Chapter 4 | Awal mula

25.2K 1.9K 8
                                    

"Gimana Fa? Si Bos ngasih nggak?" tanya Alivia sambil ikut membersihkan meja-meja yang sudah tidak dihinggapi oleh para pengunjung.

Jam sudah menunjukkan pukul 11.47 malam, dan restoran sudah hampir tutup mengingat jam buka maksimal malam hanya sampai jam 12.00. Dan sepertinya, hari ini restoran kedatangan tamu istimewa, mengingat restoran mendadak ditutup lebih awal dari biasanya atas pernitah pemiliknya. Dan lagi, sedari tadi Fatimah tak pernah berhenti menoleh ke arah pojok restoran, di mana seorang pria berpakaian rapi dengan setelan jas miliknya tampak masih setia duduk di pojok sambil tak berhenti memainkan ponselnya.

Aish, jika seperti ini Fatimah merasa risih sendiri, pasalnya restoran benar-benar akan ditutup sebentar lagi, dan pria berambut hitam klimis itu masih belum angkat kaki juga dari restoran. Apakah Fatimah perlu mengusir pria itu? Atau membiarkannya saja, dan menunggu pria itu pulang baru ia dan Alivia bisa menutup restoran, dan kemudian mereka pulang?

Fatimah menggeleng sejenak, ah itu terlalu lama! Fatimah bahkan sudah sangat lelah dan ingin segera pulang kemudian berpelukan manja dengan bantal guling Minion kesayangannya.

"Vi?" Fatimah menoleh sejenak pada Alivia, kemudian tatapannya ia arahkan lagi pada pria yang masih asyik berinteraksi dengan ponselnya.

Alivia menoleh. "Hm?"

"Itu, om-om yang di pojok, kok belum pulang?" tanya Fatimah pelan, agar pria itu tidak sampai mendengar ucapannya.

Alivia ikut menatap ke arah pojok sesuai dengan yang ditunjukkan Fatimah. Gadis yang kebetulan lebih tua dua tahun dari Fatimah itu juga ikut terdiam sambil menatap ke arah si pria. "Iya ya, kok dia belum pulang?" Alivia sama herannya dengan Fatimah.

Tanpa menunggu lama, mendengar jawaban Alivia, membuat Fatimah sontak langsung berjalan mantap ke arah pria itu. Fatimah kesal saja, kenapa pria itu belum juga pulang dan lebih memilih menetap di restoran yang bahkan hendak tutup ini.

Sementara di tempatnya, Alivia tampak berpikir sejenak, dan kemudian sontak matanya langsung membulat sempurna saat ia menyadari sesuatu. "Haduh, dia kan asisten pribadinya keponakan si Bos yang kaya raya itu, dia pasti lagi nunggu Bosnya juga," Alivia mendesah pelan, kemudian berlari mendekati Fatimah yang sudah hampir sampai di hadapan si pria itu.

Fatimah menghentikkan langkahnya tepat di hadapan pria itu. "Permisi, Tuan?" ucap Fatimah pelan berusaha mengalihkan perhatian pria itu dari ponselnya.

Pria itu mendongkak menatap seseorang di hadapannya. Kemudian, ia tampak terpaku dengan apa yang dilihatnya.

"Tuan?" Fatimah memanggil lagi.

Pria itu tersenyum kikuk, kemudian bangkit. "Ah? Saya, Rangga," pria yang tak lain adalah Rangga itu kemudian menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Pernyataan bodoh macam apa itu?! Pikirnya. Bahkan, gadis di hadapannya kini terlihat menatap ia dengan satu alis terangkat.

Fatimah jadi salah tingkah sendiri, sepertinya niat dirinya untuk mengusir pria di hadapannya ini tidak bisa berjalan lancar karena tanpa ba-bi-bu, pria itu malah memperkenalkan dirinya.

Sambil ikut tersenyum kikuk, akhirnya Fatimah menjawab. "Oh? Aku, aku Fatimah," jawab Fatimah sambil menggaruk tengkuknya.

Melihat Fatimah yang menggaruk tengkuknya, Rangga juga ikut menggaruk tengkuknya sambil tersenyum lima jari. "Kau, kau bekerja di sini?" tanya Rangga basa-basi.

Fatimah menatap Alivia yang kini sudah berada di sampingnya dengan napas yang sudah memburu. "Vi, kenapa?" bisik Fatimah sambil menyenggol pelan Alivia.

Alivia tersenyum manis pada Rangga, kemudian ia berbisik pada Fatimah sambil sesekali tersenyum saat Rangga menatap aneh dirinya. "Fa, jangan marahin dia ya? Dia itu asistennya keponakan si Bos yang orang bule itu, Kakaknya si bule yang kemarin ngebooking restoran ini."

Pure Love [Sudah Diterbitkan]Where stories live. Discover now