Chapter 7 | The reason

23.9K 1.6K 3
                                    

Fatimah berjalan lesu menuju rumahnya. Tenaganya hampir terkuras habis karena seharian ini ia bekerja penuh tanpa adanya istirahat. Entah apa yang terjadi, siang tadi bahkan hingga malam, restoran dikunjungi oleh banyak pengunjung yang kebanyakan mahasiswa yang kebetulan berkuliah di kampus yang letaknya tidak jauh dari restoran.

Fatimah berhenti sejenak, ia menatap sepasang kaos kaki yang masih dipakainya dari kemarin. Seketika, sekelebat bayangan tentang dunia perkuliahan memenuhi kepala Fatimah. Fatimah ingin kuliah, ia ingin seperti anak-anak muda tadi yang memakai jas almamater kampus, Fatimah ingin mengikuti organisasi-organisasi perkuliahan, Fatimah ingin merasakan bagaimana rasanya mengikuti kegiatan ospek. Intinya, Fatimah ingin kuliah. Fatimah ingin seperti anak-anak muda lain yang bisa dengan bebas mengenyam pendidikan tinggi untuk merancang masa depan mereka sendiri.

Namun melihat keadaannya sekarang, hati Fatimah justru terasa perih. Jangankan untuk kuliah, Fatimah saja bahkan tidak memiliki uang lebih untuk sekedar membeli kaos kaki dan mukena baru. Untuk hidup sehari-hari saja ia susah, apalagi untuk kuliah. Tapi Fatimah tidak akan berputus asa, Fatimah yakin jika ia bisa melanjutkan pendidikannya. Fatimah yakin jika Allah pasti akan mengabulkan do'anya. Selama Fatimah berusaha, kesempatan pasti akan ada.

"Wow wow wow."

Fatimah yang baru saja hendak membuka knop pintu, sontak langsung mengurungkan kembali niatnya ketika pintu lebih dahulu terbuka dan menampilkan Kakak tertuanya, Sandrina yang sedang berdiri sambil melipat kedua tangannya di depan dada. Wanita itu, tampak tersenyum sinis ke arah Fatimah dan perlahan berjalan mendekati Fatimah.

"Kak Ana," Fatimah berjalan mendekati Kakaknya, bermaksud mengulurkan tanganya untuk bersalaman. Namun belum sampai tangan Fatimah meraih tangan Kakaknya, tangan Fatimah lebih dahulu jatuh ketika Sandrina memukul kencang tangan Fatimah.

Fatimah meringis pelan.

"Hebat sekali kau, sejak kapan kau jadi selingkuhan pengusaha-pengusaha kaya?" tanya Sandrina sinis yang membuat Fatimah mengerutkan keningnya.

"Maksud Kakak?" tanya Fatimah tak mengerti.

Mendengar jawaban Fatimah, Sandrina tertawa. "Maksudku?" Sandrina menunjuk dirinya sendiri sambil belum berhenti tertawa. "Fatimah pulang!!" Sandrina berteriak sambil menoleh ke arah dalam rumahnya.

Fatimah semakin mengerutkan keningnya bingung, hingga kemudian Kakek dan Ayana datang dari arah pintu.

Mereka, menatap Fatimah dari atas hingga bawah.

Fatimah tidak mengerti, sebenarnya ada apa ini?

"Bagus sekali, kau pulang sampai selarut ini, sebenarnya apa pekerjaanmu?"

Fatimah menatap Kakeknya sebentar. "A-aku-"

"Sejak kapan kau jadi simpanan pria itu?"

Fatimah mengerutkan keningnya. "Pria? Siapa?" tanya Fatimah bingung.

Mendengar itu, Ayana tertawa. "Pura-pura tidak tahu? Atau memang tidak tahu?" tanyanya sinis.

Fatimah hanya menggeleng sejenak.

"Sudahlah Ayana, jangan terlalu banyak berbasa-basi pada gadis itu," Sandrina menyela, "Rangga, sejak kapan kau menjadi simpanan pria itu?"

"Hah?"

Ayana berkacak pinggang. "Jangan pura-pura polos, Fatimah! Bukankah kau yang menyuruh Rangga untuk membayar biaya tunggakkan kuliah kami?!" tanya Ayana lebih terdengar seperti bentakkan.

Mendengar itu, Fatimah terbelak. Apa? Rangga?!

"Apa?" tanya Fatimah tak percaya.

Sandrina berjalan mendekati Fatimah. "Apa kau buta sampai tidak melihat pintu rumah ini sudah kembali seperti semula? Bukankah kemarin Rangga yang sudah menghancurkannya? Jadi, kau pikir siapa yang melakukan semua ini, hah?!"

Pure Love [Sudah Diterbitkan]Where stories live. Discover now