25 - MENGGALI DAN BERKEMAS

16 4 0
                                    


Jin Hee, Joon, dan Seol Ah berpindah-muncul di kamar Seol Ah yang pernah Jin Hee kunjungi sebelumnya. Jin Hee berteleportasi bersama mereka. Karena itu sekarang dia sangat kelelahan. Jin Hee tak langsung menyembuhkan luka di kepala Joon dan membiarkan Seol Ah tergeletak pingsan di ranjangnya.

“Jin Hee-ya, kau tidak apa-apa?” Joon mencemaskannya. “Badanmu dingin sekali,” kata Joon setelah menyentuh tangan Jin Hee.

“Aku tidak apa-apa.” Jin Hee menepis kecemasan Joon. Dia ingat tentang luka di kepala Joon. Dia langsung menyingkirkan rambut Joon yang menghalangi luka itu. “Ah? Joon-ah ...”

“Tidak apa-apa.” Joon menepis lengan Jin Hee dengan lembut. “Kau tidak perlu menyembuhkanku dengan caramu itu. Aku akan cari kotak obat saja. Pasti ada di suatu tempat di rumah ini, kan? Sebentar ya?”

Jin Hee menangkap lengan Joon, mencegah Joon—yang telah bangkit—keluar dari kamar ini. Dia khawatir Leon telah terbebas dari tumpukan benda-benda itu dan berkeliaran di dalam rumah untuk balas dendam. Dia tidak bisa membawa Joon dan Seol Ah berteleportasi lebih jauh dari ini.

Joon tersenyum tenang padanya. “Tenang saja. Aku yakin makhluk aneh itu masih terjebak. Dan kalaupun tidak, aku tidak akan tertangkap olehnya. Kau di sini saja, awasi Seol Ah, hm?”

Jin Hee ingin Joon berjanji agar segera kembali ke kamar ini secepatnya.
Seolah mengerti arti dari tatapan Jin Hee barusan, Joon mengangguk lalu melepaskan pelan-pelan tangan Jin Hee dari lengannya. Dia akan segera kembali.

Jin Hee terduduk di tepi ranjang, lelah dan agak tegang. Dia memandangi Seol Ah yang meringkuk tak sadarkan diri di sampingnya. Anak ini, batinnya, ternyata kemampuannya jauh melebihiku. Akankah dia selamat dari Leon? Aku harus apa selanjutnya?

Joon kembali, bersama sebuah kotak putih, dengan terburu-buru memasuki ruangan dan menutup pintu rapat-rapat. “Aku cepat, kan?” katanya, “Kotak obatnya ada di ruang tv di sebelah kamar ini. Beruntungnya aku.” Jelas Joon merasa dirinya baru terbebas dari intaian yang buas.

“Kemari,” Jin Hee akan mengobati Joon dengan alat dan bahan yang ada di dalam kotak obat itu.

Joon duduk di depan Jin Hee, di tepi ranjang juga.

Pertama, Jin Hee membersihkan darah yang bercucuran dengan kapas bersih. Kemudian dia mengambil kapas yang lain, yang dilumuri alkohol, untuk membersihkan luka sobek di dahi Joon. Jin Hee agak ngeri saat melihat penampakan luka yang sudah bersih dari darah itu. Lukanya tidak dalam, tapi sobeknya kira-kira sepanjang jari telunjuk, dan ada lebam juga di sekitar luka itu. Dia merasa sangat bersalah karena tak bisa menyembuhkan Joon dengan kemampuannya. Dia segera menempelkan plester dan perban ke luka itu. “Nah, sudah,” Jin Hee bukan memberi tahu.

Joon menyentuh-nyentuh perban di dahinya.

Jin Hee menjauhkan tangan Joon dari luka. Kalau disentuh, mungkin akan terasa sakit atau merusak perban yang telah susah payah ditempelkannya itu. Joon nyengir.

Joon melihat kagum ke sekeliling. “Ini—”

“Kamar Seol Ah,” sambung Jin Hee, memotong.

“HAH? Besar sekali.” Meski tahu Seol Ah berasal dari keluarga kaya, dia tidak tahu Seol Ah se-kaya ini. “Aih, tapi—tadi itu dia kenapa? Kenapa tiba-tiba banyak benda berterbangan dan lainnya? Itu perbuatannya, kan, bukan perbuatanmu?”

Jin Hee mengangguk-angguk mengiyakan. Sambil memandangi Seol Ah, yang masih pingsan, dia bergumam, “Walau bagaimanapun dia adalah bagian dari ibuku.”

Joon memandangi Seol Ah juga. “Lalu bagaimana ini? Apa yang akan kita lakukan? Jelas, sekarang dia bukan manusia, kan?”

Mata Jin Hee memicing pada Joon. “Hey, kenapa kau dan Seol Ah ada di sana? Lihat, kalian jadi begini, kan? Kalau kalian tidak datang—”

LOVE IN THE EARTHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang