpoinku di atas meja tanpa ada komentar.

"Bagaimana semuanya? Apa ada ide baru lagi?" tanya Pak Lewis lagi. Peserta rapat menggeleng-gelengkan kepalanya. Aku tak merespon. Entah ada apa dengan diriku? Mengapa aku jadi tak profesional? Sedangkan ada Akbar saja, aku masih bisa bersikap profesional.

Dan di kursi seberangku, kulihat Mas Al yang juga mengikuti rapat nampak mengangkat tangannya.

"Iya, Pak Aldric?" sambut Pak Lewis.

Mas Al bukannya menjawab pertanyaan si bossy malah memandangku dengan nada sarkastis. Aneh dasar.

"Pak Lewis, Anda belum mendengarkan ide dari manusia kreatif yang memberikan saran kemaren," sahut Mas Al.

"Maksud Anda siapa Pak Aldric?"

"Nyonya Ambar."

Kenapa harus menunjukku? Bukankah sedari tadi aku no comment dan tak suka dengan rapat ini? Dia menyebutku dengan sebutan nyonya pula. Menyamakanku dengan panggilan Pak Lewis pada Anggrek mungkin.

"Iya, Ambar. Mungkin ada ide kreatif darimu?"

Pak Lewis malah merespon ucapan sahabatnya yang menjengkelkan ini. Lalu ide apa? Rapat ini saja aku tak suka.

Inayat HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang