Chapter 1 | Fatimah Alfathunisa Hussein

43.1K 2.1K 14
                                    

"Dua, tiga," Fatimah menghitung setiap lembar uang yang ada di tangannya. Entah untuk yang keberapa kalinya, ia tidak fokus hingga terus menerus salah menghitung uang. Padahal, seharusnya hari ini ia bisa pulang lebih awal dari biasanya karena restoran memang seharusnya tutup mengingat sore nanti, restoran akan di booking oleh salah seorang manusia kaya raya yang katanya akan melamar kekasihnya dengan romantis di sini.

Ah, untung saja Fatimah tidak ditugaskan untuk melayani tamu kali ini. Kalau ia yang disuruh, habislah ia melihat adegan-adegan mesra layaknya di film-film.

Sebenarnya Fatimah tidak terlalu senang mendengar ada orang yang membuang banyak uang hanya untuk kesenangan dunia. Apalagi hanya untuk seseorang yang belum tentu menjadi jodohnya. Ya walaupun tujuannya melamar, tetap saja kan jika hanya sebatas melamar belum tentu juga akan jadi pada akhirnya. Begitulah, selama ini Fatimah selalu berpikir jika semua orang kaya itu sama. Menghambur-hamburkan uang untuk membeli sebuah kesenangan. Sementara Fatimah? Nasib yang membuat ia bahkan harus menunda kuliahnya demi mencukupi kebutuhan keluarganya.

"Bantu aku lembur ya, Fa?"

Fatimah mengerutkan keningnya. "Ha?"

Alivia, gadis yang kini mengenakan masker itu berdecak. "Astaga tuh muka, ish! Ngelamun mulu."

Fatimah terkekeh. "Aku nggak kebagian lembur. Jadi, kayaknya nggak bisa deh."

Gadis yang biasa dipanggil Via itu mendesah. "Fatimah Alfathunisa, plis bantuin aku ya? Kamu tau kan kalo aku itu orangnya paling sering nerves. Apalagi kalo misalnya tamu kita hari ini ganteng."

Fatimah menatap sekilas pada temannya itu. "Hubungannya?"

"Jelas ada hubungannya lah. Kamu tau nggak sih Fa?"

Fatimah menggeleng.

"Nah itu, tamu kita hari ini ganteng parah. Dia orang bule gitu. Pokoknya dabes banget lah, udah gitu dari yang aku dengar, dia itu anak dari salah pengusaha-pengusaha yang biasa kita lihat fotonya itu di majalah. Ah, aku nggak nyangka banget orang sekaya dia milih restoran kita buat jadi latar tempat dia ngelamar kekasih hatinya."

Fatimah mengangkatkan bahunya. "Mungkin dia khilaf, makanya milih ini restoran."

Via menoyor pelan kepala Fatimah. "Yeh, si ukhti. Si bos tahu, habis gajimu dipotongnya. Jangan meremehkan restoran ini. Toh, uangmu sumbernya dari sini juga kok."

Fatimah tersenyum sambil menggaruk tengkuknya. "Iya ya."

"Jadi gimana?"

"Gimana apanya?"

"Jadi nggak nemenin aku lembur?"

Fatimah berpikir sejenak. "Ada tambahannya nggak?"

"Hah?"

"Gaji."

"Oh."

Hening, Fatimah kembali menatap Via. "Oh aja?"

Akhirnya, Fatimah berdecak kesal sambil meremas kerudung panjangnya. "Ada tambahan buat gajinya nggak?" tanya Fatimah lagi.

Pure Love [Sudah Diterbitkan]Where stories live. Discover now