Prolog

50.8K 2.4K 9
                                    


•••

SELAMAT BERTEMU DENGAN KEANU DAN FATIMAH, YANG AKAN MEMBUAT KALIAN TERTAWA, MENANGIS, TERHARU, BAHAGIA DAN BERSEDIH-SEDIH RIA....

~~~

Fatimah menatap sekelilingnya.

Dua detik kemudian, ia menatap ke belakang. Terdengar helaan napas lega keluar dari bibir tipis Fatimah. Rasa syukur mulai memenuhi dadanya. Setelah hampir setengah jam ia berlari-larian di jalanan karena dikejar oleh Kakaknya, akhirnya Fatimah bisa bernapas lega karena melihat tak ada tanda-tanda Kakaknya masih mengejar dirinya.

"Huh," Fatimah kembali menghela napas. Gadis berkerudung panjang itu, menatap sejenak jam tangan yang tertutupi lengan baju gamis berwarna pink yang dipakainya.

Mata Fatimah terbelak seketika.

"Ha? Jam sembilan malam? Yang benar saja!"

Fatimah menepuk jidatnya. Ia sadar, jika acara kejar mengejar dengan Kakaknya tadi, berlangsung setelah isya lalu. Pantas saja kini ia merasa jika hari semakin lama semakin gelap dan lampu-lampu rumah sudah ada yang dimatikan, pertanda sang penghuni sudah tidur.

Di jam seperti ini, di malam seperti ini, Fatimah berdiri sendirian. Berjalan dengan luntang-lantung di pinggir jalan sambil bingung memikirkan bagaimana ia pulang. Bukannya ia tidak tahu jalan pulang, hanya saja, Fatimah takut jika ia harus pulang malam ini, Kakek dan juga ketiga Kakaknya akan kembali menghukum dirinya karena ia masih belum memberikan apa yang diminta sang Kakek.

Fatimah menghela napas kasar. Tidak ada cara lain—

"Masjid!"

Fatimah berseru senang, tanpa menunggu lama, gadis itu akhirnya berlari ke arah masjid yang terletak sekitar 200 meter dari tempatnya berdiri. Lumayan, jika ia tidak bisa pulang ke rumah malam ini, setidaknya ia bisa menginap di masjid sampai hari esok tiba dan ia bisa segera pulang ketika ia sudah bisa memberikan apa yang Kakeknya minta.

Malam panjang yang dilewati oleh Fatimah telah menghilang. Digantikan oleh pagi yang datang menyapa serta siang yang akan segera menjemput. Fatimah, mengerjapkan matanya ketika samar-sama ia mendengar suara adzan berkumandang.

Dengan langkah gontai, akhirnya Fatimah bangkit sambil tangannya membetulkan letak kerudungnya yang sudah acak-acakan. Semalaman tidur di atas sajadah, membuat tubuhnya sedikit agak pegal. Terlebih, gadis itu tidak menggunakan bantal sebagai ganjal kepalanya. Walaupun semalam ada seorang Bapak paruh baya yang menawari Fatimah untuk menginap di rumahnya, Fatimah menolak. Bukannya apa-apa, Fatimah hanya tidak ingin menyusahkan orang lain. Itu saja sih.

Fatimah masih berjalan dengan langkai gontai karena menahan kantuk di matanya. Gadis itu, berhenti sejenak dan bersender pada dinding masjid untuk mengembalikkan kesadarannya. "Huaa, Ya Allah ngantuk. Gimana dong?" Fatimah bergumam.

Hingga tak lama kemudian, Fatimah memutuskan untuk kembali melangkahkan kakinya ke tempat wudhu. Baru saja Fatimah hendak memakai sendalnya, saat tiba-tiba saja tubuhnya terhuyung ke belakang.

Dan,

Buk!!

Fatimah terduduk di lantai Masjid. Tubuhnya ambruk seiring dengan kencangnya seseorang menabrak dirinya yang sedari awal sudah lunglai.

"Aduh," Fatimah mengaduh, merintih menahan sakit akibat terjatuh secara mendadak. Entah ia yang tidak hati-hati, atau memang orang yang menabraknya yang tidak berhati-hati sehingga menyebabkan dia menabrak Fatimah.

Ah, Fatimah tidak peduli akan hal itu! Ia hanya ingin mengeluarkan sedikit saja kekeesalannya pada orang jahat yang kini berdiri di hadapannya itu.

Dengan cepat, Fatimah bangkit dan membersihkan baju gamis yang tadi kotor karena menyentuh lantai. Satu detik kemudian, Fatimah memasang tampang garangnya dan—

"Kalau jalan itu," Fatimah meneguk salivanya. Demi apapun juga, kenapa orang yang ada di hadapannya hanya diam sambil menatapnya dengan wajah datar saja? Tapi, dibalik kedataran itu, tak bisa Fatimah sembunyikan jika orang yang ada di hadapannya ini—

"Ganteng," ucap Fatimah spontan, dan menyadari apa yang ia ucapkan, ia langsung membulatkan matanya dan menutup mulutnya. Astagfirullah, hanya karena mata abu-abu pria yang ada di hadapannya, Fatimah jadi khilaf.

Tapi demi apapun juga, Fatimah tidak bisa berbohong jika pria yang ada di hadapannya kini memang sangat tampan. Mata berwarna abu-abu, hidung yang mancung, rahang tegas, serta bibir merah alami pria itu, membuat Fatimah menelan ludahnya. Demi apa? Fatimah melihat pria bule seperti aktor-aktor hollywood nyasar ke hadapannya?

"Permisi," Kata pria itu sambil melenggang pergi.

Fatimah melongo.

Apa?!

Oke, Fatimah cabut kata ganteng yang tadi keluar dari mulutnya. Ganteng boleh, tapi kalau kelakuannya seperti itu? Siapa yang mau? Bahkan dia tidak meminta maaf atas apa yang sudah dilakukannya pada Fatimah? Ah, Fatimah berharap jika ia tidak akan bertemu lagi dengan pria bule itu.

"Dasar bule kawe!"

Pure Love [Sudah Diterbitkan]Where stories live. Discover now