12 - FREKUENSI SUARA

36 5 0
                                    

Joon dan Jin Hee muncul di dalam bangunan tua, di dekat kapsul terbang Jin Hee yang tergolek di lantai. Jin Hee akan menceritakan bagaimana akhirnya dia bisa bersuara.

Saat itu, selama keterlambatannya, Profesor Jung—atau Leon—bicara cukup banyak pada Jin Hee tentang masa lalunya, tentang masa lalu Jin Hee, dan berbagai kejadian di antara mereka berdua. Katanya, dalam suara yang sangat rendah, “Dulu kau amat mungil, kecil, dan sering meringkuk di bawah meja. Kenapa? Karena kau takut padaku. Aku menakutkan, SANGAT menakutkan, katamu.”

Jin Hee meringkuk, punggungnya menempel ke permukaan kapsul terbang dan kedua tangannya menggenggam dengan sekuat tenaga—mempertahankan diri agar tak terlihat gemetaran. Dia mengajukan pertanyaan yang sama lagi, lewat telepati, ‘Kau siapa?’

“Aku kan sudah menjawab pertanyaan itu tadi. Aku Leon. Namaqus Leon. Ingatanmu yang buruk atau kau tuli? Hahaha. Ini lucu sekali.” Leher Leon menggeliat dengan menyeramkan.

Mata Jin Hee tertuju tajam padanya, seolah dia sedang memasang kuda-kuda untuk—pada saat yang tepat—memangsanya. ‘Kau tahu, bukan itu maksudku. Kau siapa, seratus tahun lalu itu apa, dan kenapa aku adalah lawanmu. Jelaskan!’ seru Jin Hee, ketat.

“Auh, huhuhuhuhu ...” Leon berdiri sebentar untuk sekedar tertawa. Dia kembali berjongkok dan menyorotkan pupil mata vertikalnya pada Jin Hee sambil berkata, “Kau bukan lawan yang pantas untukku. Kau tidak mengingatku, tidak tahu apa yang terjadi seratus tahun yang lalu, dan ... setidaknya kau harus bersuara dulu. Mau kuberi tahu bagaimana caranya supaya kau bisa bersuara?” tawarnya, licik.

Jin Hee tak mau menerima tawaran itu, tapi— tangan kanannya dirampas, ibu jari dan dua jari pendek lainnya dilipat, lalu dua jari terpanjangnya ditarik paksa hingga akhirnya menempel di tenggorokan Leon. Katanya, “Rasakan, pelajari, dan ingat. Ini adalah getaran yang harus dibuat agar suaramu bisa didengar oleh telinga. Ini adalah getaran untuk bersuara. DAN INI ADALAH GETARAN UNTUK BERTERIAK!!!” suara rendah Leon tiba-tiba berubah menjadi serak dan tajam, SANGAT memekakan.

Tangan Jin Hee otomatis bergerak menutupi telinga. Dia kesakitan. Dan ketika tangan itu menjauh dari telinga, seberkas cairan berwarna merah kental ternyata menempel di sana. Berkat itu, kepala Jin Hee serasa tersedot ke dalam suatu pusaran yang entahlah apa itu.

Sementara Jin Hee meremas kepalanya, Leon terus mengeluarkan suara serak yang berasal dari pangkal langit-langit mulutnya. Rahangnya terbuka lebar, melebar, dan seperti hampir sobek untuk mengeluarkan suara itu. Keliaran reptilnya nampak sangat jelas saat itu.

“DIAM ...!!!” Jin Hee berteriak dengan frekuensi suara itu, persis sekali.

Leon kagum dan bertepuk tangan untuk itu. Katanya, “Wah, rupanya kau masih makhluk yang cerdas ya? Butuh berhari-hari, bagiku, untuk bisa menemukan getaran ini dan bersuara seperti ini, tapi kau? Hanya dalam beberapa menit sudah bisa meniru suara asliku. Luar biasa.”

Jin Hee menyalak, dengan suara tiruannya, “Jangan memujiku. Kau tidak pantas untuk itu. Kau hanya penjahat. Bangsamu—” dan Jin Hee kehilangan suaranya. Mulutnya hanya bergerak menganga tanpa bicara.

Bibir Leon menyungging puas. Dia bersedekap lalu berkomentar, “Hanya seratus tahun, tapi kenapa begitu banyak yang hilang darimu? Ingatan, suara, keberanian, dan ... kecerdasan? Hahaha. Kalau begini, sepertinya aku akan menang dengan mudah. Ah, tidak menyenangkan.” Dia geleng-geleng kepala.

‘Apa yang kau bicarakan? Jelaskan! JELASKAN PADAKU SEKARANG!’ Kepala Jin Hee sungguh sakit karena keadaan ini. Rasanya kepalanya akan meledak sebentar lagi.

“Hey, tenang,” kata Leon, santai. “Aku akan memberimu waktu,” katanya, “dan kau boleh memakai tempat ini sesukamu. Kuberikan juga padamu. Tenanglah, tarik napas, dan berpikirlah dengan jernih. Siapa kau, siapa aku, siapa kita. Dan setelah kau menemukan getaran suaramu sendiri, beri tahu aku. Aku tak akan terburu-buru menjadikanmu sampel.”

LOVE IN THE EARTHWhere stories live. Discover now