Chapter 22 | Bahagia?

19.3K 1.5K 18
                                    


"Bagus sekali, kau masih mengingat jika sekarang kau tinggal di rumahku rupanya."

Fatimah yang baru saja masuk ke dalam apartemen Kean sontak dikejutkan dengan Kean yang sedang berdiri di depan soffa yang biasa dijadikan sebagai tempat menonton televisi.

"Puas bersenang-senangnya?" tanya Kean sinis.

Fatimah hanya menundukkan kepalanya. Entahlah, Kean yang sekarang terlihat begitu menakutkan di mata Fatimah, Fatimah juga melihat Kean yang seperti sedang menahan amarah, terlihat dari rahangnya yang mengeras dan juga tangannya yang mengepal. Keadaan hening, Fatimah tak mampu mengeluarkan suaranya. Ia, hanya mampu menunduk dalam sambil memainkan jarinya, berusaha tenang menghadapi Kean yang kini sedang diselimuti kemarahan. Ini salah Fatimah, Fatimah sadar jika status ia sudah menjadi Istri Kean. Dan merupakan kesalahan Fatimah jika Kean marah padanya karena pulang tengah malam bersama dengan pria lain.

Tapi, memangnya apa yang dilakukan Fatimah bersama dengan Arsen? Ia hanya pergi ke pasar untuk membantu Pak Amar menghabiskan jualannya. Itu saja, tidak lebih. Dan lagi, bukankah sudah kesepakatan dari awal jika, Fatimah dan Kean, Fatimah dan Kean tidak boleh mencampuri urusan satu sama lain. Lagipula, jika Kean saja bisa dengan mudah menjalin hubungan dengan Lizzy, lalu apa salahnya jika Fatimah hanya ikut dengan Arsen untuk membantu yang membutuhkan bantuannya?

Baru saja Fatimah hendak berjalan bermaksud menjelaskan semuanya pada Kean, namun urung saat Kean dengan kencang menarik lengannya dan menyeret Fatimah secara paksa ke dalam kamar.

"Kean lepaskan!" Fatimah berusaha memberontak, namun sepertinya hal itu tak berpengaruh pada Kean, hingga laki-laki itu malah semakin kencang menarik Fatimah menujuk kamar.

Keringat dingin mulai keluar dari tangan Fatimah. Kini, gadis itu benar-benar ketakutan. Berbagai pikiran negatif berkeliaran di dalam benaknya. Membuat tanpa sadar satu tetes air mata terjatuh dari mata cokelat beningnya. Fatimah tidak mampu berpiki jernih ketika Kean dengan kasar membuka pintu kamar, dan setelah itu menutupnya dengan cara membanting pintu itu hingga mengekuarkan suara gebrukan yang sangat keras.

"Kean, apa yang akan kau lakukan?" tanya Fatimah takut ketika berbarengan dengan itu, Kean mendorong tubuh Fatimah ke kasur.

Kean tak menjawab, ia hanya tersenyum sinis sambil menatap Fatimah yang kini mulai ketakutan.

Fatimah meraba sekitarnya, ia mengambil bantal sebagai pelindungnya. Ketakutannya semakin bertambah ketika ia melihat Kean mengunci puntu kamar dan membuang pintu itu ke arah jendela yang terbuka. Fatimah tidak mampu menutupu raut ketakutannya. Kean, seolah berubah menjadi pria bengis yang siap menyantap mangsanya.

Fatimah memundurkan tubuhnya saat melihat Kean semakin berjalan mendekat, dalam hati ia melapalkan begitu banyak do'a dan surat, berharap do'a-do'a yang ia panjatkan dapat mengeluarkan setan yang mungkin saja sedang memasuki tubuh Kean.

Namun nyatanya, semuanya tak berguna.

Karena setelah itu, Kean dengan pandangan remeh menatap Fatimah sambil membuka bajunya tepat di hadapan Fatimah.

"Kau tidak akan bisa bermain-main denganku, Fatimah."

Dan setelah itu, semuanya terjadi.

Pria bermata cokelat itu berjalan terburu-buru menuju tempat, di mana menjadi sumber suara adzan telah berkumandang. Keadaan jalanan di sekitar komplek perumahan mewah itu masih terlihat lengang, hanya menampilkan satu atau dua kendaraan bermotor yang memang sengaja lewat untuk sekedar ikut serta menjalankan sholat subuh berjamaah di masjid.

Pure Love [Sudah Diterbitkan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang